12. Kasus

"Yang gue inginkan saat ini, hanya bersamamu."

-Ralion Arguby Permana-

[[]]

Arguby menatap Alova lekat, hingga akhirnya dia tersenyum dan tertawa. Membuat Alova mengerutkan kening. Memandang Arguby aneh.

"Kenapa?" tanya Alova bingung.

"Bercanda lo garing." Arguby menarik senyumnya kembali. Ia menatap Alova kesal.

"Berhenti ikut campur urusan gue, terlebih tentang masa lalu gue."

"Guby, dengerin gue. Serius, itu gue."

"Alova, apa masuk akal? Anak SMP bisa mengendarai mobil dan dengan ahlinya dia kabur? Iya?"

"Ceritanya panjang. Lo nggak bakal percaya kalo gue cerita."

"Tentu, semua yang keluar dari mulut lo aja, gue nggak percaya."

"Guby, gue serius. Gue yang nabrak cewek lo, Audy." Alova berucap serius.

"Udah deh, nggak usah bahas. Kalo lo cuma mau ngomong itu, mending kita pulang. Gue sibuk," ujar Arguby lalu bangkit dari duduknya.

Alova mencegahnya dengan meraih pergelangan tangan Arguby. Cowok itu memejamkan matanya, Alova segera melepaskan tangannya.

"Maaf," ujarnya lirih.

Arguby menghela napas, perlahan menoleh ke arah Alova.

"Gue anter pulang sekarang," ucap Arguby pelan.

"Tapi___"

"Ayo!"

Arguby berjalan, dengan terpaksa Alova mengikutinya.

"Guby, gue belum selesai ngomong," ucap Alova mencoba mencegah langkah Arguby.

Arguby tersenyum. "Oke, lo yang nabrak Audy, Lo yang menyebabkan Audy meninggal. Puas?"

"Arguby, gue serius."

"Lo punya bukti, kalo lo yang nabrak Audy?"

"Heh." Alova bingung, ia menggelengkan kepala dengan perlahan.

Arguby lagi-lagi tersenyum.

"Nggak gitu caranya, lo nyari tahu masa lalu gue. Lo sama Bella itu sama,  persis!"

"Guby!" protes Alova.

"Udah deh, gue laper. Mending kita cari makan."

Alova menghela napas. Lalu kembali mengikuti langkah Arguby dengan cepat.

[[]]

Attar menghentikan langkahnya, ketika kuping caplang miliknya mendengar sebuah percakapan dari ruang tamu rumahnya. Ada seorang tamu yang sedang berbincang dengan ayahnya.

Matta Attar sekilas meliriknya. "Kepala sekolah?" tanya Attar lirih.

Ia melihat ayahnya tertawa. "Nggak biasanya Papa kayak gitu." Attar heran. Ia hanya mengenal seorang
Hendri Permana adalah sosok ayah yang tegas. Selalu menggunakan uang sebagai tanda kasih sayang untuk keluarganya. Dia berpikir bahwa uang adalah segalanya.

"Atur aja, besok kita kumpulkan orang tua siswa VIP, dan juga siapkan tempat dan makanan yang paling enak."

Attar mengerutkan keningnya, berpikir atas apa yang dilontarkan oleh ayahnya.

"Siswa VIP?" Attar berpikir. Niatnya bukan menguping pembicaraan ayahnya dan tamu yang datang hari itu. Tapi, melihat gelagat Hendri yang tak biasa, membuat Attar penasaran.

"Ngapain?" Suara Arguby mengagetkan Attar yang sedang serius menyimak obrolan Hendri dan si kepala sekolah.

"Aish, ngagetin aja," gumam Attar kesal. Mata Arguby melihat ke ruang tamu. Segera Attar menarik lengannya untuk menjauh. Keduanya kini menaiki anak tangga.

"Apaan, sih?" Arguby mencoba melepaskan tangan kakaknya.

Setelah sampai di lantai dua, Attar melepaskan tangan Arguby.

"Udah sejak kapan lo melihat Papa sama Pak Wira?" tanya Attar penasaran.

"Eh, gue nggak kepo kayak lo, gue juga baru pulang, kok." Arguby berjalan menuju kamarnya.

"Ada yang beres dari Papa," ucap Attar. Arguby mengurungkan niatnya membuka pintu.

"Maksud lo?" Arguby menoleh, dan menatap Attar bingung.

Attar mengangguk. "Siswa VIP, apa maksudnya coba? Gue harus selidiki ini."

Arguby tersernyum sinis. "Nggak kayak biasanya. Otak lo kan cuma ada mantan-mantan lo, ngapain mikirin urusan Papa," jawab Arguby datar.

"Ini beda. Papa nggak bener, gue harus cari tahu."

"Terserah lo, gue capek."

Arguby memasuki kamarnya, ia menjatuhkan tubuhnya tepat di atas tempat tidurnya. Memikirkan ucapan Alova sore tadi. Lagi-lagi ia menghela napas, lalu menutup matanya.

"Lo sebenernya siapa? Kenapa lo dateng di kehidupan gue?

[[]]

Attar duduk di tepi lapangan bola. Menggunakan pohon beringin sebagai tempat berteduhnya dari sinar matahari. Mengedarkan pandangan yang siang itu sedikit lebih ramai karena jam istirahat sedang berlangsung.

Matanya menangkap sosok perempuan paruh baya yang berbusana rapi dan juga sangat elegan. Cara berjalan yang cepat dan sebuah tas di kalungkan di lengannya ala-ala wanita high class.

"Tante Voni?" tanyanya semakin penasaran. "Buat apa nyokapnya Angel datang." Attar penasaran.

"Ah, siswa VIP? Angel?" Attar mendapat jawaban. Ia membulatkan matanya. Secepat kilat meninggalkan tempat bersemayamnya. Mengikuti langkah Voni secara diam.

Voni terus berjalan menelusuri koridor sekolah siang itu. Tentu, dia jadi pusat perhatian siswa-siswa karena gaya dan kecantikannya tidak manusiawi. Dia adalah istri pejabat tinggi negara yang akan mencalonkan diri sebagai seorang presiden.

Langkah Attar terhenti tak jauh dari pintu ruangan yang dimasuki Voni.

"Ah, ruang meeting VVIP," ujarnya lalu tersenyum sinis.

"Attar? Sedang apa kamu di sini?"

Seorang laki-laki berbadan tegap sudah berdiri di belakang Attar.
Dia menoleh dan mendapati laki-laki bersetelan jas.

"Om Nugi." Attar tersenyum. "Mau meeting juga, sama Papa?"

Laki-laki bernama Nugi mengangguk sembari tersenyum.

"Silakan, Om."

Nugi adalah pebisnis kaya yang perusahaannya memiliki banyak cabang. Dia adalah ayah dari Daniel yang merupakan sahabat dari Arguby.

Attar berjalan meninggalkan lorong sepi itu. Ia tersenyum kecut, otaknya bekerja dengan cepat menyaring semua apa yang dilihatnya hari ini.

"Papa, apa yang bakal Papa lakukan. Kenapa harus ada siswa VIP di sekolah?" Attar bertanya pada diri sendiri.

___

"Guby, lo marah sama gue?" Alova mengoyak dengan gerakan kecil di pundak Arguby. Cowok itu hanya terdiam, menatap jendela kelas yang sudah sangat terang oleh sinar matahari.

"Guby," ucap Alova.

"Apa, sih? Nggak, gue nggak marah." Arguby menatap Alova. Daniel yang menyaksikan hanya menggelengkan kepala.

"Baru aja jadian, udah berantem aja. Udah kayak berumah tangga lo," ledek Daniel.

"Diem!" ujar Arguby ketus.

"Sialan lo," jawab Daniel memilih meninggalkan mejanya.

Arguby bangkit, membuat mata Alova mengikuti wajah cowok itu.

"Mau kemana?"

"Lo di sini aja. Jangan ikutin gue."

"Lo marah sama gue? Guby, tolong jelasin."

"Nanti, kalo pikiran gue udah tenang." Arguby meninggalkan Alova.

Dan lagi, atap adalah tempat pilihan Arguby untuk menenangkan pikirannya. Ia berbaring di bangku lusuh panjang yang terkena sinar matahari di bagian kakinya.

Ia menyalakan musik favoritnya dan meletakkan ponsel di atas dada bidangnya. Seperti biasa, menutupi matanya dengan lengannya.

Saat satu tangannya meraba ponsel miliknya, ponsel itu malah terjatuh ke lantai berwarna hijau itu. Arguby mendengkus. Menurunkan lengannya dan membuka matanya. Mengubah posisinya agar bisa mengambil ponsel miliknya.

Setelah berhasil mengambilnya, kini matanya tertarik pada sebuah buku yang tergeletak di bawah kursi itu.

"Apa ini?" Arguby mengambil buku kecil, kusam dan berwarna pudar di tangannya. Menatapnya dengan perasaan penuh rasa penasaran.

Tertarik dengan buku itu, Arguby mengubah posisi duduknya. Perlahan ia membuka lembaran pertama. Mendapati nama Alova di sana.

"Alova?" Penasaran dengan buku itu, ia membuka halaman selanjutnya. Membaca setiap kata yang tertulis di dalam buku itu.

Hampir tiga puluh menit, Arguby membacanya, tampak begitu terkejut dengan isi dari tulisan yang ada di dalam buku itu.

Bola matanya membulat, ekspresi wajahnya tak percaya.

"Arguby." Suara Alova membuat Netra Arguby berpaling. Keduanya tampak sangat terkejut.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top