20 - OMG KIEV

AUTHOR

Kiev memijat pangkal hidungnya setelah mendengar penuturan sang mama yang sedang duduk di depannya.

"Gimana, setuju kan? Ah, Mama nggak mau tau, nggak ada penolakan."

"Tapi, Ma...." Kiev menghela napas berat, "Aku masih ada project di Jakarta."

"Ya... kamu bisa bolak-balik, lah. Bandung sama Jakarta itu nggak jauh, sayang. Atau kamu mau project itu Mama batalin?" ujar Dewi -mama Kiev- yang membuat anaknya langsung menoleh dengan mata membelalak. "Mata kamu nggak usah kayak gitu, Mama nggak suka. Keputusan Mama udah bulat nggak ada segi-seginya. Kamu pindah sekolah, terus fokus belajar buat UN di Bandung. Titik."

"Iya... Iya. Demi melancarkan usaha Mama yang luar biasa itu," sungut Kiev dengan wajah ditekuk.

"Yeeeee gitu dong!" Dewi merangkul anaknya secara paksa. "Kan sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Bisnis Mama makin luas terus study kamu juga bagus, deh. Lagian kamu tau kan Kiev, Mama itu nggak punya siapa-siapa lagi selain kamu. Pekerjaan kamu sebagai idola itu nggak selalu bagus loh, Nak. Makanya belajar yang bener. Inget kata almarhum Ayah kamu. Pendidikan nomor sa...." Dewi menggantung perkataannya sembari mencubit pelan ujung hidung Kiev.

"Tu...." sambung Kiev malas.

Yap, Kiev sangat malas belajar. Cowok itu lebih senang bermain musik dan game. Tapi mengingat tahun ini ia harus mengikuti ujian nasional, mau tak mau Kiev wajib menuruti serentetan perintah dari orang yang paling penting dalam hidupnya itu.

"Sore ini kita cus ke Bandung! Semuanya udah Mama atur dan besok kamu udah bisa masuk sekolah baru, yeay!" seru Dewi bersemangat seperti seorang kapten bajak laut. Mulut Kiev pun langsung ternganga dibuatnya.

Gina duduk di depan laptopnya dengan serius. Lampu kamarnya sengaja ia matikan. Dengan gerakan tak sabar, gadis itu memasang earphone pada kedua telinga. Matanya berbinar antusias saat video yang berjudul KIEV CONCERT itu mulai terputar. Gina menjerit sesuka hati dengan tangannya yang mengayunkan lightstick seiring hentakan musik yang terdengar.

"AAAAAAAAAAAAAAAKKKKK!!"

Kehisterisan Gina semakin meningkat ketika idolanya itu muncul dengan gerakan melompat dari bawah panggung megahnya. Paduan lighting yang luar biasa dan gemuruh ribuan penonton membuat Gina merinding.

"GANTENG BANGET GILAAK!!!!!!"

"KIEEEEEEEEVVVV!!!!!!!!!!"

"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAK!!"

"OKSIGEN MANA OKSIGEEEEEEN?!!!!"

Lampu kamar Gina tiba-tiba menyala, cewek itu langsung menoleh ke belakang setelah mempause video di laptopnya. Gina dengan tergesa melepaskan earphone dan menampilkan cengiran pada sang Mama yang berdiri bersedekap dada di bibir pintu.

"Perlu Mama beliin tabung oksigen?" tanya Ninda dengan alis terangkat.

Gina semakin memperlebar cengirannya. "Hehe, ampun, Mamake."

Wanita itu melangkah cepat dan mulai mencubiti lengan Gina. "Mama kira kamu kesurupan tau nggak, Laaaa."

"Adaw! Auw! Mama stop dong! Mamaaaa... Awwwww!!!"

"Kayak sakit banget aja Mama nyubitnya," kata Ninda sinis, wanita itu lalu menjitak kepala si anak dengan sepenuh hati.

"Adouwwww sakit Mamaaaaa!!! Kepala Fila benjol niiiiiiihhhh!!!"

Ninda mencibir melihat reaksi Gina. "Mana ada dijitak langsung benjol, alay deh alay."

"Ihhh... ini Fila udah benjol duluan, tauuuuu!" Gina meraih tangan sang Mama untuk menunjukkan benjol di kepalanya. "Nih gede kan, Ma? Sakit nih...."

Dalam waktu sekejap Ninda pun melembut, dia tentu iba dengan benjolan di kepala sang anak yang entah diperoleh dari mana, dia juga tak ingin seperti ibu Sinchan yang membuat benjolan anaknya sampai bertingkat-tingkat layaknya menara. "Kamu juga sih, bukannya belajar buat UN malah lakuin hal yang nggak penting mulu," omel Ninda.

"Ya Rabbi, jadi Fila pergi sunrise pulang sunset itu ngapain, Ma? Jualan cilok?"

Ninda berusaha menahan diri untuk tidak kembali menjitak anak semata wayangnya ini. "Kamu ini bisa aja ya jawabnya."

"Ya iyalah, Ma. Fila kan capek belajar mulu, butuh refreshing, entar otak aku membeku, lagi. Udah ah, Mama ganggu aja sih. Mama mau nonton juga? Ayo Ma, kenalan sama calon mantu paling ganteng dunia akhirat," oceh Gina sembari menaik-naikan alisnya jenaka.

"Sori-sori ya. Lee Min Ho tetep yang paling ganteng buat Mama," tukas Ninda sambil terkekeh. "Aaaaak Lee Min Ho oppa saranghaeee!!!" jerit Ninda seraya menangkupkan kedua tangan di dagu. Matanya menerawang ke langit-langit membayangkan senyum Lee Min Ho yang sangat menggugah selera. Seketika wanita itu lupa umur. Sekarang, tau kan Gina mewarisi gen fangirl dari mana?

Gina menepuk jidatnya melihat tingkah laku Ninda. "Ya ampun... Oppa sih panggilan buat yang lebih muda ke yang lebih tua, Ma. Mama lupa usia deh."

Suara azan yang berkumandang dari masjid lingkungan rumah Gina memotong pembicaran ibu dan anak itu.

"Nah itu udah azan. Cepetan kamu salat Isya," suruh Ninda.

"Bentar lagi, Ma. Masih panjang juga waktu salatnya ini sampai subuh."

"Eh umur nggak ada yang tau. Biasain salat di awal waktu!"

Gina menatap mamanya dengan mata berbinar. "Subhanallah, Ukhti."

Ninda mencibir. "Ukhti-ukhti, Ummi yang bener."

"Hehe, iya-iya, Ummi-kuh cayang," kata Gina sembari mencium pipi sang mama sebelum ngacir untuk mengambil wudhu di lantai bawah.

"Jangan lupa doain Papa!" seru Ninda.

"Iyaaaa, nggak pernah lupa kok!" jawab Gina berseru dari tangga.

Pandangan Ninda kemudian tertuju pada wajah Kiev yang terpampang pada laptop Gina.

"Widih, diliat-liat ganteng juga nih si Kiev."

Retina wanita itu lalu menangkap sebuah frame foto Gina saat bayi bersama almarhum suaminya, dengan senyum manis Ninda mengelus foto itu. "Hehe, peace, Pa. Cuma Papa kok yang paling ganteng tiada duanya seantero jagad raya.


Setelah menunaikan salat Isya, Gina kembali bersiap untuk menonton video konser Kiev yang sempat tertunda.

Drrtt. Drrttt. Drrttt.

"Siapa sih, ganggu aja." Gina meraih ponselnya dengan malas.

Panggilan masuk
📲 A'a📞

"Hallo, Assalamu'alaikum, Aa."

"Wa'alaikumsalam, Dek." Cewek itu langsung menggebrak meja ketika mendengar suara lawan bicaranya yang sedang terkekeh menyebalkan.

"KAMPRET! ELO CURUT?!"

"Selow, dong Na!!! Sakit kuping gue!!!" seru orang itu setelah menjauhkan ponselnya dari telinga.

"Ya elo juga sih, gue kira Aa Bisma!" jawab Gina sewot.

Cowok itu tergelak sebelum bertanya, "Lo kok langsung kenal suara gue, Nang?"

"Ya iyalah kenal, Dion kampret! Lo apaan juga dah nelpon-nelpon, ganggu orang aja. Terus elo ngapain ngubah nama kontak HP gue?!"

"Ya elo juga tuh apaan nama kontak gue, TAI GIGI. Mana ada tai gigi seganteng gue, mana ada?!!" sungut Dion kesal.

Gina tertawa awkward. Sebenarnya nama itu ia buat saat dulu masih baper-bapernya sama tuh curut ganteng. Sekarang lumayan lah bapernya udah berkurang. Gina sadar Dion dan dirinya itu cuman teman, nggak lebih. Jadi nggak usahlah pake acara baper terus-terusan.

"Nang, sarap lo?"

"Eh... Elo tuh yang sarap! Lagian ngapain juga nelpon-nelpon gue?!"

"Ah ini, gue mau nanya PR buat besok, Nyet."

"Etdah chat kan bisa, kagak usah nelpon-nelpon kaleeee."

"Ya mumpung ada bonus gratis nelpon ini."

"Bah, pantes aja lo pake nelpon segala."

"Lagian kali aja lo pengin denger suara indah gue, tadi siang lo pengin banget loncat dari angkot gara-gara ngekhawatirin gue, kan?"

Gina menepuk keningnya pelan, "Ah... iya gue baru inget. Doh maafkan daku ma pren. Gue tadi abis pulang langsung tidur gara-gara kecapekan jalan dari depan karena nggak ada becak sama ojek. Terus gue juga harus les sampai sore banget, jadi diriku tak sempat menanyakan keadaanmu. Emang lo kenapa sih, pake acara turun mendadak gitu?" cerocos Gina panjang sekaligus curcol.

"Tadi ada mobil yang mau nabrak Berlian sama Lintang. Jadi gue mau mastiin aja keadaan mereka."

Gina terkejut mendengar jawaban Dion. "Oo... oh Berlian...." Entah kenapa hanya nama Berlian yang keluar dari mulutnya.

Dion terkekeh ketika mendengar nada bicara Gina. "Napa lo, Na. Cemburu?" godanya.

Tersadar akan kebodohannya, gadis itu lantas melontarkan pengelakan. "Kutu! Kagak ya ngapain juga gue cemburu," ujar Gina dengan nada sesewot mungkin. "Terus gimana tuh keadaan mereka? Oh iya, bomnya gimana?!"

"Baik-baik aja sih. Cuma Lintang aja, lecet dikit. Udah dipastiin sama tim gegana nggak ada bom di sekolah kita. Itu cuman kabar hoax."

"Huuuhh... syukur deh kalau gitu."

"Btw, lo takut banget kehilangan gue ya, Nang?" tanya Dion jail.

"Yaiyalah, Yon. Gue takut."

Tak menyangka Gina akan berkata jujur, Dion jadi tergelagap dan merasa salah tingkah karena nada suara cewek itu yang terdengar lembut dan serius.

"E...eh. Tum... ben lo ngaku."

Namun beberapa detik kemudian Dion langsung mengumpat dalam hati setelah mendengar perkataan Gina, "Yeee, jangan ge-er dulu lo! Gue takut lo mokat, soalnya lo masih ada utang duit sama gue!"

Emosi Dion naik seketika. "Kapan gue pernah ngutang sama lo, Nyet?!"

"Eh jangan sok amnesia lo ya! Senin kemaren, dua ribu lima ratus perak! Istirahat kedua pas Bimo nagih duit fotokopi. Inget kagak lo?!"

Cowok itu mendengus kasar. "Iye-iye, inget. Kalau lagi nagih utang aja, daya inget lo berfungsi. Cuman dua ribu perak juga."

"Dua ribu lima ratus perak, bego!"

"Aelah, perasaan gue sering dah nraktir lo, Nang. Ya udah impas."

"Impas palelu! Nraktir ya nraktir. Ngutang ya ngutang. Beda!"

"Dasar wanita lintah!"

"Dasar lelaki kelabang!"

"Dasar ratu monyet!"

"Diem lo beruk, ganggu aja lo! Gue sekarang mau bermesraan sama babang Kiev nih!"

"Alah, palingan juga lo bakal meluk-meluk laptop kayak orang sedeng."

"Wuanjir lo yak, awas aja lo, Yon. Kalau sampai gue nikah sama babang Kiev, jangan sampe lo kena epilepsi!"

"Jangan ketinggian ngayal, kalau jatoh, sakit lo entar!" cibir Dion.

"Auk ah! Bay!" Gina memutus sambungan mereka secara sepihak.

Dion A.A; Ngambekan, tae.
Dion A.A; Coba lo liat tempat pensil lo dah.

Gina mengernyitkan kening melihat pesan line dari Dion.

F.Angginaf; Hah? Tempat pensil? F.Angginaf; Ada apaan sih, Dun?

Dion A.A; Dun?
Dion A.A; Ya udah nggak usah diliat. Biar besok gue buang."

Dengan cepat Gina meraih tempat pensilnya yang berada di dalam tas. "SUBHANALLAH! WAW LUTUNAAAA AAAK!!!" Sebuah gantungan kunci yang menghiasi kotak pensilnya membuat Gina luar biasa senang. Gantungan kunci itu merupakan wajah Kiev yang diedit menjadi kartun yang sangat menggemaskan.

F.Angginaf; WAWWWWW AILOPYUPUL, NYETI!!!! LUTU BANGET IW. SA AE KAMUH!!! 😘😘😘😘

Dion A.A; Bacot.
Dion A.A; Dun apaan gue tanya.

F.Angginaf; Kirdun. Bahasa arab artinya ganteng :3

Dion A.A; Dusta :3

F.Angginaf; Anggap aja jujur :3
F.Angginaf; Dalam rangka apaan nih lo ngasih ini. Perasaan kita nggak lagi bertikai parah.

Dion memang selalu membelikan sesuatu yang berbau Kiev jika terjadi peperangan di antara mereka berdua. Berkat benda-benda itu walaupun tak perlu yang mahal, amarah Gina padanya akan lenyap dalam sekejap.

Gina masih memainkan gantungan kunci yang unyu itu dengan senyum lebar. Namun tiba-tiba terlintas sesuatu dalam pikirannya yang membuat ekspresi gadis itu berubah.

F.Angginaf; Eh kutu kupret! Jangan-jangan lo lagi bikin kesalahan fatal yak, jadi lo langsung sedia payung sebelum hujan?!

Gina mengetik dengan cepat dan penuh prasangka.

Dion A.A; Kagak lah, Nyet. Suuzan aja lo. Itu sepupu gue baru buka olshop jualan gituan. Dia fans tuh sabun juga. Ya, gue dikasih. Daripada gue buang mending sedekah sama lo.

Gadis itu menarik napas lega melihat balasan Dion.

F.Angginaf; Aduduh. Jadi syenang. Kalau ada lagi kasih ke gue yak. Nama olshopnya apaan dah. Biar w polow.

Dion A.A; Nggak tau juga gue. Eh tapi dia minta id line lo. Ada yang mau diomongin katanya.

F.Angginaf; Ucet, mau ngomong apaan?

Dion A.A; Ya mana gue tau.

F.Angginaf; Ya udah kasih aja siapa tau penting.

Dion A.A; Emang udah gue kasih, coy.

Akiyaya added you as friend.

Akiyaya; Hai, Gina. Gue Kiya sepupu Dion, salam kenal yak. Lo temen sekolah Dion kan? Kiev Fans Club kan?

F.Angginaf; Iya, salken juga yaaa Kiya. Hehe.

Gina membuka foto profil Kiya. Hm, rasanya dia pernah liat deh, tapi di mana?

Dion A.A; Jangan lupa cek PR, Ntut.

F.Angginaf; Iya, Nyet.

Akiyaya; Eh, elo Ginana admin Kiev salah gaul itu kan? Ini gue Kiyaya author Fanfic Kiev di wattpad. Inget gue nggak?

F.Angginaf; Astoge! Iya inget banget cay. Gila lo sepupu Dion?! Nggak nyangka dunia emang selebar daun kelor!

Akiyaya; Iya baru nyadar juga gue asli. Udah lama kita nggak chat-an ih. Lo pake line baru?

F.Angginaf; Iya, nih. Line lama gue eror.

Akiyaya; Btw, Dion sering ngomongin lo ke gue lho muhehe.

F.Angginaf; Pasti dah yang jelek-jelek.

Akiyaya; Haha nggak jelek kok, konyol aja wkw. Eh gue boleh vcall lo nggak? Gue punya info penting nih, coy.

F.Angginaf; Yoi coy. Ayok bisa-bisa.

Tak menunggu waktu lama Gina dan Kiya sudah bertatap muka karena canggihnya teknologi masa kini.

"Hai, Na," sapa Kiya, gadis itu sangat manis dengan satu lesung pipi yang menghiasi wajahnya.

"Hai, Kiya, hehe," jawab Gina nyengir.

"Lo sekolah sama Dion kan di Pelita Angkasa? Gue mau bilang info ini sama Dion, tapi nggak penting juga buat dia. Tapi buat lo, ini tuh penting banget."

"Widiw, info apaan tuh?" tanya Gina penasaran.

"Menurut sumber terpercaya. Kiev bentar lagi vakum dari dunia hiburan!"

"What?!" Gina terkejut bukan main.

"Terus lo jangan kaget ya, Na. Kiev sekarang lagi ada di Bandung dan besok dia bakalan pindah ke sekolah kalian!"

"APAAAAA SERIUS LO, YA?!"

"IYA NA! SERIUS KIEV PINDAH KE SEKOLAH LO! KE PELITA ANGKASA!!"

"HAAAAAAAH?!"

Seseorang tampar Gina sekarang, please.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top