17. Serpihan Cerita

-Arguby kenapa? Dia tiba-tiba pulang-

Pesan dari Daniel, membuat Alova menyesal.

____

Pertemuan sore itu tanpa Arguby. Attar dan Daniel hanya berpandangan saat Alova menanyakan keberadaan Arguby.

"Dia capek kali, makanya nggak dateng." Attar berpendapat.

Alova hanya terdiam. Menatap bangku kosong yang berada di depannya. Bangku yang seharusnya Arguby duduki.

"Oh ya, gimana? Udah ada informasi penting?" Attar bertanya pada Daniel.

Daniel menggeleng. "Nanti malam, gue bakal cari tahu di meja kerja Bokap."

"Kalo lo, udah minta bantuan Mr. Hans?" Giliran Attar bertanya pada Alova.

"Dia keberatan, tapi gue bakal membujuknya supaya dia mau."

"Bagus." Attar tersenyum. Ia melempar sebuah kertas yang diambilnya di dalam tas.

"Gue dapet itu, bagian terpenting dalam kasus ini," ujarnya. Langsung diraihnya kertas itu oleh Daniel.
Berisi daftar nama siswa VIP. Daniel malu, ia hanya terdiam saat membacanya.

"Nggak apa-apa, itu bukan keinginan lo, kan?" Attar seolah mengetahui perasaan Daniel.

Daniel meletakkan kertas itu kembali di atas meja, kini Alova yang mengambil alih.

"Gue malu, malu banget." Daniel tersenyum. "Gue sama Bokap gue sama aja."

Attar menggelengkan kepala. "Sebentar lagi keadaan bakal berbalik. Kita bikin mereka kapok memanipulasi dengan uang."

Setelah pertemuan sore, Attar langsung pergi, karena memang dia mempunyai janji dengan teman-temannya. Sedangkan Alova dan Daniel masih berdua. Mereka memilih berjalan-jalan di sekitar tempat itu, sampai akhirnya menetapkan taman kota sebagai tempat untuk mengobrol dan bersantai.

"Kalian baik-baik aja, kan?" Daniel membuka pembicaraan.

Angin sore itu lagi-lagi membuat rambut Alova yang tergerai bergerak indah. Cewek itu menoleh ke arah Daniel, memastikan pertanyaan dari temannya yang belum terjawab.

"Gue? Sama Arguby?"

Daniel menjawabnya dengan anggukan kepala.

"Baik," jawab Alova sembari mengangguk. Namun, wajahnya seperti memiliki satu rahasia yang tak diketahui oleh Daniel. Cowok itu mengerutkan kening, berpikir dan menerka apa yang ada di dalam pikiran Alova.

"Yakin?" Daniel memastikan.
Alova tersenyum, ia tahu persis, seorang Daniel tak akan langsung percaya dengan ucapan seseorang, terlebih saat wajah lawan bicaranya tak menampakkan senyum.

Alova membuang jauh pandangannya. Menatap danau kecil yang berada tepat di depannya sebagai pemandangan.

"Sepertinya, Arguby akan membenci gue selamanya."

"Kenapa?" Karena kepo, Daniel langsung mengubah posisi duduknya. Badannya sedikit dimajukan agar melihat langsung wajah Alova dari depan.

"Kalian bertengkar? Pantes, dia tiba-tiba ngilang."

Alova mengangguk perlahan.

"Ah, lo mau bantuin gue?" tanya Alova.

"Bantuin apa?" Jawaban Daniel sedikit ragu.

"Gue mau nyembuhin trauma dia. Tapi dengan bantuan lo," ucap Alova.

"Bantuan apa?" Daniel mengulang pertanyaannya.

"Gue harus ajak dia ke suatu tempat. Hanya ada gue dan dia, tapi gue nggak tau kita bakal kemana dan dengan alasan apa."

Daniel menghela napas. Memandang danau sesekali melempari batu kecil.

"Lo yakin? Dia bakalan sembuh." Daniel memastikan.

"Pasti, kalo cuma ada gue dan dia, nggak mungkin dia melarikan diri, gue harus menyembuhkan dia."

"Gue ada ide." Daniel langsung antusias.

"Apa?"

"Kita ajak dia kemping, dia punya villa di puncak. Gue bakal ajak dia, tapi nanti gue balik dengan satu alasan. Dan lo tetep stay di sana. Gimana?" Rencana Daniel.

"Apa lo yakin bakal berhasil?"

Daniel menggeleng. "Dia tuh susah, kalo harus keluar dari kamarnya. Apalagi, dia lagi marah sama lo, yang pasti nolak kalo gue mengikut sertakan lo," ujar Daniel.

____

Arguby menatap kosong layar TV berukuran besar di kamarnya. Layar itu dibiarkan menyala namun tak benar-benar dilihatnya.

"Benar, gue harus jauhin dia. Dia yang udah buat gue kayak gini." Arguby berbicara pada dirinya sendiri.

"Tuan." Ketukan pintu kamar Arguby, mengalihkan perhatiannya. Ia menoleh saat mendengar suara Mbok Tum dari balik pintu.

"Tuan muda," panggil Mbok Tum dengan suara sedikit lebih keras.

"Kenapa?" Arguby menjawab tanpa mengubah posisi duduknya.

"Ada tamu," ujar Mbok Tum.

"Bilang, aja nggak ada. Aku nggak mau nemuin siapa-siapa."

"Ini Mas Daniel yang datang."

"Lain kali aja, aku lagi mau sendiri."

Arguby sudah curiga, karena biasanya saat Daniel bertamu dia langsung masuk ke kamar Arguby tanpa aba-aba.

"Ya udah, gue balik. Besok jangan lupa pergi ke sekolah. Lo masih inget kan, jalan mau ke sekolah?" Suara Daniel berhasil membuat Arguby tersenyum simpul.

"Gimana gue bisa lupa. Kan baru hari ini gue bolos," ujar Arguby lirih.

Setelah lama tak ada suara, Arguby berjalan ke arah balkon kamarnya. Melihat halaman rumahnya dari lantai dua. Netranya menangkap sosok Daniel yang sedang berjalan dengan Alova.

"Feeling gue selalu kuat." Arguby lalu kembali masuk dan menutup pintu.

[[]]

Daniel sudah duduk bersama Alova di kantin. Sejak tadi pagi, Arguby sama sekali tak mengatakan apapun. Ia hanya duduk di kelas, tidur dan pergi ke atap. Semakin jauh hubungannya dengan Alova.

"Notif," ujar Daniel antusias. Alova tak mengerti apa yang dimaksud siswa laki-laki itu. Alova hanya sebum dengan semangkuk mie rebus yang dipesannya di kantin sekolah.

"Lihat." Daniel menyodorkan ponseliliknya, tepat di depan Alova.

-Olimpiade Matematika
Tgl : 31 Mei
Peserta :
• Daniel Abimana
• Angela Anastasya
• Bianca Delisa Shara
Gustava Guan Hanara

Seperti biasa, soal dan kunci jawaban akan dikirim melalui e-mail.

Alova membulatkan bola matanya. "Jadi, benar? Semua tentang manipulasi nilai itu?"

"Stt," perintah Daniel.

"Sorry, sorry." Alova membekap mulutnya sendiri.

"Gue harus kasih tau, Arguby dan Kak Attar." Daniel bergegas.

"Tapi," ucap Alova. Namun, Daniel lebih dulu pergi ketimbang mendengarkan ucapannya. Alova hanya mengejar dan mengikutinya.

____
Daniel melangkahkan kakinya dengan cepat. Menuju atap, tepat di lantai tiga, dirinya bertemu dengan Attar yang akan menuruni anak tangga.

"Ke atap sekarang." Daniel berbisik saat sudah tepat di samping Attar.

Attar pun langsung memutar langkahnya dan mengikuti Daniel, banyak yang melihat, namun tak menjadikannya bahan gosip. Seluruh siswa sudah tau bahwa Attar dan Daniel juga bersahabat, seperti Arguby dan Daniel.

"Ada masalah?" tanya Attar saat menaiki tangga menuju ke atap.

"Info penting." Jawaban Daniel langsung dimengerti oleh Attar.

Daniel membuka pintu segera, mendapati Arguby tengah berbaring dengan alunan musik yang diputar melalui ponselnya.

"Sudah saatnya kita beraksi." Daniel mematikan pemutar musik itu dan kembali meletakkan ponsel Arguby ke tempat semula, yaitu dada Arguby.

Arguby menurunkan lengannya.

"Kenapa?" Ia segera mengubah posisinya menjadi duduk setelah melihat keberadaan Alova dan Attar.

Daniel mengambil ponselnya.

"Peserta olimpiade sudah ditentukan. Olimpiade akan diadakan tanggal 31, jadi kita harus bergerak cepat." Daniel mengambil komando.
Daniel memberikan ponselnya kepada Attar.

"Oke, tugas lo, buat Bella sebarin gosip ini di sekolah." Attar memerintah kepada Arguby.

"Heh." Arguby bingung. "Oke." Akhirnya ia setuju.

"Dan lo, minta bantuan guru, buat mata-matain kepala sekolah. Pasti dia yang akan mengirimkan semua file soal dan jawaban. Karena guru yang lain nggak mau mengambil resiko se berat itu." Attar beralih pada Alova. Alova mengangguk.

"Dan lo, pastikan semua soal dan jawaban lo bocorin di situs internet sekolah." Attar mengatakannya pada Daniel. "Semakin banyak orang yang tahu, semakin penasaran, dan semakin besar kesempatan kasus ini akan terungkap."

Daniel dan Alova mengangguk secara bersamaan.

"Oke, gue bakal menghubungi, Om Jane buat ngurus kasus ini."

"Jane? Siapa?" Daniel penasaran.

"Bokapnya Azura. Bekerja sebagai Mentri pendidikan. Orangnya sangat baik dan juga jujur."

"Apa lo yakin? Bakalan menjebloskan Bokap lo sendiri ke penjara." Arguby mengalihkan pandangan Attar.

"Bokap salah, dan kita harus meluruskan. Sebelum semuanya terlambat," jawab Attar tegas.

"Oke." Arguby bangkit dan melangkag menjauh. Attar bingung, ia melihat punggung adiknya dan menghilang dari balik pintu atap, lalu menatap Alova yang berdiri tepat di sebelahnya.

"Kalian bertengkar?" tanya Attar bingung. Alova hanya tersenyum, lalu akhirnya mengelengkan kepala.

"Serius?" Attar memastikan.

Alova mengangguk sebagai jawaban.

💦💦💦

Bella berhasil meracuni semua siswa sekolah SMA Harapan dengan ucapannya. Ia menyebarkan gosip sesuai yang diperintahkan Arguby.

Satu hari sebelum gosip itu menyebar.

Arguby sengaja mengajak Bella untuk makan di sebuah restoran. Ia mengatakan bahwa, sekolah akan mengadakan olimpiade secara tertutup. Tentu, Bella kepo dan menyelidikinya dengan memancing Arguby. Lancar, Arguby membuka semuanya.

"Terus, apa yang bakal lo lakuin masalah olimpiade itu?" tanya Arguby setelah berhasil membuat Bella masuk ke dalam perangkapnya.

"Gue bakal sebarin gosip, lah. Terlebih semua peserta nyogok pake duit. Nggak adil banget."

Arguby tersenyum tipis. Melihat Bella sudah sangat membara ingin menyebarkan gosip itu. Satu tujuan Bella hanya ingin mempermalukan Angel, yang merupakan musuh bebuyutannya.

"Ternyata, dibalik muka polos lo, ada kejahatan di sana." Bella tersenyum saat tahu Angel adalah salah satu siswa yang menjadi peserta olimpiade itu.

___

Berhasil ...

Angin pagi disambut bersama gosip yang sudah bertebaran. Seluruh sekolah tau, bahwa akan ada olimpiade secara diam-diam. The power of Bella. Kekuatan sosial media sudah mengalahkan semuanya, padahal Bella hanya mengunggah sebuah kalimat.

-Olimpiade hanya untuk orang-orang berduit-

Dari chatting ke chatting, akhirnya kabar itu tersebar. Arguby tersenyum sinis saat berjalan menuju kelasnya.

Attar juga bekerja dengan baik, ia berhasil membuat Mentri pendidikan mendatangi sekolahnya hari ini untuk melakukan pemeriksaan.

Hans, menarik lengan Alova saat cewek itu tengah berjalan menuju kelasnya. Saat itu juga Arguby melihatnya, dan mencoba mencari tahu tentang apa yang akan mereka bicarakan.

Arguby menggunakan kupingnya untuk bekerja hari itu.

"Sudah aku bilang, berhenti ikut campur sama urusan mereka!" gumam Hans kesal.

"Hans, kenapa kamu terus aja melarangku."

"Alova, kamu berbeda dari mereka. Ini demi kebaikan kamu," ujar Hans ngotot.

"Iya, tapi seenggaknya aku bisa ikut membasmi kejahatan di sini."

Hans tersenyum kecut. "Membasmi kejahatan? Bukan karena kamu ingin dekat terus dengan Arguby?"

"Hans," jawab Alova lemah.

"Kamu terlalu jauh, mengenal dia. Sampai kamu lupa siapa diri kamu," ucap Hans.

"Tidak, gue tau siapa dia." Suara Arguby berhasil membuat kedua malaikat itu menoleh.

"Arguby," ujar Alova lirih.

Arguby tersenyum sinis. "Kalian kerja sama, buat menutupi kesalahan kalian. Tuhan nggak akan mengampuni kalian, Tuhan pasti benci malaikat seperti kalian. Kalian pembunuh!"

"Arguby." Alova tak terima. "Lo nggak boleh bicara kayak gitu."

Hans tersenyum. "Lalu apa bedanya sama seorang pengecut yang nggak bisa menerima kematian kekasihnya."

"Itu semua karena perbuatan kalian!" bentak Arguby kesal.

"Tidak, Tuhan memang sudah menakdirkannya. Malaikat pencabut nyawa sudah menuliskan nama Audy sejak lama. Tapi, gadis itu terlalu baik. Dia selalu meminta pada Tuhan, agar hidup lebih lama. Dia ingin bahagia, bahagia dengan menyembunyikan penyakitnya."

"Heh." Arguby tercengang. "Penyakit?"

Hans mengangguk pasti. "Penyakit, yang dideritanya sejak umur tujuh tahun. Gadis itu selalu menangis, saat seorang malaikat pencabut nyawa berada di sampingnya." Hans menjelaskan. "Fakta bahwa dia ingin membahagiakan orang-orang yang dia sayang, sudah dikabulkan oleh Tuhan, dan itu adalah pilihan dia saat kecelakaan hari itu."

"Heh." Arguby lemas. Begitu banyak ucapan Hans yang tak bisa dimasukkan ke dalam akal pikiran. "Bagaimana bisa," ucap Arguby tak percaya.

"Benar, hari itu adalah hari dimana dia memiliki kesempatan terakhir, semuanya udah menjadi skenario Tuhan. Sampai kapanpun, Alova tak bersalah. Ia hanya menjalankan tugas," jelas Hans.

"Pembohong." Arguby masih tak mempercayainya.

"Malaikat tak pernah berbohong. Malaikat hanya mengatakan sebuah fakta yang sebenarnya."

"Cukup Hans," ujar Alova tegas. "Dia nggak akan bisa mengerti."

"Alova, kamu nggak bisa terus-terusan merasa bersalah." Hans berbicara dengan sedikit nada bentakan.

Arguby meninggalkan keduanya. Alova terlihat sangat merasa bersalah. Ia mengejar Arguby yang sakin cepat berjalan menjauh darinya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top