9. Hal mengejutkan
"Gue mau lo nerima cinta gue, walaupun itu hal tersulit di hidup lo."
-Ralion Arguby Permana-
💕💕💕
"Lo apaan, sih?" Alova melepaskan tangan Arguby saat sudah di tempat sepi, yaitu belakang gedung sekolah.
Argyby tersenyum sinis. "Kenapa? Lo gugup?"
"Heh." Alova berusaha tenang. "Enggak, nggak masuk akal aja, tiba-tiba lo nembak gue di depan anak-anak. Bukannya lo masih marah sama gue?"
Tawa Arguby pecah, membuat Alova semakin bingung.
"Serius, lo cowok paling aneh."
"Lo pikir, gue serius suka sama lo? Dan acara tadi gue nembak lo, dianggap serius juga? Gila aja lo," ucap Arguby lalu kembali tertawa.
"Arguby!" seru Alova tak terima. "Nyebelin banget jadi orang. Lo pikir, hidup selucu itu! Hah!" bentak Alova, air matanya hampir terjatuh. Tubuhnya sedikit bergetar.
"Heh." Arguby kini yang terkejut melihat reaksi Alova.
Alova pergi, namun Arguby mencegahnya dengan memegang lengannya.
"Bantu gue kali ini, dengan begitu kita impas." Suara Arguby seperti memohon. "Gue mau lo nerima cinta gue, walaupun itu hal tersulit dihidup lo," ujarnya.
Alova menoleh. "Impas? Maksud lo? Masalah rahasia lo sama Attar?" Arguby menganggukkan kepalanya ragu.
"Itu bukan___"
"Gue ngerti, itu bukan lo. Tapi, tolong bantuin gue kali ini. Jadi pacar pura-pura gue." Alova segera menepis tangan Arguby.
"Apa? Pacar pura-pura? Lo gila? Lo emang___"
"Gue bakal ngelakuin apa aja yang lo minta, bahkan jika diharuskan gue pergi dari dunia ini," sela Arguby tegas.
"Arguby," ucap Alova ragu.
"Apapun itu, gue bakal mengabulkannya buat lo," ucap Arguby lalu terdiam.
Alova menatap cowok di depannya dengan lekat. Cowok jutek itu tak seperti biasanya, yang selalu berbicara sinis padanya. Ia terlihat seperti tengah meminta bantuan untuk menyelamatkan hidupnya. Memang, hidupnya saat ini sudah dimasuki banyak orang, bahkan ketika mereka hanya menebar pesona dan mencari perhatian cowok bernama Arguby.
"Please." Arguby memohon dengan nada lirih.
Alova menghela napas, kembali mengambil posisi duduk di samping Arguby.
"Gue minta tiga permintaan," tawar Alova dengan serius.
"Tiga? Satu aja belum tentu bisa gue kabulin," ujar Arguby tiba-tiba kesal.
"Berarti ucapan lo nggak bisa dipegang."
"Alova, please!" pinta Arguby.
Alova menahan senyumnya. Dengan cepat Arguby mengidentifikasi senyum yang diurungkan si pemilik tubuh mungil itu.
"Kenapa?" tanya Arguby kesal.
"Baru kali ini, lo manggil nama gue. Baru kali ini juga, ada cowok yang begitu memohon sama gue."
Arguby mendengkus, membuang pandangannya. "Jangan ge-er lo."
Alova benar-benar tersenyum kali ini.
"Siapa yang ge-er."
Arguby kembali melihat Alova, meminta jawaban atas apa yang diinginkannya.
"Jadi gimana?" Arguby memaksa.
"Tiga, kalo nggak, gue nggak mau." Alova bangkit dari posisi duduknya.
"Oke, oke. Tiga, hanya tiga!" tegas Arguby.
Alova tersenyum.
"Apa permintaan lo?"
Alova menggeleng cepat. "Nggak sekarang, nanti kalo gue butuh bantuan lo," ujar Alova.
Seantero jagat sekolah digegerkan dengan berita datting Alova dan Arguby. Berita itu sampai ke telinga seorang Attar. Dia tak percaya bahwa adiknya berpacaran.
"Serius?" Attar nyaris mengeluarkan kembali minuman yang sudah menggenang di dalam mulutnya.
"Serius, lah," timpal cowok berambut biru tua yang duduk di depannya.
Attar tersenyum tipis, tanpa sepengetahuan teman-temannya yang siang itu sedang menikmati makan siang di kantin.
***
Sekolah sudah sangat sepi, Alova memilih atap sebagai tempat bersantainya setelah bel pulang berbunyi. Setelah melewati hari ini penuh dengan cercaan dan pertanyaan dari para makhluk yang menghuni sekolah. Kini Alova hanya bisa bernapas lega, tanpa ada yang mengganggu.
Alova mengambil sebuah buku kecil yang masih tersimpan di dalam tasnya. Buku itu terlihat sangat usang, namun sangat berarti bagi Alova. Gadis itu selalu menuliskan kesehariannya melalui buku itu.
Ponselnya berdering, ia segera mengambil dan melihat siapa yang menghubunginya.
"Hans?" tanya Alova bingung.
Ia segera menjawab panggilan itu. "Ada apa?" tanyanya tanpa basa-basi.
"Kamu lupa? Tentang hari ini?"
"Hari ini?" Seketika bola mata Alova membulat. "Aku ke sana sekarang." Alova bergegas pergi.
Mata Arguby menangkap sosok Alova yang berlari menuruni anak tangga, sehingga matanya langsung melihat ke arah atap dan kembali melihat Alova yang berjalan semakin menjauh darinya.
"Arguby!" seru seseorang membuat Arguby menoleh dan membuyarkan kebingungan cowok itu.
Sosok Bella berlari kecil ke arahnya.
"Gue mau ngomong sama lo," ucap Bella.
"Ngomong apa? Nggak ada urusan sama gue. Gue udah jadi milik anak baru itu," jawab Arguby tegas.
"Seriusan, kalian udah jadian? Kok gue nggak yakin," ujar Bella lalu tersenyum sinis.
"Kenapa nggak yakin? Perlu bukti?" tantang Arguby tegas.
Bella tersenyum sinis. "Gimana, kalo lo bawa cewek lo itu, ke pesta ulang tahun gue. Nanti malam," ujarnya. Raut wajahnya seperti sedang merencanakan suatu kejahatan. Senyum sinisnya terus mengembang di bibir tipis berwarna pink itu.
"Heh."
"Pestanya dimulai jam delapan. Bawa cewek itu, kalo emang kalian pacaran." Bella berjalan meninggalkan Arguby.
Arguby uring-uringan, bagaimana caranya ia mengajak Alova ke pesta Bella. Sudah pasti cewek itu menolak, sampai akhirnya Daniel datang.
"Ada apa?" tanya Daniel penasaran dengan apa yang dilihatnya. Arguby tengah menggaruk kepalanya yang mungkin tak merasa gatal. Terlihat seperti orang bingung.
Dia menarik napas, sebelum akhirnya kembali dibuang.
"Ada masalah?" Daniel kembali bertanya karena tak ada jawaban dari Arguby.
"Bella ngundang lo dateng ke party dia?" tanya Arguby.
"Party? Party apa? Ah, ulang tahun dia?"
Arguby tersenyum sinis. "Lo tau banget hari ulang tahun dia."
"Gimana gue nggak tau coba. Dulu selalu dikode terus supaya ngasih hadiah," kenang Daniel.
Arguby menahan tawa. "Lagian, mau aja dibegoin sama dia."
"Sialan lo," jawab Daniel. "Itu dulu, sekarang ogah banget."
"Ah, kasih tau gue. Dimana Alova tinggal."
"Heh." Daniel tak percaya dengan ucapan Arguby. "Lo pacarnya. Ngapa jadi gue yang nyari tau."
"Udah deh, lo pengen dateng nggak ke pesta Bella."
Arguby berpikir. Ia menggeleng cepat tanda penolakan.
"Enggak," jawabnya tegas. Daniel melangkahkan kakinya, namun Arguby segera mencegahnya dengan menarik kembali tas ransel yang digendongnya.
"Gue kasih satu permintaan buat lo, apa aja," tawar Arguby.
Daniel tersenyum menang. Ia berpura-pura menampakkan wajah serius.
"Yakin? Nggak bohong, kan?" tanyanya memastikan.
"Tentu," jawab Arguby yakin.
"Oke." Daniel setuju lalu tersenyum.
"Sialan lo, giliran dikasih penawaran aja, tergiur." Arguby melepaskan tangannya dan melayangkan tendangan bebas pada pantat Daniel.
___
Daniel berhasil mendapatkan alamat Alova. Dia memang seperti paparazi yang sangat cepat mendapatkan informasi. Walaupun kadang dengan cara licik dengan mencari diam-diam di ruang tata usaha sekolah. Arguby sangat mengandalkan Daniel dalam hal apapun, bukan berarti ia memanfaatkan bakat sahabatnya, tetapi memang Daniel sangat ahli dalam bidang pencarian informasi.
-Jemput gue, jam tujuh nanti-
Pesan dari Daniel yang masuk ke ponsel Arguby.
Cowok berdagu tirus itu kini sedang berdiri di depan pintu sebuah apartemen. Berkali-kali menebar pandangannya di koridor yang sangat sepi. Ia mengetuk sepatunya dengan lantai dan menimbulkan suatu nada suara. Berkali-kali melirik jam tangan bermerk Rolex yang melilit di pergelangan lengan kirinya. Sampai akhirnya sebuah suara membuatnya tersenyum. Namun, setelah sadar ia segera menarik kembali senyumannya.
"Arguby? Ngapain di sini?" Alova bingung.
"Wajar kali, kan lo cewek gue," ujar Arguby.
"Ih, cewek apaan? Kita cuma pura-pura."
"Ah, gue lupa."
Arguby berjalan mendekat ke arah Alova.
"Jam tujuh gue jemput, dandan yang cantik." Arguby berucap saat tepat di samping Alova.
"Mau ngapain?"
"Pokoknya dandan," jawab Arguby tegas.
"Nggak mau, nggak bisa seenaknya lo nyuruh gue."
Arguby yang akan melangkah, mengurungkan niatnya, dan menoleh ke arah Alova.
"Kalo lo nggak mau, berarti lo harus jadi cewek gue beneran."
"Arguby!" Protes Alova. Cowok itu hanya tersenyum melihat gadis di depannya kesal.
"Pokoknya gue nggak mau," tolak Alova tegas. "Dan juga, darimana lo tau rumah gue."
"Ah, gue mau nanya. Darimana lo dapet duit buat beli apartemen ini? Lebih tepatnya tinggal di sini. Lo tajir?"
Alova bingung, ia bahkan ragu untuk menjawabnya. Wajahnya terlihat gugup.
"Bukan urusan lo," jawabnya tegas.
"Ah, simpanan Om-Om," bisik Arguby.
"Guby!" protes Alova, tangannya melayangkan tinju di dada bidang cowok itu.
Arguby tersenyum. Ia segera meraih tangan Alova dan menariknya, sehingga jarak keduanya sangat dekat.
"Gu__Guby," ujar Alova. Suaranya nyaris tak terdengar.
"Gue bilang, gue jemput jam tujuh. Dandan yang cantik." Arguby mendekatkan wajahnya hanya untuk menggoda Alova. Namun Alova segera menjauh dan menyetujui permintaan Arguby.
"Oke, oke." Alova setuju, membuat Arguby tersenyum dan pergi meninggalkannya.
💦💦
Arguby menuruni anak tangga di rumahnya. Sebuah blazer berwarna gelap sudah membalut tubuhnya dengan sangat pas, warna celana yang senada menambah terlihat semakin pantas. Mata Attar terusik, yang awalnya sibuk dengan game di layar TV kini menoleh dan menatap Arguby aneh.
"Mau kemana?" Attar penasaran.
"Gue pinjem mobil lo," ujar Arguby tanpa basa-basi.
"Emang mobil lo kenapa?"
"Bawel, mana kuncinya?"
"Mama!" Alih-alih memberikan kunci, Attar malah berteriak memanggil ibunya.
"Aish," gerutu Arguby kesal. Ia pergi tanpa mendapat kunci mobil dari Attar.
Waktunya sedikit, ia tak mau mendengarkan ceramah dari kanjeng ratu yang mungkin baru akan selesai nanti jam sembilan malam. Arguby memilih pergi dengan mobilnya sendiri. Mobil yang dihadiahkan untuknya saat ia mendapatkan peringkat kesepuluh di kelasnya. Mobil yang hanya dipakai jika keadaan genting.
___
Lamborghini Aventador berwarna kuning seharga milyaran rupiah milik Arguby sudah menelusuri jalanan kota Jakarta yang malam itu terbilang sepi. Berkali-kali ponselnya bergetar, namun si pemilik nama Arguby tak mengindahkannya.
Tepat di depan pelataran Kemang Village Residence, adalah tempat tinggal Alova, cowok itu menghentikan mobilnya. Mengambil ponsel yang sedari tadi bergetar. Daniel memanggilnya via telepon berkali-kali.
Saat melakukan panggilan telepon, mata Arguby menangkap sosok Alova yang sudah berdiri di depan pintu lobi utama gedung pencakar langit itu. Arguby tersenyum, namun lagi-lagi kembali menarik senyumannya setelah tersadar.
Melajukan mobilnya dan berhenti tepat di depan Alova. Keluar dengan gagahnya, Alova yang melihat sampai mematung.
Arguby membukakan pintu untuk cinderella, dan mempersilakan Alova masuk, walau tanpa memandu tangannya. Cowok itu hanya menggerakkan matanya sebagai isyarat Alova harus masuk ke mobilnya.
"Wah, mobil yang bagus," puji Alova melihat semua isi di dalam mobil.
Arguby tersenyum tipis.
"Kita mau kemana?"
Arguby melajukan mobilnya tanpa menjawab.
____
Suasana pesta malam itu terlihat lebih ramai. Di sebuah halaman belakang rumah besar. Terlihat ada beberapa laki-laki yang tengah berenang hanya dengan menggunakan boxer, dan ada juga yang menikmati pesta barbeque. Arguby menghela napas. Langkahnya tiba-tiba ragu, pertama kalinya dia mendatangi sebuah pesta kelas anak SMA. Biasanya, Arguby hanya mendatangi pesta bersama kedua orang tuanya, itupun karena terus dipaksa oleh sang mama.
"Pesta siapa?" tanya Alova ragu.
Arguby terdiam. Matanya menatap tajam cewek bergaun minim dan terbuka bagian atas dadanya. Ia berjalan ke arah Arguby dan Alova berdiri.
"Wah, ada couple baru kita." Suara Bella seperti membuat sebuah pengumuman.
Arguby membuang jauh pandangannya. Bella tersenyum sinis, dan memandang Alova dengan tatapan aneh.
"Nikmatin pestanya," ucap Bella, memberikan sebuah gelas berisikan minuman kepada Arguby.
"Geng!" panggil Bella sedikit berteriak. Beberapa laki-laki berjalan ke arahnya, dan tamu yang lain menatap ke arahnya.
Benar, dialah Bella. Paling pintar saat mengalihkan perhatian orang. Suara lantangnya berhasil mengumpulkan berpasang-pasang mata kini menatapnya.
"Perkenalkan, mereka adalah couple baru di sekolah gue." Bella melingkarkan tangannya di lengan Arguby, namun cowok itu segera menepisnya.
"Oops," ujarnya lalu tersenyum.
Arguby semakin risih dibuatnya, tatapan mata para tamu yang datang membuatnya seperti seorang terdakwa yang berada ditengah-tengah persidangan.
"Aish," gerutunya lirih. Namun, tiba-tiba tangan Alova menggenggam tangannya. Tentu seorang Bella melihatnya dan tersenyum sinis.
Arguby berusaha menahan emosinya.
"Gue mau ke toilet," bisik Alova lirih, mendekatkan bibir ke telinga Arguby. Cowok itu sedikit menoleh, sampai akhirnya mengangguk.
"Ada apa?" tanya Bella penasaran.
"Gue mau ke toilet," jawab Alova jujur.
"Ah, oke." Bella mengiyakan. Ia bebas mendekati Arguby saat Alova pergi.
Alova berjalan menelusuri rumah besar, seperti tak berpenghuni karena sangat sepi. Berbeda dengan keadaan luar yang sangat ramai karena suara musik, suara manusia dan suara gitar bahkan suara piano yang menjadi satu.
Tiba-tiba seseorang membekap mulut Alova, terkejut, namun tak bisa memberontak karena tenaga laki-laki itu sangat kuat. Menyeretnya ke sebuah ruangan. Telapak tangan yang besar itu berhasil menutup mulut Alova sampai tak bersuara.
Tiba di sebuah ruangan, ternyata sudah banyak laki-laki yang ada di dalamnya. Alova terkejut, tatapan dan senyuman para laki-laki yang di dalam kamar itu seperti hidung belang dan para buaya darat.
"Wah, cantik banget," ujar laki-laki yang sudah membuka semua kancing bajunya.
"Siapa kalian?" tanya Alova tegas.
"Jangan galak-galak cantik. Nanti cepet tua, lho." pria berkemeja putih menimpali.
"Udah deh, nggak usah sok jual mahal." Laki-laki berbaju corak kotak-kotak mencolek dagu Alova.
"Jangan kalian main-main sama gue, atau kalian akan merasakan akibatnya," tantang Alova.
"Serius?" goda laki-laki yang menggunakan kaos oblong berwarna hitam.
Salah satu diantara para laki-laki itu ada yang menyeret Alova hingga terjatuh di atas tempat tidur. Semuanya tertawa, Alova sangat marah, terlihat wajahnya seperti menahan emosi yang teramat sangat.
___
Arguby, lagi-lagi melirik arloji miliknya. Sudah hampir tiga puluh menit Alova tak juga kembali. Sikap Bella membuatnya semakin risih, terlebih Daniel mengatakan bahwa dirinya tak datang karena adiknya yang ingin ditemani ke toko buku.
Arguby memutuskan untuk mencari Alova. Menelusuri ruangan yang sangat sepi dan luas.
Membuka pintu-pintu yang tertutup rapat namun kosong, membuat ia semakin khawatir dengan keberadaan Alova.
Sebuah kaca pecah, dan terdengar oleh Biru. Matanya langsung menelusur, kupingnya bekerja sebagai pencari di mana suara itu berada.
Hingga Arguby penasaran dengan satu ruangan yang berada di pojok lorong rumah itu. Ia mendekat. Membukanya dengan cepat, menyaksikan beberapa orang tergeletak dan ada satu manusia bersayap yang sedang berdiri melihat para laki-laki itu, dialah Alova.
Terkejut saat melihat keberadaan Arguby.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top