25. Rasa

Arguby berjalan lesu menuju ruangan Alova. Ia terlihat sangat penuh rasa khawatir, dan seperti memikirkan masalah terberat dalam hidupnya. Ia membuka pintu, mendapati Daniel yang masih menjaga Alova.

"Tapi, serius? Lo bukan manusia?" Daniel masih tak percaya. Ia memegang tangan Alova. Reflek, Arguby segera menjauhkan jangkauan Daniel dari gadis yang dicintainya.

"Apaan, sih?" Daniel terkejut.

"Jangan pegang-pegang tangan Alova,"  desis Arguby.

"Iya, tau. Yang boleh megang cuma Arguby aja." Suara Daniel lebih ke arah meledek dibandingkan cemburu.

Alova tersenyum tipis.

"Gue harus balik," ujar Daniel. "Nanti gue ke sini lagi, jagain Alova."

"Nggak perlu, gue yang mau jagain."

"Ih," gerutu Daniel. "Ya udah, gue balik, ya." Daniel berpamitan dengan Alova. Cewek itu mengangguk.

"Abis dari mana?" tanya Alova setelah Daniel meninggalkan ruangan itu.

"Abis nyari angin seger," ujar Arguby lalu tersenyum. "Oh ya, lo mau makan?" Arguby menawarkan.

Alova menggelengkan kepala.

"Kenapa?"

"Nggak apa-apa," jawab Alova sembari tersenyum.

"Lov, soal misi terakhir lo, berapa bulan lagi?"

"Kenapa?"

Arguby menggelengkan kepala pelan.

"Dua bulan," jawab Alova lirih.

Arguby tersenyum. Entah apa yang akan dia katakan, Alova hanya bisa menerkanya melalui ekspresi wajah yang terlihat sangat sedih.

"Selama dua bulan ini, gue pengen sama lo, gue pengen nyiptain waktu indah bareng lo." Alova memegang tangan Arguby.

Arguby lagi-lagi tersenyum.

"Pasti, kita bakalan terus bersama, sampai kapan pun." Arguby mencium punggung tangan Alova.

[[]]

Daniel menghentikan mobilnya tepat di depan pelataran rumah sakit. Terlihat Alova dan Arguby sudah menunggunya. Tanpa basa-basi Arguby membukakan pintu mobil untuk Alova dan memapahnya masuk ke kursi penumpang yang berada di belakang.

Arguby mengitari mobil untuk masuk ke dalam dan duduk di samping Alova.

"Berasa jadi supir kalian," protes Daniel saat melajukan mobilnya.

"Bawel," jawab Arguby.

Dua anak laki-laki itu memang tak pernah sampai hati jika bertengkar, mereka selalu melupakan kekesalan saat sesuatu membuat mereka cemas. Sama halnya saat ini, mereka menjadi lawan, seketika kembali berbaikan saat Alova jatuh pingsan karena sebuah cutter.

Dulu, Keduanya bertengkar karena berebut mainan. Tapi, saat tiba-tiba Sian demam tinggi di saat kedua orang tua Arguby tak ada di rumah, keduanya panik, mereka mengobati Sian dengan segala cara agar menurunkan suhu badan Sian.

Daniel tersenyum dari balik kemudinya.

"Mau diantar ke mana?" tanya Daniel.

"Ya, ke rumah Alova, lah."

"Kirain, mau diantar ke rumah lo, lo kan panikan kalo ada orang sakit."

"Ish," gerutu Arguby. Alova tersenyum.

"Nanti abis nganterin, lo langsung balik. Nggak perlu mampir," ujar Arguby ketus.

"Emangnya lo yang punya rumah?" protes Daniel.

"Nggak apa-apa mau mampir juga." Alova menimpali.

"Nggak, nggak, lo butuh istirahat. Kalo banyak yang jagain ntar jadi keganggu. Biar gue aja yang jagain lo."

"Dih, mau lo itu mah, biar berdua terus," timpal Daniel setengah meledek.

Arguby menahan emosinya, karena Alova segera mengelus tangannya. Perlahan senyum Arguby mengembang.

"Oh ya, sekalian beli makan aja, biar nanti pulang langsung makan," ujar Arguby.

Alova mengangguk.

"Niel, nanti berenti di restoran Italia, gue mau beli makanan kesukaan Alova."

"Iya, Pak Arguby." Daniel dengan sabar menurutinya.

Setelah mampir ke restoran dan tempat lain yang Arguby butuhkan. Akhirnya mereka sampai pada pelataran apartemen Alova. Daniel tampak terkejut melihat apartemen itu.

"Wah, bagus banget," gumamnya takjub.

Benar, apartemen itu terlihat sangat mewah dari luarnya. Sudah dijamin keamanannya, dan kenyamanannya. Arguby tak menghiraukan ucapan Daniel yang masih takjub melihat gedung pencakar langit itu.

"Thank's ya, Bro." Arguby tersenyum. Kantong-kantong yang dibawanya berhasil membuat dirinya kerepotan.

"Yakin nih, nggak mau mampirin gue?" Daniel memancing.

"Nggak," sela Arguby tegas.

"Pelit." Daniel kesal, lalu tersenyum dan berpamit pulang. "Oke, gue duluan. Cepet sembuh ya," ujar Daniel pada Alova. Gadis itu tersenyum dan melambaikan tangan.

Keduanya lantas masuk dan menuju lift untuk akses ke lantai di mana apartemen Alova berada. Alova tersenyum saat Arguby tengah menggodanya.

Langkahnya terhenti,ketika mereka hampir sampai di apartemen milik Alova. Hans sudah menunggunya di sana.

"Hans," ujar Alova lirih. Ia menarik senyumnya kembali. "Ayo," ucap Alova pada Arguby.

Alova membuka pintunya, gugup yang dirasakannya. Karena ia melihat wajah Hans yang tampak sangat serius.

"Apa kalian siap untuk berpisah?" Ucapan Hans membuat Alova mengurungkan niatnya membuka pintu, bahkan wajah Arguby terlihat sangat terkejut.

___
Pertemuannya dengan Hans kemarin, membuat Arguby sangat berpikir keras.

Ia mengingat semua perkataan yang diucapkan oleh Hans.

"Kalian akan berpisah, sebelum hari itu tiba." Hans menatap lurus pemandangan di depannya.

Arguby menoleh, dan mebgerutkan kening. Mencoba mengerti apa yang diucapkan oleh Hans.

"Maksudnya?"

"Kalian akan di pisahkan sebelum misi Alova berhasil. Masa di mana Alova akan dibuat bimbang karena kamu," ujar Hans. "Dan aku pastikan, dia akan memilih hidup abadi di kayangan."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top