21. Comfortable
Arguby terbangun ketika sinar matahari pagi masuk melalui celah gorden jendela yang tak tertutup rapat. Ia merasakan tangannya tengah menanggung beban berat, rambut kecoklatan menjadi pemandangannya di pagi hari, si pemilik rambut tengah tertidur pulas, dengan tangan masih menggenggam tangan Arguby.
Cowok itu tersenyum, mempererat tangan yang masih terkait dengan telapak tangannya. Tak lama, Alova mengubah posisi tidurnya, sehingga Arguby berpura-pura kembali terpejam.
Alova membuka matanya perlahan, ia tersadar bahwa dirinya masih dalam pelukan Arguby. Wajahnya malu, perlahan dia lepas pegangan tangan Arguby, namun gagal. Arguby meledeknya dengan mempererat pegangan tangannya.
Alova segera menoleh dan mendapati Arguby tengah tersenyum, mata mereka bertemu.
"Ih," ujar Alova manja.
"Udah pagi, kita harus balik ke Jakarta." Alova menutupi rasa gugupnya.
Arguby menghela napas. "Ini sangat nyaman." Arguby malah memeluk Alova dari belakang, sontak Alova gugup.
"Guby," ucapnya ragu.
"Jangan pernah pergi dari hidup gue. Ini perintah," ujar Arguby tegas.
"Tapi," sela Alova.
"Mau lo pembunuh, mau lo alien, gue nggak mau lo pergi dari kehidupan gue."
Alova tersenyum.
____
Setelah membersihkan diri, keduanya pun pulang menuju Jakarta. Daniel memberi kabar bahwa Attar tengah bersama Nico di basecamp yang berada tak jauh dari sekolah.
Arguby mengetahui basecamp itu, karena itu adalah tempat milik Nico yang dijadikan tempat berkumpul geng mereka dan sering mengadakan pesta.
"Udah ada kabar?" tanya Alova disela-sela aktivitasnya yang tengah mengunyah makanan. Ia tengah memakan snack yang dibelinya di toko kelontong di pinggir jalan.
Arguby mengangguk. Ia mendekatkan kepalanya hanya untuk mendapat suapan makanan kecil dari Alova. Tangannya sibuk dengan kemudi mobil.
"Syukurlah," ujar Alova lega.
Hampir empat jam mereka pun sampai di Jakarta, siang itu jalanan cukup ramai, sehingga Arguby harus mengantre jalan untuk mobilnya.
"Daniel, kita harus hubungi dia." Arguby berucap. Alova pun mengangguk cepat. Meraih ponselnya yang ada di sebelah tempat duduknya.
"Niel," ujar Alova setelah panggilannya di jawab.
"Iya Lov, ada apa." Suara Daniel tampak nyaring.
"Lo masih ngawasin TKP, kan?" tanya Alova memastikan.
"Iya,gue masih nongkrong di kafe seberangnya. Kalian di mana?"
"Bentar lagi sampe," ujar Alova lalu mengakhiri panggilannya.
"Gimana? Dia masih di sana?" Arguby memastikan.
"Iya," jawab Alova singkat.
Pukul 11.45 WIB, Arguby sampai di pelataran basecamp di mana Attar berada. Seturunnya dari mobil, ia menelepon Daniel agar mendekat. Tak lama cowok itu pun muncul.
"Ayo!" Daniel menginterupsi.
Sosok Nico keluar dari balik pintu masuk.
"Oh, kalian ngapain di sini?" tanya Nico penasaran.
"Kak Attar, dia ada di dalam, kan?" tanya Arguby.
Nico mengangguk. "Tapi, dia lagi kacau banget. Jadi, kalian jangan masuk semua." Nico menyarankan.
"Oke, kalian bisa tunggu gue di sini." Arguby menyarankan.
Alova dan Daniel mengangguk bersamaan.
"Oke, gue harus pergi. Ada urusan," ujar Nico lalu masuk ke dalam mobilnya.
Arguby masuk, tempat sempit itu terlihat sangat berantakan. Matanya mengedar mencari sosok Attar, namun tak ada siapapun di sana. Ia lantas menaiki anak tangga, setelah pijakannya yang terakhir, cowok itu sudah mendapati Attar tengah duduk di balkon lantai dengan membelakanginya. Sebuah asap, menarik perhatian Arguby. Benar, Attar tengah mengapit sebatang rokok di sela-sela jarinya.
"Sampai kapan, lo kayak gini." Suara Arguby berhasil membuat Attar menoleh. Ia segera mematikan api di ujung rokok miliknya.
"Ngapain lo ke sini?" Attar berdiri.
"Lo sendiri yang pengen kasus Papa terbongkar, kenapa lo jadi kayak gini?"
Attar menghela napas lirih. "Entahlah, gue nggak bisa berpikir jernih sekarang."
"Kenapa? Karena kasus Papa?"
Attar menggelengkan kepalanya. "Gue kasian sama Nyokap. Dia dihianati gitu aja."
"Karena Papa selingkuh?"
Attar menoleh. "Lo tau?"
Arguby mengangguk. Mengambil posisi duduk di depan Attar.
"Nyokap juga selingkuh." Ucapan Arguby membuat Attar sangat terkejut.
"Maksud lo?" Attar tak percaya.
Arguby mengangguk. "Gue pernah sekali ngeliat Mama sama laki-laki lain, mereka sangat mesra. Gue sempat membuntuti mereka, dan hasilnya mereka masuk ke dalam hotel."
"Lo yakin?" Selama ini Attar mengenal mamanya sosok yang sibuk berkarir namun sangat menyayangi keluarganya.
Attar menghela napas berat.
"Gue tunggu lo di rumah." Arguby bangkit dari posisinya. "Jangan terlalu lama di luar, akan bahaya. Terlebih jika wartawan tahu," ujar Arguby. Kadang kala cowok itu sangat dewasa dalam berbicara. Namun, nyatanya dia hanyalah remaja umur delapan belas tahun.
Arguby menuruni anak tangga. Keluar dari ruangan itu, tak mendapati Daniel dan Alova di depan sana. Ia mengedarkan pandangannya di sekitar jalanan itu, matanya terfokus ketika melihat sosok Alova tengah duduk di kafe bersama Daniel.
Arguby tersenyum, ia berjalan menyeberang jalanan ketika sepi, mempercepat langkahnya menuju kafe itu.
Arguby terlihat sangat antusias. Ia bermaksud mengagetkan keduanya, karena mereka terlihat sangat serius. Tiba-tiba langkahnya terhenti, ketika ia mendengar suara Daniel.
"Gue suka sama lo," ujar Daniel menatap Alova serius. "Sangat menyukaimu," ujarnya lagi.
Arguby terkejut. Ia ragu untuk melangkah.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top