7
Selepas turun dari meja hijau, tangannya tak berhenti bergetar. Ada kesesakan yang ia tahan. "Tahan, kamu kuat!" bisikan itub terus menerus menghujam terlinganya. Membuat hatinya kebal. Dan pura-pura lupa kejadian barusan. Ia kini menjadi peserta sidang, menonton Aryan dengan suara imutnya mrmbacakan draft sidang. Tak ada yang memaki, malah para senior mengulum bibirnya, menahan tawa. Lucu sekali pimpinan sidangnya, pikir mereka. Mau tak mau Selenia ikut tertular.
...
Pagi ini, semua peserta dan panitia saling bersalaman. Seluruh rangkaian acara dinyatakan selesai. Keseluruhan panitia meminta maaf karena meresa terlalu kasar, dan banyak pula yang memuji keteguhan Selenia. Menggodanya. Mengira ia sungguhan pacaran dengan Ethan. Mereka katanya melihat kecocokan diantara keduanya. Entahlah, Selenia tak percaya. Ethan hanya mengangguk sesekali sambil agak menunduk, maklum tingginya melampau batas wajar. Sementara itu, Aryan sibuk di kerubuni mahasiswi senior yang mencubitnya gemas.
Tetapi jiwa Selenia melayang entah dimana. Dia tak terlalu menaanggapi, sesekali tersenyum canggung. Matanya bergerak resah, mencari seseorang yang membuatnya gundah. Hingga akhir antrean, yang dicari tak kunjung ditemukan. Gadis itu menghela naps kecewa.
"Woi! Lo nggak mau nangis?" Ethan mengampiri dan menoel-noel lengannya.
"Udah nggak."
"Gua tau nahan nangis itu bikin nyesek. Kayak ada batu kilo ngeganjel di ulu hati. Nggak bisa ditelen, tapi harus di keluarin. Dan cara ngeluarin batu tersebut adalah dengan cara mewek." Selenia menggeleng.
"Katanya kalau nangis di tahan, suatu saat akan keluar juga. Tapi dalam bentuk lain." Kening Selenia mengkerut, penasaran.
"Cie. Kepo, ya?" Selenia mengubah mimik wajahnya menjadi datar kembali. Sialan. Pria itu mengerjainya lagi. Kakinya mengentak, dan berlalu pergi meninggalkan Ethan yang meraung-raung memanggil namanya.
...
Selasa itu, seharusnya Selenia tidak usah ke kampus. Karena jadwal kuliah semester 2 hanya dari rabu hingga sabtu. Dan untuk pertama kalinya, Selenia singgah di kampus saat hari libur. Untuk mengerjakan makalah kelompok yang harus di kumpulkan esok hari. Sialan. Teman-temannya tidak ikut bekerja. Mereka acuh, dan hanya mengiriminya Nomor Induk Mahasiswa. Enak saja. Mereka pikir makalah itu gampang? Tinggal copy paste dari internet. Itu mah namanya menyadur.
Kuota habis diakhir bulan. Membuatnya harus memutar otak. Dan kampus tercinta adalah pelarian terbaik untuk mengatasi masalahnya.
Perpustakaan menjadi tempat terbaik. Di sini ia bisa mengambil sebanyak apapun buku untuk bahan makalahnya. Tak usah mengeluarkan uang untuk membelinya. Uangnya bisa ditabung untuk beli album Yesung.
Duduk di pojok yang jarang di lewati orang. Ia menyendiri, dan menyepi. Karena ia lebih suka mengerjakan tugas sendirian, tanpa suara yang menganggu.
Selenia mengubek-ubek isi buku yang ia bawa lebih dari sekali. Isinya tidak sama dengan silabus materi yang ia cari. Sialan. Akhirnya ia membuka internet, mencari materi yang serupa. Lumayan mendekati, iapun salin, tak lupa mencantumkan sumbernya.
"Sibuk banget, ya?"
Suara itu lagi. Suara yang dalam dan selalu terngiang di kepalanya. Ia menoleh dan mendapati pria itu tengah menatap penuh minat pada laptopnya.
"I-iya."
Pria itu manggut-manggut. Lantas memutar kepalanya sedikit, menatap Selenia. Tepat di matanya. Gadis itu bergeming. Ada sensasi ribuan laba-laba merayap di tengkuknya. Ia merinding, melihat mata sebening kristal itu menatapnya.
Wajahnya memanas. Cepat-cepat ia berpaling, menatap ke arah keyboardnya yang menganggur. Mengigit bibirnya salah tingkah.
"Itu bukan tugas resensi, kan?" Jari telunjuk lentik itu menunjuk pada layar laptopnya yang menampilkan deretan paragraf. Resensi? Ah, iya, buku yang di rekomendasikan buku tempo hari belum di kembalikan. Waktu peminjaman hanya satu minggu. Untung saja masih ada hari esok, jadi dia tidak perlu di denda.
"Bu-bukan, kak," jawabnya sambil menggeleng.
"Oh, iya, sekarang dibuka pendaftaran untuk anggota BEM. Udah daftar?"
"Belum, Kak."
Pria itu menatap jam tangannya, "Untuk persyaratan, ada di mading." Lantas beranjak dari tempat duduk. "Aku keluar dulu, ya. Semangat!"
Tangan yang tadi menunjuk layar laptopnya. Kini mendarat di atas ubun-ubunya. Meengusapnya pelan. Mencegah rambut yang terikat itu acak-acakan. Tak lama, sentuhan itu menghilang seiring sang pemilik berlalu dari pandangan.
Selenia merinding seketika.
Ia memutar badannya, mencari bayangan Widi. Tetapi yang dicari telah hilang tertelan pintu. Selenia menghela napas. Menyentuh puncak kepalanya. Masih terasa kehangatannya. Ia merinding lagi.
Selanjutnya ia tidak fokus melanjutkan tugas makalahnya. Ia jadi memikirkan Widi. Senyumnya yang memunculkan dekik istimewa di bawah bibirnya. Tatapannya tajam namun menggetarkan. Pakaiannya yang pas dibadan, membuat tubuh tegapya tercetak jelas. Ia jadi membayangkan pahatan perut kotak-kotak yang ada dibalik kemeja hitam itu. Astaghfirullah, Selenia! Hentikan pikiran-pikiran busukmu itu. Kamu sudah menelanjangi Widi dalam otakmu! Ah, Widi, kehadiranmu telah membuyarkan konsentrasi orang lain!
Gadis itupun mendesah frustasi. Lantas membenturkan jidatnya ke keyboard laptop. Sialan! Kenapa laptop ini dekat sekali, sih? Lihat! Di layar itu kini bermunculan huruf-huruf aneh yang tidak bisa dibaca. Iapun menggosok jidatnya, nyeri.
Ia memasukan laptopnya setelah dimatikan. Baru saja ia akan beranjak dari kursinya. Tiba-tiba ponselnya bergetar. Tidak hanya sekali. Terus-terusan, hingga ia merasa tangganya kesemutan. Gadis itupun meletakan ponselnya di meja, dan memandang notifikasi yang datang berderetan.
Ternyata ada yang membuat grup baru. Judulnya "PEMIRA 2K19".
Pesan pertama dari Kang Syamsul selaku ketua panitia pelaksana.
"Asalamualakum, kepada seluruh mahasiswa yang kemarin melaksanakan PKM, kami harap dapat membantu kelancaran pelaksanaan PEMIRA (Pemilihan Raya) Presiden Mahasiswa dan Wakil Presiden Mahasiswa. Terimakasih."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top