3 - Three-Way Road
ZeedArtZ on ARTstreet (medibang.com)
*
[R-17] suggestive language ahead!
*
Sadarlah, Tim. Ame tidak nyata.
Sang aligator membuka mata. Mimpi itu lagi.
Ia beranjak dari kasur dan membasuh muka. Kabut di luar masih pekat. Embun-embun meleleh, menciptakan pareidolia wajah sang detektif. Kenangan Ame masih eksis, meski detail-detailnya makin terkikis.
Penelusuran Tim menemui jalan buntu. Ia tertahan di Holohouse, menanti Laplus mendapatkan kekuatannya kembali. Prediksi Iblis Laplace sangat krusial untuk misi multidimensi. Kemungkinan besar, ialah anomali yang dimaksud Shiori.
Namun, berapa kali pun Tim melakukan lompatan waktu, segel kekuatan Laplus tak kunjung terbuka. Ada dua kemungkinan: antara Tim kurang cakap dalam menggunakan mesin waktu, atau dia memang ditakdirkan berpisah dengan Ame.
Tidak, itu tak bisa diterima.
Tim keluar kamar dan menjumpai iblis lain. Towa tengah menurunkan foto-foto di dinding, lalu mengelapnya sampai bersih.
Gadis itu tersenyum. "Ohayou, Gator-san."
"Selamat pagi," jawab Tim. Ia mengamati foto gadis berambut jingga di tangan Towa. "Siapa dia?"
"Seekor naga."
"Naga?"
"Ya. Naga yang pernah bertempur dengan sebuah negara besar demi melindungi kawan-kawannya dari api. Sekarang dia pergi, tapi tanpanya, kami mungkin tak di sini."
Air mata meleleh di pipi si iblis cantik.
"Maaf."
Tim menyerahkan selembar tisu.
Dari kacamata Towa, ia baru mengenal Tim dua hari dua malam. Namun, Tim sudah mengulang adegan ini puluhan kali. Gadis di foto adalah Kiryuu Coco, dia tahu. Dia hanya tak mau mengacaukan lebih banyak garis waktu.
Arloji itu mengerikan.
Ada alasan kenapa arloji itu tak boleh dipakai sembarang makhluk. Potensi penyalahgunaannya sangat tinggi. Sekali ketergantungan, candunya melebihi kokain, dan segala sesuatu menjadi kabur bagai fatamorgana.
"Etto ... ada masalah, Gator-san?"
Towa memiringkan kepala. Kilau mata hijau nan polos membuat Tim seketika berpaling. Rasa bersalah kembali menghantui.
"Tidak apa. Permisi."
Tim sudah mengenal Towa dari berbagai sisi. Gadis iblis di depannya sekadar repetisi dari Towa-Towa yang ia kencani sebelumnya. Ya, seekor aligator mengencani iblis cantik. Terdengar absurd, tetapi dengan bantuan mesin waktu, hal itu bisa terwujud. Ia cukup mengetahui kesukaan Towa, selalu membantu gadis itu, dan menjadi orang lain. Bahkan meski harus mengubah wujud buasnya menjadi lebih rupawan.
Bila gagal, tinggal diulang lagi.
Mengapa Tim melakukan itu? Tak ada alasan khusus. Menunggu kebangkitan Iblis Laplace membosankan. Tubuh dan pikirannya juga terlalu letih untuk mengembara. Mengapa tidak sekalian menikmati waktu di Holohouse, mumpung dikelilingi gadis-gadis cantik dan dipinjami mesin waktu? Berkat intervensi Shiori, petinggi Council tak bisa melacaknya lagi. Toh kalau Ame ingin kembali, gadis itu takkan menghilangkan dirinya dari memori.
Buat apa berjuang untuk gadis yang tak membalas cintaku?
*
Repetisi ke-69.
Ini hanya permainan. Simulasi kencan. Tak ada yang benar-benar tersakiti.
Itu mantra yang biasa Tim ucapkan sebelum menggunakan arloji untuk hal-hal di luar misi. Ada dua rute yang paling ia suka. Towa dan Aqua. Ia sempat mencoba mengencani Suisei, tetapi semua repetisi berakhir dengan pertumpahan darah. Dibacok, disiksa, dikejar-kejar, ditambah ia harus mendengarkan Suisei menceritakan komik BL (boys love) sepanjang hari.
Tidak, tidak, tidak. Meskipun bisa mengulang, efeknya tetap terngiang sampai sekarang.
"Hmm? Kenapa, Sayang?" tanya Towa sambil mengucek mata. Ia berbaring di samping Tim, sebagian tubuhnya masih berbalut selimut.
"Oh, cuma mimpi buruk."
"Eehh? Kowai ...." Ia menarik selimut sampai mulut.
"Maaf membangunkanmu, Towa-sama."
"Towa-sama? Kita kan sudah jadian. Panggil Towa saja."
"Nah, makhluk rendah sepertiku tak pantas menyebutmu begitu."
"Hmph! Jadi maksudmu seleraku rendah? Aku milih kamu karena memang pantas!"
"B-Bukan, aku cuma ... entahlah. Malu, mungkin?"
Towa terdiam. Raut cemberutnya perlahan berubah menjadi senyum nakal.
"Kita sudah sejauh ini, tapi menyebut nama saja masih malu." Ia bernapas di telinga sang aligator. "Kawaii ne ...."
"Tolong ... hentikan ...."
Towa menarik diri dan kembali telentang. Ia cekikikan usai berhasil melakukan salah satu kenakalan iblis.
"Nee, Tim."
"M-hmm?"
"Apa kamu masih akan mencari Ame-san?"
"Mungkin iya."
"Apa Ame-san begitu penting buatmu, sampai kamu tega meninggalkanku?"
"Ini bukan demi aku. Aku cuma disewa."
"Batalkan saja. Kalau butuh uang, kita bisa mengurus Holohouse sama-sama."
Tim tak membalas. Pikirannya ada di persimpangan antara Ame dan Towa.
Gadis itu beranjak dan menduduki sang aligator.
"Apa aku kurang cantik? Apa aku kurang seksi dibandingkan Ame-san?"
"T-Towa-sama, ini tak seperti dirimu—"
"Aku iblis! Ini hal yang normal dilakukan kaumku," bentak Towa. "Tinggallah di sini. Ini bukan permintaan, tapi perintah!"
Tim meloloskan diri dari cengkeraman Towa. Kedua tangannya gelagapan menggerayangi meja di samping ranjang, mencari-cari arloji.
Ia kembali ke markah waktu yang tersimpan, sehari setelah penangkapan Laplus.
*
Repetisi ke-70.
Tim duduk di halaman belakang, melihat Suisei memotong-motong kayu.
Seluruh kenangannya di Holohouse dimulai ulang. Namun, ia lega. Towa yang ia cintai adalah Towa yang polos dan rendah hati. Bukan Towa yang telah tercemar oleh tangan kotornya.
Begitu pun Aqua.
Gadis itu baru saja keluar sambil menenteng senapan. Tak berbeda dengan repetisi yang sudah-sudah. Ia menyadari keberadaan Tim, tetapi terlalu malu untuk menyapa lebih dulu.
"Berburu kelinci lagi?" tanya Tim.
"Iya—eh? Lagi?"
"Pergilah ke tenggara. Banyak kelinci di sana. Kabutnya juga lebih jarang."
"B-Bagaimana Tuan bisa—"
"Insting pemburu."
Tim telah mengalami rute ini.
Aqua bukan pelayan yang pandai dalam pekerjaan rumah. Ia mantan tentara bayaran berjuluk Mad Dog, karena keganasannya dalam melumpuhkan banyak musuh sendiri. Saat ini pun ia tetap mengasah kemampuannya dengan berburu.
Di luar itu, ia sosok yang pemalu.
Mendekati gadis seperti dia butuh kesabaran ekstra. Mengajak bicara tiba-tiba kerap membuatnya panik, apalagi kalau terlalu frontal. Namun, kini Tim tak sedang ingin mengencani Aqua. Ia hanya ingin membuat gadis itu bersama teman-teman Holohouse lebih lama.
Seluruh rute bersama Aqua berakhir dengan kepergian sang gadis. Semakin ia terlibat di hidup Aqua, semakin cepat gadis itu meninggalkan wisma. Aqua akan pergi sebelum Suisei dan Towa, bahkan sebelum gadis-gadis HoloX. Seperti Ame, itu takdir yang tak bisa diubah arloji Kronii.
Tim hanya bisa menunda, minimal sampai Aqua menggapai mimpi menjadi pelayan idola nomor satu di bumi. Sepanjang tujuh puluh repetisi, Tim pun menyimpulkan. Tak ada akhir bahagia bagi penghuni Holohouse selama dirinya di sini.
Ia menyampaikan pada Towa, Aqua, dan Suisei. Ia akan pergi hari itu juga.
"Eh? Kok tiba-tiba? Katanya butuh bantuan Laplus?" tanya Towa.
"Terima kasih. Mungkin lain kali."
Tim berkemas dan berpamitan. Langkahnya seberat memikul dosa. Hatinya seperti jalan aspal yang dikorupsi, berlubang-lubang tanpa pernah ditambal. Inikah yang disebut cinta tak harus memiliki? Konyol sekali. Jangankan memiliki. Tanpa mesin waktu, ketiganya takkan melihat Tim lebih dari sesosok tamu.
Dasar bodoh. Sudah bagus ada tiga rute yang bisa kaupeluk bergonta-ganti. Malah memilih rute keempat yang tidak pernah eksis!
roboqlo on X (Twitter)
***
1037 kata
Hari ke-3: Buat tulisan dengan tema, "3 Orang yang Kucintai."
[A/N] Hari ini agak-agak ... begitulah. Wakakak. Masih bersama Trio StartEnd (AquSuiTowa) dan kuharap ini bukan kali terakhir aku nulis mereka meskipun Tim udah menyelesaikan "rute" ketiganya di sini. xD
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top