20. First Kiss

Arguby sudah lebih tenang. Malam itu hujan hanya turun sebentar. Keduanya menatap jendela besar yang sudah tertutup gorden berwarna putih.

"Hari itu, hujan sangat deras. Gue berkali-kali menolak. Tapi, malaikat maut menuntutku. Hari itu adalah, hari dimana Hans tak bisa hadir, jadi aku yang menggantikannya." Alova mengenang kejadian itu. "Benar, gue yang membunuh Audy," ujarnya lirih.

Keduanya kembali terdiam. Sampai Arguby membuka suara.

"Gue nggak tau, selama ini Audy sakit. Dia selalu menyembunyikannya dari gue. Gue nggak tau, kalo dia menderita hanya untuk membuat gue bahagia." Arguby membuka suara.

Perlahan Alova menoleh, menatap Arguby yang terlihat sangat menyesal.

"Berhenti menyalahkan diri, keputusan itu sudah diambil Audy," ujar Alova.

"Bahkan orang tuanya menutupi semua ini dari gue. Sampai mereka pindah ke Amerika."

Alova mengangguk mengerti. "Gue juga sangat ingin meminta maaf kepada mereka."

Arguby menghela napas lirih. Ia memejamkan matanya, mencoba mencari kesabaran di dalam dirinya sendiri.

Terlalu berat untuk dimengerti bagi seorang Arguby. Ia sama sekali tak menyangka akan serumit ini masalah tentang kematian Audy. Kematian yang direncanakan lebih tepatnya.
Arguby membuka matanya segera.

"Kak Attar ke mana?" Arguby mencoba mengalihkan pembicaraannya.

Alova mengangguk. "Dia di tempat yang aman, gue yakin itu. Jadi, mending sekarang lo istirahat aja," ujar Alova.

Sisa hujan yang sudah sedikit, kini kembali lagi. Hujan kembali turun dengan derasnya, kali ini angin turut serta dalam hujan itu. Tubuh Arguby sudah bergetar, namun Alova dengan cepat memegang tangannya.

"Ada gue di sini." Alova menatap Arguby serius.

Wajah Arguby sangat terlihat ketakutan. Ia mencoba melawan traumanya. Ia mengepalkan tangannya dengan kuat. Alova, cewek itu segera memeluknya.

"Ada gue, ada gue." Bibir Alova tepat berada di dekat kuping Arguby.

"Lo pasti bisa melawan trauma lo, gue yakin itu." Alova meyakinkan. Arguby mengangguk perlahan, lalu memeluk Alova sangat erat.

Alova memapah Arguby ke kamar. Cowok itu terlihat sangat lemas. Membaringkan Arguby, dan menyelimutinya.

"Selamat malam," ujar Alova pelan. Ia mengubah posisinya dan akan melangkah, namun Arguby mencegahnya.

"Lo mau tetep di sini?" Arguby masih memegang lengan Alova. Dia menoleh mendapati Arguby dengan wajah penuh harap.

"Arguby," ucap Alova lirih.

"Gue mau, lo tetep di sini, jagain gue."

___

Alova mengambil posisi tidur di samping Arguby, cowok itu sudah sedari tadi memejamkan matanya. Sesekali ia tersenyum ketika melihat Arguby yang tengah tertidur.

"Harusnya lo yang jagain gue, kan lo cowok." Suara Alova sangat lirih, nyaris tak terdengar.

Alova menggunakan tangannya menyentuh bagian wajah Arguby dengan jari-jarinya.

"Kenapa Tuhan, menciptakanmu sangat tampan," ujarnya lagi.

Jari Alova berhenti di bagian hidung Arguby, ia terkejut saat tiba-tiba Arguby membuka matanya.

"Oh," ujar Alova ragu. Ia segera menarik tangannya, namun gagal. Arguby lebih dulu meraih tangan mungil itu.

"Maaf," ujar Alova gugup. Arguby mengubah posisi tidurnya, kini keduanya berhadapan. Tangan Arguby masih memegang tangan milik Alova.

"Lancang, nyentuh wajah gue tanpa izin," tukas Arguby.

"Maaf." Alova menyesali perbuatannya.

Arguby tersenyum tipis.

"Kenapa senyum?" Alova merasa Arguby tengah mempermainkannya.

"Cewek penggoda, paling bisa bikin cowok luluh," goda Arguby. Alova langsung kesal, ia menepis tangan Arguby namun terlalu kuat pegangannya.

"Lepasin, ah," ujar Alova manja. Bibirnya sudah mengerucut karena kesal. Arguby tersenyum Ia malah menarik lengannya dan wajahnya sakin dekat dengan Alova, bahkan napas yang keluar dari kedua mulut mereka beradu.

"Gu___gu___" Alova gugup.

Tanpa persetujuan, Arguby mendaratkan bibirnya di bibir Alova.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top