002 hari ketujuh bulan juli

Blue Lock © Kaneshiro Muneyuki & Nomura Yuusuke
case: Michael Kaiser/Haon Ruina

a fanfiction inspired on And Then is Heard No More by Mili

since there's no birthday for Kaiser yet, I use Tanabata celebration for the exchange!

warnings: major character death(s), blood, reincarnation(s) au


.


Kembali, bercak merah hadir dalam penglihatanmu. Maka, kau menghela napas―muak―ketika darah memekatkan rambutnya yang merah muda. Kau tak lagi menghindarkan tatapanmu setelah putaran ke tujuh, jadi sejenak, kau hanya membantu agar ia dapat menutup mata dengan damai.

Setidaknya, kau tak melihatnya bunuh diri. Atau kau, dengan keterpaksaan keadaan, tak perlu lagi membunuhnya.

Namun, kau tak bisa berhenti untuk bertanya-tanya. Kapan terakhir kali kau dapat melewati hari ketujuh bulan Juli tanpa tumpah darah? Mungkin di angka tujuh pula kau berhenti menghitung. Ah, barang kali, apakah ketika putaran tujuh ratus tujuh puluh tujuh, maka kau dapat kembali di kehidupan lamamu?

Tidak. Ini aku. Selanjutnya, pasti.

Lantas, tak lama kemudian, kau ikut mati. Mungkin ikut ditusuk, denganmu sebagai saksi mata, tetapi kau tak lagi terlalu peduli. Oleh angin yang berembus, oleh daun yang berdesik, api lilin memadam; akhir dari hidupmu. Maka, kau merengkuh kegelapan, dan menemukan dirimu kembali di putaran selanjutnya.

Kali ini. Aku pasti melewatinya.

Kali ini.

Kali ... ini.

(Hei.)

Kali ini?

(Sampai mana kepercayaan dirimu bisa menggebu?)

(Kau diam-diam memelototi jejak tersisa batang-batang lilin yang mencair; apakah mereka―kau di masa lalu―juga diam-diam enggan untuk mengucap selamat tinggal?)

Kau tak diizinkan untuk berpikir dengan waktu yang terus mengejar. Maka, kali ini kau mendapatinya sebagai seorang putri. Seolah sebuah drama picisan, peranmu menjadi kesatria―pengawal pribadinya. Ada beberapa detik untukmu kembali menundukkan kepala begitu pertemuan resmi pertama kalian, tetapi kau sulit mengelak untuk mengatakannya cantik.

Lekas pula, pahit menyesap lidahmu karena telah berpikir seperti itu. Tamparan dari alam bawah sadarmu segera berkata, Ah, andaikan bukan karena kau.

Namun, sebagai orang rendahan, mulutmu tetap bersumpah setia. Ah, lihatlah. Sungguh ironi. Sudut hatimu tertawa menyedihkan. Itu adalah keping dari kehidupan pertamamu, di mana kau seorang pangeran merangkap raja masa depan, dan ia seseorang yang rakyatmu dulu katakan sebagai salah satu makhluk terkutuk.

Mungkin, mereka benar makhluk terkutuk, karena kau berakhir dengan penuh nestapa. Namun, di dongeng ini, kau memang penjahatnya. Atau, barang kali sudut hatimu juga ingin menyalahkan kekuatan rombongan manusia yang menyeretmu dalam keputusan untuk membasmi mereka. Keragu-raguan kembali berbuih, apakah keberanianmu, kelantanganmu, keangkuhanmu sungguh menyelamatkan salah satu pihak?

Maka, kau menutup mulut, di kehidupan ini bersumpah untuk satu hal; apapun yang akan terjadi, perintahmu akan kuturuti, aku takkan mengangkat suara.

Karena, keputusanmu hanya membuat tragedi.

Karena, segalanya sia-sia saja.

Karena―

("Festival Bintang, ya ...?"

"Kau pernah turun langsung ke sana?"

"Sejujurnya, saya hanya pernah melihatnya dari kejauhan."

"Hmm ...."

"...."

"... apa harapan yang kau gantung?"

"... semoga segalanya dapat berakhir."

"... ah. Kau ... memang muak dengan ini, ya?"

"Bagaimana, ya?")

Karena, kau sekarang tak berdaya dengan terus berharap.

Dari sudut hatimu, kau tak bisa berhenti untuk mencela, luar biasa, tanggal kematianmu (dan gadis itu) dirayakan di seluruh negeri. Namun, cukup lucu, mengingat kalian berdua berpamitan di dunia ini, bukan reuni dramatis sekali dalam setahun.

Kalau ia mati lebih dulu, kau akan mati.

Kalau kau mati lebih dulu, waktu tak mengizinkan untuk berhenti.

("Kuharap kau dapat menderita dengan apa-apa yang telah kualami saat ini!")

(Lantas, kau mengingat kembali bilah guillotine yang terjun memenggal kepalanya.)

Jadi, artinya mati segan, hidup pun tak mau. Jadi, tak perlu kau melakukan apapun, takdir itu sudah absolut.

Huh. Lama-lama, kau semakin mendengki dengan kekuatan terkutuk itu yang timbul secara natural, seolah-olah ia berupa makhluk yang diagungkan. Luar biasa. Fantastis.

Maka, kau dengan payahnya menyelipkan kertas tanzaku putih dalam gantungan pohon bambu. Upaya terakhir yang sia-sia bagimu, untukmu yang tengah menghitung detik-detik kematian di hari ketujuh bulan Juli. Untuk jiwamu yang tak punya tempat berpulang. Siang dan malam, barang kali ia dari kehidupan pertama tengah mentertawakanmu dalam wujud hantu. Mengingatkan, siapa dirimu yang keji ini.

Lantas, kau menonton tarian persembahannya dengan menyedihkan. Mengamati apa-apa saja yang akan menjadi penyebab kematian kalian kali ini. Kecelakaan? Penyakit mematikan? Pembunuhan?

Ah.

Di sana.

Refleksmu segera menghunus pedang. Kau menyadari kericuhan di antara hujan panah, obor yang membakar, tetapi matamu tetap berada ke arahnya. Siapa yang akan pertama mati kali ini?

Yah, mau mati atau tidak sekalipun, kau tidak lagi keberatan. Jika berakhir, maka berakhirlah. Jika kau akan terus berlanjut, maka berlanjutlah. Jadi, kau tak lagi peduli oleh simbah darah yang mengalir dari robekan arterimu, juga jerit melengkingnya yang memanggil namamu.

Kau hanya meninggalkan lambaian singkat―sebuah perpisahan. Namun, teriak dramatisnya segera merubah kehampaanmu menjadi gejolak emosi.

"Pulang hidup-hidup! Kau ingin kehidupanmu lepas dari jerat nyawaku, kan?! Jadi, kembalilah hidup-hidup, dan aku memberikanmu kebebasan!"

Ha. Hahahahaha.

Sungguh. Untuk pertama kali dalam sekian kehidupan, kau melihatnya menangis. Dalam diam, kau tertawa terbahak-bahak.

"Anda .... Kau sedikit salah paham, Haon Ruina." Kau tahu mengucapkan namanya tanpa gelar adalah suatu kelancangan, tetapi kau juga akan mati nantinya, jadi masa bodoh. "Aku, Michael Kaiser ini, ingin bebas menuju akhir dari hidupku sendiri. Jadi, kebebasan yang kau sebut hanya perlu merelakanku mati, ya?"

Ya, menangislah. Menangislah untukku. Cobalah menyesal di sisa kehidupanmu dengan terus mengingat rajutan kisahku. Jika kau mengutukku di masa lampau, kali ini berdoalah untuk jiwaku menjadi tenang.

Karena, kebahagiaan dalam kisah ini adalah mustahil. Andai-andai dirimu di masa lampau. Jadi, kau menutup mata, enggan untuk melihatnya.

Namun, jika. Jika suatu saat kalian dapat menuntaskan segalanya, kau berharap memulai segalanya ini kembali dari nol. Lagi menyisipkan ingin bahwa Orihime dan Hikoboshi akan mendengar dan bersimpati oleh perpisahan tak kunjung usai ini, sebagai yang telah terpisah berkali-kali.

Lantas, kau tak lagi mendengar apa-apa.

Di hari ketujuh bulan Juli, kau berakhir dalam simbah darah.

(Waktumu akhirnya berhenti. Itulah bayaranmu; jiwa untuk jiwa.)

-end.

Pertanyaan: kenapa akhirnya bisa mati?

Kutukannya Ruina itu kan biar Kaiser ngerasain apa yang udah dirasakannya, dan finalnya, Kaiser udah rela berkorban mati lebih dulu demi dia. Jadi, syaratnya ada dua: Kaiser mati lebih dulu, terus dia mati itu harus gegara ngorbanin diri buat Ruina karena Ruina 1.0 ngorbanin diri buat (rakyat) Kaiser. Singkatnya, jiwa untuk jiwa. NAH TERUS, Ruina di kehidupan ini malah balik pengen Kaiser bahagia, jadi kutukannya keangkat dengan sendirinya.

Aku pengen ngejelasin ini dalam cerita sebenernya, tapi ternyata ini lebih panjang dari dugaanku. Langsung ku-cut aja di sini makanya HAHAHAHAHAHA /pain.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top