28. Salam Perpisahan
Sebagian siswa melihatnya dengan mulut sedikit terbuka. Bukan karena ingin, tapi karena terkejut. Bahkan ada yang tak sengaja menumpahkan mie rebus yang masih dibawanya di tangan.
Bella tersenyum senang. Menatap Arguby tak percaya, tangannya sesekali mengusap bibir warna pink nya.
"Mau pesen makan apa?" tanya Bella gugup.
Alova pergi meninggalkan pemandangan itu, Daniel tentu mengikutinya. Ia tak tahu lagi dengan perbuatan Arguby. Alova terlihat sangat marah, kecewa dan juga sedih.
Setelah melihat Alova pergi, Arguby terlihat sangat menyesal. Bella tahu pasti, namun tak mengindahkan penyesalan Arguby. Ia mempersilakan Arguby duduk dan dirinya duduk di samping cowok itu.
"Sayang, jangan cium di sini, kan malu." Bella tersipu.
"Maaf," ujar Arguby ketus. " Lo makan sendiri aja, gue nggak nafsu," ujarnya lalu meninggalkan Bella.
Alova sudah sampai di atap, Daniel berusaha menenangkannya. Alova menggunakan kekuatannya untuk mengurangi rasa kecewanya. Ia melayangkan semua kursi dan meja. Daniel takut, namun menahan rasa takutnya.
"Kalian ada masalah apa, sih?" Daniel penasaran. "Bukankah kemarin-kemarin baik-baik aja?"
Seketika semua bangku dan meja yang terbang kembali turun dan tertata kembali. Alova menghela napas.
"Entahlah, apa yang sedang direncanakan Arguby."
"Sabar ya, dia sama sekali nggak bisa ditebak jalan pikirannya."
"Tapi, ini hati gue. Dia mempermainkannya?" Alova tak percaya.
"Nggak mungkin, dia sangat mencintai lo," jawab Daniel tak percaya.
"Apa mungkin, dia dendam sama gue?" Alova menyadari sesuatu.
"Dendam? Dendam apa?"
"Audy, tentang kematian Audy." Alova mengerti kali ini. Ia berasumsi bahwa Arguby tengah membalaskan dendam kepadanya.
"Maksudnya? Lo kenal Audy? Dari mana?" selidik Daniel penasaran.
"Gue yang menabrak dia."
Mulut Daniel seketika menganga tak percaya. Ia menatap tajam Alova.
"Lo, lo, se__rius?" tanya Daniel terbata.
Alova mengangguk.
Daniel tak percaya. Wajahnya ingin marah, namun masih tak percaya dengan perkataan Alova.
"Nggak mungkin, lo itu malaikat, nggak mungkin berbuat jahat." Daniel tak percaya.
Alova menggelengkan kepala. Ia membuang jauh pandangannya.
____
Attar terlihat sangat kesal. Ia menatap Arguby dengan tatapan paling tajam. Adiknya hanya menghela napas berkali-kali melihat tingkah Attar yang aneh.
"Apaan, sih, Kak." Arguby menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Ada masalah?"
"Lo gila? Hei, gue playboy. Tapi gue nggak pernah mainin hati cewek," tegas Attar.
"Heh, maksud lo?"
Attar minta Arguby menemuinya di atap saat pulang sekolah, dan Arguby menurutinya. Setelah memastikan sekolah sepi, ia menuju ke atap untuk menemui Attar.
"Apa maksud lo, nyium Bella di depan Alova."
Arguby tersenyum tipis. "Bella cewek gue. Ada yang salah?" Arguby berusaha kuat.
"Hati lo untuk Alova," ucap Attar.
"Nggak usah sok tau, gue yang punya hati. Gue cinta sama Bella, Alova itu cuma buat pembalasan dendam gue."
"Pembalasan dendam? Bukan karena sebuah misi terakhir?"
Arguby terkejut.
"Bagaimana bisa lo," ucap Arguby tercegat ketika Attar tersenyum ke arahnya.
"Lo takut kehilangan Alova? Sampai lo percaya ucapan guru Bahasa Inggris itu?"
"Nggak, gue cuma___"
"Apa? Lo nggak akan pernah rela ditinggal pergi sama Alova. Benar, kan?"
Arguby menggerutu dalam hati. Ia berpikir bagaimana bisa Attar mengetahuinya.
Arguby mengacak rambutnya. "Aish," gerutunya.
Attar duduk di sampingnya. "Tolong, jangan egois. Kalo lo cinta, katakan. Nggak pergi kayak gini, seperti pengecut."
"Kak, ini satu-satunya jalan!" seru Arguby kesal.
"Jalan apa? Kebahagian Alova? Kalian akan bahagia, tanpa halangan apapun."
"Sekarang gue tanya sama lo," ucar Arguby. "Lo suka sama seseorang, tapi akhirnya lo akan berpisah sama dia. Apa lo mau?"
"Apa? Ya lo pertahanin!"
"Nggak, mustahil, dia akan tetap menghilang."
Attar menghela napas. Menyerah akan tindakan adik semata wayangnya.
"Minta maaf ke Alova, atau lo bakal kehilangan dia selamanya." Attar meninggalkan Arguby sendiri.
____
Alova mengingat kejadian tadi siang di kantin sekolah. Pikirannya tak bisa berpikir jernih saat ini, ia hanya membuat berantakan ruangan apartemennya karena emosi.
Hans datang, dan menenangkan Alova.
"Sudah aku bilang, jangan terlalu dalam mencintai manusia."
Alova mencoba mengatur napasnya. Duduk membelakangi Hans.
"Pergilah, menenangkan diri. Kamu butuh waktu untuk berpikir jernih."
Alova memejamkan matanya perlahan. "Aku mencintai dia, Hans."
Hans mengangguk tanpa disadari oleh Alova. "Aku mengerti, tapi kamu juga harus memikirkan diri kamu. Dia hanya mencintai kamu, tapi tidak dengan kepergianmu."
"Aku harus bagaimana?"
"Pergilah, kamu butuh ketenangan."
Alova menoleh. Hans mengangguk. "Setidaknya sampai hari itu tiba."
___
Alova meminta Arguby menemuinya di atap. Awalnya, cowok itu tidak menyetujuinya. Namun, Alova berhasil dengan bantuan Daniel.
Atap memang selalu sepi, berbeda dengan koridor, halaman dan kelas yang selalu ramai. Alova berdiri menatap lurus pemandangan di depannya.
"Ngapain ngajak gue ke sini?" Suara Arguby membuat Alova segera menoleh. Gadis itu tersenyum.
"Duduklah," perintahnya tenang.
Arguby menurut. Ia duduk tanpa memandang ke arah Alova.
"Gue mau cuma mau ngomong tiga hal sama lo," ucap Alova. "Ah, masalah permintaan gue waktu itu. Lupain aja, gue udah nggak butuh."
Arguby mengangguk.
"Pertama, gue cuma mau bilang, makasih udah mau jadi temen gue," ujar Alova. "Kedua, selamat ya atas hubungan lo sama Bella. Lo berhasil buka hati lo setelah tiga tahun." Alova tersenyum tipis. "Ketiga, maafin gue. Hiduplah bahagia, karena kamu tampan kalo lagi senyum."
Alova tersenyum lalu menepuk punggung Arguby dan meninggalkannya sendiri.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top