8 - Perang Dunia (Jilid II)

"Huh... Capeeee," keluh Gina sambil menelungkupkan kepalanya di meja.

Kemarin dia tak bisa istirahat total meskipun dari acara fansign Kiev yang tidak bisa dipungkiri sangat menguras energinya. Dia harus mengerjakan PR untuk hari ini. Kenapa sih harus ada PR di dunia ini?

"Makanya jangan mabal. Udah tau cape juga masih ajaaa dilakuin. Nih ya ibarat kata, lebih banyak buruknya daripada kebaikannya lo ngejar-ngejar itu sabun," ceramah Dion sambil menjitak kepala Gina.

Gina menyentakkan kepalanya dan menoleh ke arah Dion, masih dengan kepala yang menempel pada kedua tangan di meja. Gadis itu melotot dengan garang.

"Bacot lo, Yon." Tangan Gina meninju lengan Dion dengan tangan kirinya.

Dion nggak tau aja, Gina akan tersenyum-senyum sendiri saat mengingat wajah malaikat Kiev. Saat bagaimana jantungnya akrobat berhadapan langsung dengan tu cowok. Oh My... nggak bisa dijelasin sama kata-kata deh.

Dion mengacuhkan sakit di lengannya akibat tinjuan Gina, kemudian ia ikut menelungkupkan kepala seperti Gina dan menatap cewek itu tepat di manik mata.

"Nang, gue mau curhat." Tangannya terulur untuk mencubit ujung hidung Gina.

"Paan? bayar. Satu kata, lima rebu," sahut Gina males-malesan. Matanya merem melek ingin tidur.

"Ebuju bisa bangkrut gue kali." Dion kemudian menyentil dahi Gina.

"Tumben-tumbenan pengin curhat. Biasanya juga nistain gue mulu."

"Mangkanya dari itu lo harus dengerin gue."

"Curhat sana sama Bu Ratna."

"Deh mending curhat sama Mamah Dedeh."

"Nah itu tau."

"Mamah Inang curhat dooong," rengek Dion, jari telunjuknya bergerak jail menusuk-nusuk pipi Gina.

"Ngantuk niiih. Kapan-kapan ajaa. Ganggu lagi gue gigit nih."

"Nggak seru lo, Nang," kata Dion mendengus dan menarik jarinya.

"Ginaaaa...." panggil Melin sembari menyentuh pundak Gina yang membuat gadis itu menegakkan tubuhnya.

"Kenapa, Lin?"

"Jadi gimana kemaren? Cerita dooongggg?!!!" tanya Melin heboh.

Mata Gina yang sudah tinggal beberapa watt itu pun kembali bersinar.

"Gila ya jadi kemaren tuh----"

Gina bercerita dengan semangat empat lima. Cewek itu menceritakan semuanya mulai dari dia bangun tidur sampai selesai acara. Berbeda dengan Melin yang antusias, Dion mendengarkan ocehan Gina dengan jengah. Cowok itu beberapa kali mencela cerita Gina dengan komentarnya yang sama sekali tidak berbobot.

Kemudian mata Dion berubah menjadi ijo saat Gina mengeluarkan sebuah kertas berisi tandatangan Kiev untuk ditunjukkan pada Melin. Belum puas Melin memandangi, kertas itu telah dibawa kabur Dion yang berlari sambil mengejek Gina untuk mengejarnya.

Mereka pun kejar-kejaran layaknya Tom and Jerry. Dion dengan gesit menggunakan kertas itu layaknya bola basket saat Gina ingin merebutnya, tangannya bergerak lincah bergerak ke kiri ke kanan, ke atas dan ke bawah berulang kali.

Sudah enam kali mereka mengelilingi ruangan kelas ini dan keduanya sama sekali belum menyerah untuk berhenti. Pas-pasin aja jadi tujuh keliling biar kayak tawaf sekalian.

Dion kemudian berlari keluar kelas.

"Yoon capeeeek niih," rengek Gina akhirnya sambil mengatur napas dan menumpukan kedua tangannya pada kedua lutut yang ditekuk.

Dion berjalan mundur sambil menyeringai.

"Udu udu kasian, nih kertasnya," kata Dion yang juga terengah karena lelah, dia menyodorkan kertas berharga itu pada Gina.

"AWAS OYYY DARURAAAAT NIH GUE KEBELEEET EEK UDAH DI UJUNG VANTAAAT!!" Tak ada yang menyangka teriakan dari Opal yang lewat berlari dengan kecepatan soniq itu adalah awal dari segala bencana.

Dion jadi terputar-putar karena makhluk superbesar itu menyenggol badannya, dia nyaris masuk got andai Gina tidak gesit menangkapnya.

Dion membuka matanya perlahan. Dilihatnya wajah Gina yang hanya berjarak beberapa inci.

Debaran itu hadir lagi.

Lo bisa bayangin posisi mereka persis kayak di FTV FTV. Bedanya yang nangkep itu si cewek.

Tangan Gina masih melingkar di pinggang Dion dan tangan Dion pun refleks tertaut pada pinggang Gina.

Berbeda dengan mata Dion yang terkunci pada mata Gina dan berusaha mengontrol degup jantungnya. Mata Gina menerawang miris dan hatinya tertohok dalam.

Dion terkaget-kaget saat bulir air mata tepat jatuh di wajahnya. Berasal dari mata yang sedari tadi menjadi fokusnya.

"ANJAAAY. Kenapa lo pada peluk-pelukan?!" komentar Shandy histeris.

"Ker...tas...nya," lirih Gina menyayat hati.

Gina kemudian menatap mata Dion dalam dan penuh kebencian. Aura yang sama seperti gadis itu murka dulu. Bahkan mungkin sekarang lebih pekat lagi. Gadis itu melempar Dion ke samping.

Hancur sudah FTV mereka.

Dion masih memaku setelah pantatnya terhempas di lantai marmer dengan keras.
Tapi untung aja si Gina nggak ngelempar Dion ke depan, ya percuma ditangkep kalau akhirnya nyebur ke got juga.

Gina menyelamatkan kertas itu dengan tergesa dari dalam got. Untung aja itu got bersih. Tapi ya sekali got ya tetep got. Apalagi musim penghujan gini. Dimana ada got disitu ada aer. Gina memandang miris kertas tanda tangan Kiev yang telah basah kuyup. Hasil goresan penanya pun meluntur. Pokoknya kacau kacau kacau. Super kacau.

Dion kemudian memandang gadis itu nanar saat melihat tangisannya semakin menjadi.

Dion jarang liat Gina nangis. Dia cuman satu kali liat cewek itu mewek bersama Arlyn gara-gara nonton film India yang memang Dion akui sangat menyedihkan .
Apa pun itu, pokoknya Dion tau Gina bukan tipe cewek cengeng. Tapi sangat disayangkan, sekarang ini malah tangis gadis itu disebabkan oleh dirinya. Dirinya yang benci tangisan cewek itu.

Gadis itu lemas dan kakinya terselonjor begitu saja. Airmata nya tumpah ruah seperti keran air.

"DIOOOON INI GARA GARA LOOO HUAAAAA!!!"

"LOO KENAPAA SIH SUKA BANGET RUSAKIN BARANG GUEE HUHUHUUU!!!"

"TERUS INI GIMANA HA GIMANAAA!!!"

"LO NGGAK TAU PERJUANGAN GUEEE!!!"

"TERUS GUE NGGAK BAKAL LAGIII KE SANAAAA!!!!"

"MAK GUE NGGAK BAKAL IJININ GUE LAGI KE SANAAA!!!"

"KEMAREN KESEMPATAN PERTAMA DAN TERAKHIR GUEEE HUAAAA!!!!"

Dion mendekati Gina dengan langkah ragu-ragu. Lidahnya terasa sangat kelu.

"LO JAHAT LO JAHAAAAT!!!" Gina meninju dada Dion sesuka hatinya. Dion hanya pasrah merasakan sakit yang teramat di dadanya. Yap, tinjuan Gina merupakan hal yang tidak dapat dianggap remeh sama sekali.

Tinjuan Gina mulai melemah. Cewek itu lalu menyandarkan kepalanya di dada Dion setelah merasa lelah. Gina masih tersedu sambil memaki.

Gina menyentakkan kepalanya dan menatap Dion dengan matanya yang sembab.

"Gue nggak mau lagi ngomong sama lo," kata Gina pelan namun dingin.

Gadis itu berlari ke dalam kelas meninggalkan Dion yang semakin terpaku ngilu.

"Yoon... sadar," Shandy menepuk pundaknya.

"Gue manggilin Arlyn dulu ya di Osis," kata cowok itu kemudian.

Dion mengambil kertas yang sudah basah kuyup itu. Kemudian melangkahkan kaki memasuki kelas, ia terpaku lagi di bibir pintu. Dilihatnya Gina di belakang sana menelengkupkan kepala dengan bahu naik turun. Gadis itu masih menangis. Terdapat anak-anak lain yang sedang berusaha menghiburnya.

"Hayooooloh Diooon," ujar Udin memprovokasi. Emangnya mereka sekarang anak SD?

Melihat Dion hanya menatapnya tajam Udin langsung bungkam dan menutup mulutnya.

"Naaaa. Udah dong Naaaa... Jangan nangis lagi, lo mau jambak Dion? Jambak aja lagi Na," kata si Riri memberi saran sambil mengelus bahu Gina.

"Lo mau tendang si manis ke Ujung Kulon juga bisa,Na. Duh kan lo cewek setrong Na. Jangan nangis dooong," ujar si Debi yang membuat Dion menegang saat manis disinggung-singgung.

"Percuma. Percuma. Percuma," jawab Gina tanpa mengubah posisinya. Suaranya jadi sedikit teredam.

"Mau gue bunuh dia juga--- hiks nggak bakal lagi tuh kertas bagus lagi," tambah Gina.

"Kenapa sih kenapaaaa...." lirih Gina.

Dion bingung.
Oke ini memang salahnya karena begitu jail, ini juga bukan kejadian yang pertama. Namun, dia bukan seorang yang mempunyai magic hand yang selalu merusak benda saat memegangnya. Sudah sering dia mengambil barang Gina dan kejar-kejaran layaknya Tom and Jerry seperti tadi dan akhirnya tentu baik-baik saja. Sejauh ini.

Namun, jika barang itu berkaitan dengan Kiev, entah mengapa barang itu seolah selalu menemui ajalnya. Berkaca dari kejadian merchandise dan sekarang.

Oke Dion sudah mengganti merchandise itu dan mengorbankan tabungannya untuk membeli sepatu baru. Sekarang apa yang harus dia lakukan untuk cewek yang sedang menangis itu?

Dion nggak ngerti.
Dari luasnya tempat tadi kenapa itu kertas harus melayang ke got. Padahal ukuran got kan cuman seimprit. Kenapa nggak jatuh ke marmer atau tanah lapang yang begitu luas.

Kenapa? Kenapa? Kenapa?

Takdir Yon.

Takdir.

Oke, ini bukan salah dia sepenuhnya. Seandainya Opal tidak berlari kesetanan hal ini tidak akan terjadi.

Opal... Opal. Saat ini rasanya Dion ingin mengempeskan badan cowok berbadan tambun itu sekurus-kurusnya sampai yang tersisa hanya tulang-belulang.

"Yoon."

Dion tersentak. Arlyn dan Shandy telah berada di belakangnya.

"Gue udah tau garis besarnya dari Shandy. Sekarang ayo ke sana," ajak Arlyn.

Dion dan Shandy mengekor Arlyn ke arah Gina. Anak-anak yang lain memberi ruang untuk mereka. Tak sedikit yang mencibir kehadiran Dion.

"Na...." Arlyn mengguncangkan lengan Gina sembari duduk di sampingnya.

"Udah dong Na... nangisnya kelamaan. Nanti lo sesak napas...." bujuk Arlyn.

Gina mengangkat kepalanya. Matanya yang merah masih mengeluarkan air mata. Mata itu membengkak. Sedangkan idungnya udah kaya tomat.

"Lyn...." hanya itu yang dapat keluar dari mulut Gina sebelum menghambur ke pelukan Arlyn.

"Udah udah cup cup cup," pukpuk Arlyn sambil mengelus bahu sohibnya dari SMP itu.

"Gue kesel Lyn, gue kesel...." isak Gina.

"Iya iya gue tau."

"Na...." panggil Dion ragu.

"Ma... maafin gue."

Gina melepaskan pelukan Arlyn dan mengusap air matanya. Dia menghapus ingusnya dengan jaket Dion yang tersampir di kursi. Gina bukan maksud balas dendam sebenarnya. Tapi emang salah jaket itu kenapa tersampir di sana saat Gina membutuhkan.

"Lo...." gadis itu menatap Dion lurus.

"Gue nggak mau lagi ngomong sama lo," kata Gina kemudian.

"Tapi Na... gue nggak sengaja...."

"Tapi BERMAKSUD!!"

"Nang, lo liat kan tadi Opal kayak gimana?"

"Tapi tetap aja seandainya lo nggak lari ke luar. Seandainya lo nggak rebut kertas itu dari Melin. Seandainya... Seandainya gue nggak bawa kertas itu...." Gina kembali terisak.

"Na...."

"Ini udah kedua kalinya, Yon!! Lo kenapa sih nggak suka banget ya sama Kiev?!"

"Bukan gitu Naaa... Kemaren 'kan gue udah ganti juga merchandise lo."

"Terus sekarang gimana?! Lo mau ganti lagi?! Lo mau ngantri ngejejal dari pagi untuk minta tanda tangan Kiev?"

Dion terdiam.

"Nggak kan?!!" bentak Gina.

"Nng... Nang."

"Gue benci sama lo," tandas Gina yang membuat Dion diam seribu bahasa.

"Nang...."

"Gue benci sama lo gue benci gue benci gue benci. Jangan panggil gue Rengginang. Gue bukan kerupuk. Lo nggak usah manggil manggil gue lagi sekalian!!!!!"

Arlyn mulai memberi kode pada Shandy untuk membawa Dion menjauh sebelum Gina berubah jadi Hulk dan ngamuk merusak seluruh kota.

Eh.

Pokoknya Gina lagi kalap abis dan Arlyn tak ingin sohibnya itu kembali masuk ruang BP.

"Uda uda Na...." Arlyn menarik bahu Gina dan kembali memeluknya untuk menenangkan.

[][][][]

Sudah empat hari, amarah Gina belum juga pudar. Gina benar - benar mendiamkan Dion. Gina bahkan sempat bertukar bangku dengan Shandy beberapa saat sebelum paduka ratu Bu Ratna mentitahkan mereka untuk kembali bersama.

Mereka akhirnya kembali sebangku. Namun, suasana tentu tak lagi sama. Dion hampir setiap hari meminta maaf dan Gina yang selalu mengabaikannya. Dion berusaha menggoda cewek itu seperti biasa tapi cewek itu hanya mendiamkannya dan memberi tatapan permusuhan. Gina selalu menghindari Dion.

Gina benar-benar marah.

Dion memasuki kantin dan akan bergabung dengan Arlyn, Shandy dan Gina. Gina yang melihat Dion pun melepaskan sendok dan garpunya dan bergegas akan beranjak dari sana.

Dion menyela lengan Gina.

"Duduk. Abisin bakso lo, nangis tuh baksonya," kata Dion sebelum berlalu.

Gina diam, tatapannya mengiringi Dion yang kemudian duduk di depan Berlian yang sedang makan sendirian.

"Na... sampai kapan lo diemin Dion? Kasian tau," kata Arlyn menatap Gina yang sudah duduk kembali.

"Tau deh. Sampe kapan-kapan," sahut Gina dan mengaduk baksonya malas.

"Kan dia nggak sengaja Na," celoteh Shandy setelah menyeruput es teh milik Arlyn.

"Lo tuh ya, kalau mau es teh kenapa mesen es jeruk?!" seru Arlyn kesal sambil mengkeplak kepala Shandy.

"Buset. Suka suka Ayah dong, Bun. Nih minum es jeruknya Ayah," jawab Shandy dan menyodorkan es jeruknya pada Arlyn.

"Najis bangke. Gue cekek nih," ancam Arlyn.

"Berisik lo pada ah," sewot Gina.

"Dih kagak sadar diri lu kan? Dulu couple terberisik di kantin Bude tuh lo lo pada, Miss Rengginang sama si Curut Dion," rentet Shandy sambil menunjuk nunjuk ke arah muka Gina dengan sendok.

"Jangan ngomongin masa lalu, kita berdua udah end."

"Dah emang kapan start-nya?"

"Bukan itu maksudnya bego."

"Lagian lu tuh yah, Na. Jangan salahin Dion dong. Salah lo juga kenapa pake ngebawa itu kertas. Harusnya lo fotocopy dulu kek, laminating kek biar tahan air, badai dan banjir bandang. Olesin No Drop dulu kek biar nggak bochor-bochor," cerocos Shandy.

"Lyn temen lo nih, kirim RSJ deh. Cepetan," sahut Gina pedes.

"Tapi ya Na, ini kucrut ada benernya juga. Dion nggak sepenuhnya salah kan? Opal juga ikut andil, elo juga salah tentunya, nggak adil banget buat Dion," Gina mengernyitkan kening mendengar perkataan Arlyn.

"Yoi tuh, apa lo takut bakal dilahap tuh gajah bengkak?" sahut Shandy.

"Gue cuma kesel sama Dion nggak tau juga. Pokoknya kesel banget-bangetan."

"Sekarang lo pikir secara jernih deh Na, jangan kemakan sama emosi. Ini udah hampir empat hari dan lo belum maafin dia. Nggak enak tau Na didiemin sama orang yang biasanya selalu deket sama kita," ucap Arlyn lembut.

"Gue sama dia nggak deket," elak Gina.

"Hmm nggak ya?" tanya Shandy dengan nada ragu dan mata menggoda.

"Terserah apa kata lo. Tapi gue yakin di lubuk hati lo yang paling dalem. Lo juga ngerasa kosong."

"Arlyn Teguh Golden Ways, sungguh bijak sekali. Super sekali," Shandy bertepuk tangan dengan ekspresi berlebihan yang membuat Arlyn mencubit pinggang cowok itu agar berhenti.

Gina terdiam. Melirik Dion di ujung sana yang sedang berbincang dengan Berlian.

Dan bener.

Hatinya ngerasa kosong.

Note ;

Okeh Di konten mulmed ada si cantik GINAAAA 😍😍😍😍😍

Vote and Comment yah shayyy. Jangan syampe lupa. Kritik dan saran sangat diharapkan 😊😊

Tengsss ya gaiis. Luv.

Regards, Iin 👻❤💋

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top