13. Misteri Alova

Alova berjalan cepat menuju Arguby. Ia mengambil paksa buku di tangan cowok itu. Satu tangan Alova meluncur ke area kening Arguby, namun ditepisnya tangan mungil itu oleh pemilik nama lengkap Ralion Arguby Permana.

"Lo, nggak bisa lagi buat gue hilang ingatan akan semua ini," ujar Arguby tegas.

"Arguby." Suara Alova sangat lirih, nyaris tak terdengar.

"Lo seorang malaikat, kan?"

"Arguby," ujar Alova ketakutan. "Maaf, tapi___"

"Gue inget semuanya."

___

Kejadian di bukit, saat Alova memegang tangan Arguby. Ingatan itu kembali, ingatan dimana Arguby melihat Alova dengan sayapnya di pesta ulang tahun Bella.

Alova memang sudah membuat semuanya hilang ingatan, termasuk Arguby. Namun, seharusnya dia tak boleh bersentuhan dengan orang yang sudah dibuatnya hilang ingatan.
Saat dirinya memegang lengan Arguby, dengan cepat cowok itu mengingat semuanya. Mengingat kejadian malam itu, dan mengingat saat Alova membawanya pulang dengan menggendong Arguby. Benar, Arguby setengah tersadar ketika dirinya tiba-tiba jatuh pingsan di depan Alova.

[[]]

Keduanya duduk di bangku panjang dengan jarak sekitar satu meter. Arguby menatap langit yang siang itu begitu cerah. Berbeda dengan Alova yang terdiam, memainkan jemari hasil kepanikannya karena Arguby.

"Sayap, buku, dan sikap lo, sudah jelas  bahwa lo bukan manusia. Tapi, gue belum bisa percaya." Arguby menerawang langit. "Apa yang lo lakukan di sini? Apa lo dihukum sama  Tuhan, atau lo jadi mata-mata di dunia ini?"

Alova terdiam, hingga akhirnya mengangguk pelan. "Benar, gue dihukum sama tuhan."

"Atas kesalahan apa? Apa seorang malaikat juga bisa melakukan kesalahan?" Arguby memandang Alova.

💦💦

Tiga ratus yang lalu ...

Alova adalah malaikat normal yang sedang menjalankan misinya sebagai malaikat cinta. Ia berjalan, sembari melenggangkan kakinya dengan nyanyian yang keluar dari bibir tipisnya. Dia tinggal di dunia manusia, namun tak terlihat. Ia akan terlihat jika dirinya bertugas sebagai penyatu cinta manusia.

"Sudah melakukan tugas?" Hans secara tiba-tiba ada di samping Alova.

Alova mengangguk riang. "Mereka akan hidup bahagia." Alova terlihat sangat bahagia.

Hans memberikan pujian dengan mengusap rambut Alova dengan lembut.

"Kerja bagus," ucap Hans. Disambut senyum oleh Alova. "Nanti malam aku tunggu di tempat biasa."

Alova mengangguk cepat. Hans selalu saja memberikan makanan paling enak saat Alova menyelesaikan tugasnya. Dalam sekejap Hans menghilang.

Alova masih harus melanjutkan tugasnya. Berjalan menelusuri komplek perumahan yang sangat sepi di pusat perkotaan. Alova adalah seorang malaikat yang baru saja dinobatkan karena kisah tragis yang dialaminya. Karena hati tulusnya, Tuhan memilih dirinya menjadi malaikat cinta.

Langkah Alova terhenti ketika melihat sepasang manusia yang sedang berjalan dengan senyum mengembang dikedua susut bibir pasangan itu.

"Andros," ucap Alova ragu. Tubuhnya tiba-tiba lemas dan melangkahkan kakinya mundur.

"Andros." Laki-laki itu tampak tengah tersenyum menggandeng tangan sang perempuan.

"Jadi, karena wanita itu, kamu nggak menyelamatkanku dari kecelakaan." Air mata Alova menetes.

Sejak pertemuannya dengan Andros yang merupakan kekasihnya, Alova terus mengikuti kegiatan Andros. Bahkan Alova mengetahui bahwa kekasihnya akan segera menikah dengan wanita pilihannya.

Alova sedih, ia berkali-kali absen dari tugasnya sebagai malaikat, hanya untuk mengetahui keberadaan Andros.

💦💦💦

Wajah Alova berubah pucat. Tatapan mata Arguby membuatnya gugup dalam menjawab pertanyaan darinya.

"Arguby, gue___" ujar Alova ragu.

Tiba-tiba, Arguby tertawa. Tawa yang sudah ditahannya sedari tadi.

"Cewek gila." Arguby membuang pandangannya dari Alova.

"Heh." Alova semakin bingung. "Arguby," ucap Alova.

"Hei, mana ada malaikat super rese kaya lo, dan nggak mungkin kali, malaikat hidup di bumi."

Alova menghela napas, lebih tepatnya lega karena Arguby sedang menggodanya.

Tawa Arguby hilang seketika. Wajahnya tampak kesal.

"Aish," gerutunya. "Gue yang udah gila. Kenapa gue percaya kalo lo itu bukan manusia."

Alova menoleh, dan menatap Arguby lekat. "Maafkan aku."

Arguby memejamkan matanya. Menggelengkan kepala, lalu menghembuskan napas kasar.

"Gue bener-bener gila," ucapnya lagi.

"Tidak, lo nggak gila. Semua pemikiran lo tentang gue, itu benar."

"Alova!" ujar Arguby sedikit berteriak. "Apa lo beneran gila? Aishh, mana ada malaikat bisa berubah jadi manusia. Malaikat itu nggak terlihat."

"Apa lo perlu bukti?"

"Bukti? Apa? Lo bisa ngilang dari hadapan gue? Hah!"

Alova menggelengkan kepala pelan.

"Gue bakal ngebuktiin, kalo gue emang bukan manusia."
Alova meninggalkan Arguby sendirian.

Arguby memejamkan matanya. Mengacak rambutnya sendiri karena terlalu keras berpikir.

"Aisshh," gerutunya kesal.

Ia kembali mengingat semua kejadian yang menyatakan bahwa Alova adalah seorang malaikat, namun ia menolaknya.

___
Alova berjalan menelusuri koridor sekolah yang sudah sepi. Bel pulang sudah berbunyi satu jam yang lalu. Ia hanya harus menyelesaikan tugasnya sebelum pulang dan beristirahat.

Indra pendengarannya bekerja, mencerna ucapan seseorang yang tengah berbicara dengan lawan bicaranya. Alova kepo, ia mendekat. Mencari sumber suara yang ternyata tak jauh dari posisinya sekarang.

"Pak kepala sekolah?" ujarnya ragu. Ia melihat lawan bicara kepala sekolahnya. "Hendri? Bokapnya Arguby."

"Akhir minggu ini, semua dana akan masuk. Pastikan kamu memberikan fasilitas yang lebih baik lagi buat mereka. Terutama, nilai." Hendri memberi instruksi.

"Apaan ini?" Alova semakin penasaran. Ia bergegas menjauh, tangannya mencari ponsel di dalam tas, dan menghubungi seseorang setelah menemukan kontak nomornya.

"Hans, kamu dimana?" tanya Alova tanpa basa-basi.

"Aku di rumah."

"Tunggu aku."

Alova menggunakan kekuatan teleportasinya untuk sampai di apartemen milik Hans. Cewek itu segera menekan tombol bel sebuah pintu apartment milik Hans. Tak lama, dibukalah pintu itu dan disambut oleh Hans.

"Ada apa? Genting? Sampai kamu harus ke sini?" Hans tanpa basa-basi memberondong Alova dengan pertanyaa.

"Genting, sangat genting."

"Apa?" Hans mempersilakan Alova untuk duduk. Ia mengambil posisi duduk di samping Alova.

"Pertama, Arguby tau kalo gue bukan manusia." Pernyataan gadis itu membuat Hans membulatkan bola matanya. "Kedua, ada yang nggak beres dari Hendri pemilik sekolah kita."

"Kamu yakin Arguby mengetahuinya?"

Alova mengangguk. "Gue udah buat dia hilang ingatan, tapi tiba-tiba dia ingat semua."

"Heh." Hans bingung. "Apa kamu menyentuh dia?"

"Menyentuh?" Alova memutar kembali ingatannya bersama Arguby. "Ah, iya."

Hans memejamkan mata, menyesal dan juga mencoba menahan emosinya. "Kamu cinta sama dia?"

"Heh." Alova bingung.

"Benar, kalo kamu mencintai dia, atau dia yang mencintai kamu. Kekuatan kamu nggak akan berguna, semuanya akan hilang."

"Maksud kamu apa, Hans?"

"Kekuatan kamu nggak bakal berfungsi untuk orang yang kamu sayang, atau orang yang menyayangimu."

"Jadi, Arguby menyukaiku?"

"Bisa jadi, atau kamu yang menyukainya." Hans menatap kosong layar TV yang tak menyala. "Dan, jangan pernah ikut campur dengan urusan manusia, itu hanya akan membahayakan kamu."

Alova menatap Hans. "Tapi, Hans. Hendri melakukan kejahatan, kita harus menghentikannya."

Hans menggelengkan kepala. "Bukan urusan kita, bukan tugas kita," jawab Hans.

"Tapi," ujar Alova terhenti.

"Apa yang akan kamu lakukan pada Arguby?" sela Hans.

"Entahlah, aku belum memikirkannya," jawab Alova datar.

"Istirahatlah, kamu terlalu banyak pikiran akhir-akhir ini." Hans memerintahkannya.

___

Arguby menghela napas berat. Ia mencoba memejamkan matanya, namun gagal. Berkali-kali mengubah posisi tidurnya. Pikirannya melayang, memikirkan Alova yang sudah memenuhi otaknya.
Arguby duduk, merutuk dirinya sendiri. Namun, ketukan pintu kamar membuyarkan pikirannya.

Tanpa diperintah untuk dibuka, si pengetuk sudah lebih dulu membukanya. Arguby mendengkus, melihat Attar masuk tanpa izinnya.

"Apaan?" tanya Arguby kesal.

Attar mengambil posisi duduk di tepi tempat tidur Arguby.

"Ada yang nggak beres dari Papa," ucap Attar serius.

"Udah gue bilang, nggak usah ikut campur."

"Daniel, dia salah satu siswa VIP itu," sela Attar.

"Apa?" Tertarik dengan ucapan Attar, Arguby menoleh, menatapnya lekat.

Attar mengangguk pelan. "Kemarin gue ngeliat Bokapnya dia." Attar berusaha meyakinkan. "Kita harus selidiki itu."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top