(28) 2. Bersama dan Sama-Sama Hingga Terbiasa 13
"Farrel."
Siang itu ketika Esy dan Farrel baru saja ingin meninggalkan parkiran kampus, ada beberapa orang senior yang memanggil. Mereka pun lantas menghampiri keduanya. Farrel pun terpaksa memutar kembali kunci motornya.
"Ya, Kak?"
Adalah Ozy yang mengambil tempat di depan Farrel. Dengan tangan yang bertahan di stang motor cowok itu, ia balas bertanya.
"Kamu dulu ketua OSIS kan?"
Farrel ingin membenarkan pertanyaan itu, tapi keburu Esy duluan yang menjawab.
"Ketua OSIS dan ketua KTS."
Ozy beralih pada Esy. "Apaan KTS?"
"Karya Tulis Siswa," jawab Esy.
"Oh."
Ozy dan teman-temannya mengangguk. Lalu ada Indri yang menyeletuk.
"Aku pikir itu singkatan buatan kamu. Taunya bukan."
Esy terkekeh. "Nethink aja."
Farrel mengabaikan Esy dan Indri yang lantas melanjutkan perbincangan geli mereka. Saling menggoda.
"Kenapa ya, Kak?" tanya Farrel pada Ozy.
"Gini," ujar Ozy mulai menjelaskan maksudnya. "Semester ini kan udah mau abis. Jadi udah mau persiapan untuk rapat anggota HIMA. Untuk agenda persiapan penyambutan mahasiswa baru dan sekalian untuk ganti kepengurusan."
"Oh."
"Jadi teknisnya ntar kita bicarakan di sekre."
Turut bicara kemudian adalah Yoga. Ia membantu Ozy menjelaskan maksud mereka pada Farrel. Bahwa HIMA sebagai organisasi mahasiswa Agroekoteknologi sedang menjalani agenda menjelang akhir semester. Dua di antaranya adalah persiapan OSPEK dan pergantian kepengurusan.
Itu layaknya tongkat estafet yang harus diperkenalkan pada mahasiswa tingkat satu. Mulai ikut serta dalam kegiatan HIMA demi mempersiapkan diri. Karena di tahun selanjutnya tanggung jawab akan sepenuhnya berada di tangan mereka. Begitulah regenerasi mahasiswa tiap tahunnya.
"Oke, Kak," angguk Farrel. "Minggu besok aku ke sekre."
Sekre adalah panggilan mereka untuk sekretariat. Satu bangunan yang tidak berukuran terlalu besar dan terletak tepat di sebelah Gedung Jurusan. Di sanalah kegiatan HIMA dilakukan. Entah itu rapat atau sekedar berkumpul.
"Sip," ujar Ozy sambil menarik tangannya dari stang motor Farrel seraya bicara pula pada Esy. "Sy, sorry. Minggu besok kamu nggak bisa nge-date dulu."
Esy terkekeh sementara Farrel hanya berdecak. Dan kemudian Sella menimpali perkataan Ozy.
"Kapan hari kami lihat kalian jalan pagi-pagi. Iya kan?"
Farrel mengingat dengan cepat. Lalu ia menggerutu dengan suara rendah.
"Pasti pas nyari tiwul."
Dan benar saja. Di belakangnya, Esy berkata.
"Ah! Itu kayaknya pas kami nyari tiwul deh, Kak."
Sella melongo. "Tiwul?"
"Iya," kekeh Esy.
"Kayak nggak ada makanan yang lebih keren buat dicari," ledek Sella.
Indri pun turut tertawa. "Bukan masalah makanannya, Sel."
Tentu saja perkataan Indri membuat tawa seketika meledak di sana. Dan Farrel yakin bahwa ledekan itu tidak akan berhenti sampai mereka pergi.
"Oke, Kak. Kalau gitu kami cabut dulu ya?"
Farrel langsung memutar kembali kunci motornya. Langsung melaju meninggalkan parkiran.
Dalam perjalanan menuju ke kos, Farrel terpikir sesuatu. Tepat ketika pada akhirnya mereka tiba di kos Esy, cowok itu pun berkata.
"Minggu besok kamu nggak usah ikut ke sekre."
Esy baru saja turun dari motor. Bahkan ia pun belum melepas helm dari kepalanya. Dan perkataan Farrel membuat ia mengerjap.
"Kenapa?" tanya Esy dengan mimik tak terima. "Aku kan juga mau ikut. Kumpul sama yang lain."
Tidak langsung menjawab pertanyaan itu, Farrel justru mengangkat tangannya. Memberikan isyarat pada Esy untuk melepas helmnya. Mau tak mau Esy pun melepasnya.
"Sebulan lagi udah mau UAS loh. Mending kamu belajar aja. Lagian minggu besok itu bakal padat sama ujian praktikum dan panen DDA. Jadi selagi ada waktu," ujar Farrel seraya menyambut helm Esy. "Mending kamu belajar dan istirahat aja."
Cemberut, sebenarnya Esy tahu apa yang dikatakan Farrel memang benar. Tapi, membayangkan Farrel pergi tanpa dirinya benar-benar membuat perasaannya tidak tenang.
"Tapi---"
"Kamu mau ngulang Statistika?" potong Farrel cepat. "Botani?"
Esy makin cemberut. "Kamu hobi banget nakut-nakutin aku."
"Aku bukannya nakut-nakutin. Tapi, ini untuk kebaikan kamu juga. Soalnya UAS kamu harus tinggi untuk nutupin UTS kemaren."
Esy menarik napas dalam-dalam. Akhirnya ia mengangguk.
"Iya. Aku di kos aja."
Wajah Esy yang tertenduk membuat Farrel merasa iba juga. Tapi, ia mengabaikannya. Ketimbang goyah karena kasihan, akhirnya Farrel pun mendorong mundur motornya. Bersiap untuk pergi.
"Aku balik."
Esy mengangkat wajah. Mengangguk dan tersenyum kecil seraya melambai.
"Hati-hati."
Selepas kepergian Farrel, Esy masuk ke kos dengan langkah gontai. Ia menutup pintu dan melepas tas ranselnya dengan asal. Membiarkannya jatuh begitu saja di atas lantai.
"Ah!"
Esy membuang napas panjang dan memilih untuk merebahkan tubuh di tempat tidur. Rasanya lelah.
"Seandainya aku pintar. Pasti Minggu besok aku bisa ikut kumpul juga."
Esy hanya bisa manyun. Merenungi nasib yang menurutnya tidak bisa diubah.
*
"Wah! Berasa aneh nggak? Lihat ada Farrel, tapi nggak ada Esy."
Celetukan dari Farhan membuat beberapa mata sontak beralih pada Farrel. Dan hasilnya, tidak sedikit dari mereka yang tertawa. Sementara Farrel? Tentu saja wajahnya memerah.
"Tumben dia nggak ikut kamu, Flamboyan. Kenapa?" tanya Sella. Cewek itu terkadang memang masih suka memanggil junior dengan nama samaran yang digunakan saat OSPEK dulu.
Farrel menebalkan muka. Turut bergabung dengan para seniornya.
"Dia lagi belajar, Kak. Persiapan buat UAS."
Tawa seketika menghilang. Tergantikan kesiap takjub.
"Wow!" Mona menutup mulutnya yang sontak menganga karena takjub. "Dia udah mulai belajar?"
Farrel mengangguk.
"Aku benar-benar nggak ngira kalau Esy gitu," komentar Mona pada Sella. "Aku pikir dia tekun ngejar-ngejar Farrel aja."
Ya ampun. Farrel terbatuk seketika.
"Ternyata dia tekun belajar juga."
Sella tergelak. Ia menyikut perut Mona. "Udah, Mon. Tuh lihat! Muka Farrel udah kayak jus tomat di kantin."
Bisa ditebak kelanjutannya. Dalam beberapa menit ke depan, Farrel harus menabahkan hati lantaran ledekan dari para seniornya. Dan itu sama sekali bukan hal yang mengherankan. Karena Esy memang telah dengan senang hati memberi tahu pada siapa pun mengenai perjuangannya selama ini.
"Rel."
Tidak dengan nada geli, suara itu memanggil Farrel. Yang ternyata adalah Dira orangnya.
"Dira?"
Dira berdiri di sebelah Farrel. Tersenyum pada cowok itu.
"Ternyata kamu juga diajak sama senior ya?"
Farrel mengangguk.
"Ehm," deham Dira. "Baguslah kalau gitu. Artinya kita makin rame."
Tak hanya Farrel dan Dira, ternyata ada pula Fajar, Monica, Bella, Radit, dan yang lainnya.
"Oke. Kayaknya semua udah ngumpul ya? Kalau gitu kita mulai saja."
Suara itu berasal dari Teguh. Mahasiswa tingkat tiga yang menjabat sebagai ketua umum HIMA. Dengan masa jabatan yang akan berakhir, bisa dikatakan bahwa ini adalah agenda kerjanya yang terakhir.
Para mahasiswa itu pun bergegas. Beranjak menuju ke dalam sekre. Dan pada saat itu, Farrel merasakan ada tangan yang menahan pundaknya. Ia berpaling dan Radit bertanya.
"Prangko kamu mana?"
Farrel mengerutkan dahi. "Maksud kamu ... Esy?"
"Hahahaha. Tentu saja dia," jawab Radit tergelak. "Aku nggak lihat dia. Mana dia?"
Farrel menggerakkan pundaknya hingga tangan Radit lepas dari sana.
"Dia di kos. Dia nggak ikut acara ini. Toh dia juga nggak diundang."
Tuntas mengatakan itu, Farrel beranjak. Memilih untuk langsung masuk. Tapi, samar ia masih bisa mendengar perkataan Radit.
"Yah! Aku pikir dia juga ikut kumpul."
Langkah kaki Farrel berhenti. Ia berpaling dan mendapati Radit telah berdiri kembali di sebelahnya.
"Soalnya kalau ada dia bawaannya jadi seru," kata Radit seraya tersenyum. "Iya kan?"
*
bersambung ....
Tanggal 29 dan 30 besok ga update ya. Aku mau narik napas dulu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top