2 - Gina si Jones
Gina melepas helm dan jaketnya. Tiba-tiba ia melihat pemandangan yang sungguh luar biasa. Pagi ini si curut datang tanpa sepeda. Lalu? Ada yang lebih wow. Dia boncengan pakai motor sama cewek dan yang paling penting, cewek itu cuantik, coy.
Widih, siapa tuh cewek?
Pastinya, cewek itu terlihat tidak seperti pelajar lagi. Umurnya kira-kira duapuluh tahunan. Cewek itu pakai rok span terus pakai kemeja kotak-kotak warna dusty navy. Terlihat sempurna di tubuhnya yang body goals banget, langsing berisi terus tinggi. Rambutnya lurus tapi agak curly di bagian bawah dan tergerai badai walaupun pakai helm. Make up-nya natural tapi tetap cantik pooool.
Si Dion berhenti di jarak yang nggak jauh dari Gina berdiri. Dia melepas helm dan seperti biasa benerin rambut sambil berkaca pada spion. Dih, sok kegantengan, cibir Gina dalam hati.
"Udah cakep sayang," komentar si cewek. Waduw, ceweknya Dion nih? Buset seleranya mantap abis. Gina kira cuman di Koriya pacaran sama noona-noona (cewek yang lebih tua) ngetren. Ternyata di Indonesia juga.
"Iya, hati-hati bawa motornya, semangat kuliahnya."
"Okewdew." Cewek itu menoel ujung hidung Dion sambil menunjukkan senyum manisnya di balik helm dengan kaca transparan itu.
Alamaaak manis bangeeeet jadi envy aquuh, batin Gina berteriak. Salah dia apa coba pagi-pagi buta begini udah ngeliat orang pacaran? Si curut Dion pula orangnya, jones amat dah si Gina. Abang Kiev kesini dong, dede udah nggak tahan menanggung ini semua sendirian. Suara hati Gina menjerit.
"Apa lo liat-liat?" Duh, tiba-tiba Dion sudah berada di depan Gina dengan tengilnya. Ceweknya sudah tak terlihat lagi. Kok Gina nggak sadar ya?
Gina lantas gelagapan.
"Y-ya karena gue punya mata lah, lo yang ngapain depan gue?" tanya gadis itu sewot.
"Nggak papa, mau nitip helm doang," ujarnya sambil meletakkan helm miliknya dengan santai ke atas spion motor Gina.
"Idih, kenapa harus motor gue coba, sana gih motor yang lain aja."
"Pelit amat elah jadi manusia."
"Bodo amat." Gina mengenyahkan helm Dion dari motornya, namun tentu saja Dion mencegah dengan segera. Gina menatap heran tangan Dion yang menggengam pergelangan tangannya.
Gina mengernyit saat mendapati ekspresi Dion yang berubah drastis. "Inang cantik, kalo helm Akang Iyon ilang gimana atuh kalo diletakkan ke motor tidak dikenal," kata Dion panjang sambil melas-melas kayak kucing ngebet kawin. Ya ginilah Dion saat ada maunya.
"Inang pala lo, lepas ih Curut. Mahal nih tangan gue." Genggaman Dion terlepas, lalu ia merebut helmnya dan kembali meletakkan benda itu ke motor Gina.
"Ikhlas-ikhlas aja deh Nang, sesungguhnya membantu sesama dalam kesusahan itu...."
"Iya-iya curuuuut, ikhlas gue ikhlas. Minggir dah gue mau lewat."
Yaudah lah ya nitip helm doang. Gina kan baik hatinya, kalau debat terus-terusan mereka berpotensi nggak masuk-masuk kelas nih. Gina kemudian berlalu sambil sengaja menabrak bahu Dion yang sekarang sedang senyum miring-miring nggak penting.
"Gitu dong ih jadi makin cinta!"
Langkah Gina terhenti mendadak. Mata besarnya otomatis melebar. Udah gila ya nih curut? Mana ini banyak banget orang di parkiran, volume suaranya juga gede banget, otomatis jadi sumber perhatian lah mereka.
Gina mengedarkan pandangan. Tuh bener aja kan ciwi-ciwi pensnya si Curut lagi memandang Gina sinis sambil bisik-bisik tetangga.
Gina memutar tubuh dengan niat menumpahkan amarahnya pada Dion. Eh mereka malah kejedot karena posisi Dion yang ternyata lagi pas banget di belakangnya. Dahi Gina membentur hidung Dion dengan cukup keras. Untung aja bibirnya Dion mingkem. Coba kalau nggak, aduhlah tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi. Masa iya bakalan terjadi forehead kiss? Gewla, bisa terenggut kesucian jidat Gina.
"Adaw idung gue, itu pala apa bata, Nang?!" Dion meringis dan memegang hidungnya lebay.
"Elo yang kenapa di belakang gue! Terus terus apa tadi kata lo?!"
"Kepala lo kayak bata?"
"Bukan, sebelumnya?!"
Dion diam berpikir.
"Ohh yang gue makin cin---"
"Setop gue pengin muntah. Plis mual gue mual!" Gina memotong omongan Dion sambil belagak muntah-muntah.
Si Dion malah ketawa ngakak.
"Udah berapa bulan, Say?" Gina kembali melotot maksimal mendengar ucapan nista yang keluar dari mulut Dion.
"Dion anj---," Gina menutup mulutnya dengan kedua tangan sebelum kebablasan.
"Mulutnya ya, Beb," kata Dion sok kalem.
Tapi benar juga, nggak boleh berkata kasar. Sayang mulut gue, pikir Gina bijak.
"Yaaa lo juga sih, lo nggak liat cewek-cewek fans lo yang sesat itu pada serangan jantung lo bilang gitu."
"Iya sori-sori deh." Dion mencubit pipi Gina sambil menunjukan senyum lebarnya. Gina sampai sangsi itu bibir bakalan robek kalau lama-lama. Kemudian itu cowok ngetekin Gina sambil jalan ke kelas dan dengan nggak pedulinya mengabaikan nyanyian protes Gina yang sudah kayak satu album panjangnya.
Langkah kaki Dion yang panjang membuat Gina susah payah berjalan terseret-seret. Gina semakin dongkol mendengar ketawa songongnya dan terkadang menyapa orang sana-sini seenak jidat.
"Lepas kagak ah, curuuut!" Gina mencak-mencak dalam apitan ketek Dion.
Lalu tak ada cara lain agar terlepas dari belenggu ketek setan ini selain menjelma jadi drakula. Gina langsung menggigit lengan Dion beringas.
"Bangke sakit, Nang!"
"Elo yang bangke!"
"Lo tuh harusnya bersyukur dong, ketek gue kan limited nih, lo jadi orang pertama merasakan sensasinya." Dia mengelus lengannya yang tercetak mahakarya cetakan gigi-gigi Gina. Bodo amat.
"Sensasi apaan. Lama-lama bau ketek lo nih rambut gue," rutuk Gina sambil merapikan rambutnya.
"Ketek gue bau surga kali, Nang. Gue pake reksonah jadi lo bakal setia setiap saat sama gue." Dion menaik-naikan alisnya menggoda. Wadaw, ini anak godain Gina mulu. Untung Gina kebal ya sama godaan Dion yang terkutuk.
"Ngomong lo sama tembok. Nggak usah gaya-gayaan jadi playboy deh, Yon. Nggak pantes."
"Ya nggak lah. Cintaku kan hanya padamu, Nang."
"Lo mau gue gigit lagi?! Jelas-jelas tadi itu cewek lo kan? Cantik banget lagi. Ups...." Oow Gina keceplosan. Harusnya Gima nggak perlu muji-muji pacar ini curut, yang ada, dia malah semakin merajalele.
"Cantik ya," ujar Dion sambil ketawa gaje.
"Lo make dukun di mana? Melet itu haram, Yon."
"Aduh kamu, gue mah nggak melet-melet, Nang. Ya gue emang ganteng lah. Dian Sastro aja mau kali sama gue."
"Jijay lah narsis amat," ujar Gina sambil memutar bola mata. Gina berjalan cepat mendahului Dion ke kelas dan berubah menjadi berlari ketika mendengar itu curut teriak,
"Inang sayang tunggu Akang!"
Emang geser dah ini cowok.
Bel pulang berteriak nyaring disambut anak-anak dengan gembira. Semua murid mulai menghambur keluar kelas. Gina dan Arlyn berjalan bersisian. Gina melirik sinis ketika tau Dion bersama Shandy berjalan mengekorinya dan Arlyn.
Shandy itu emang sahabat Arlyn dari orok, mereka nggak terpisahkan, tetanggaan, dan orang tua mereka itu sahabatan. Shandy sering ke kelas Gina sama Arlyn pas kelas sepuluh untuk nyamperin Arlyn. Entah makan bekal bareng atau cuman chit-chat ria. Gina kagum sama persahabatan mereka, nggak tau juga sih pada baper atau nggak. Pokoknya sekarang Shandy sama Arlyn lagi sama-sama nggak punya pacar. Arlyn baru aja putus sama anak dance cover korea yang tenarnya minta ampun. Arlyn itu emang cantik ya, feminim pula. Beda banget sama Gina yang pas-pasan agak manis tapi belangsak.
Tapi sayang, anak dance cover itu menduakan Arlyn dengan cewek bahenol anggota dance cover juga. Shandy bahkan sempat adu jotos sama itu cowok karena nggak tahan melihat Arlyn mewek mulu.
Sedangkan Shandy sudah lama putus sama Niken yang anak OSIS juga, sama kayak Arlyn. Ya mana ada cewek yang tahan dan nggak cemburu melihat cowoknya yang selalu menomorduakan pacar dan menomorsatukan sahabatnya.
Itu sahabat bergender cewek pula.
Sedangkan Shandy sama Dion udah jadi partner in crime karena sekelas pas kelas satu. Gina sama Arlyn sih udah berteman sejak SMP, sama Shandy juga.
Gina berjalan seraya memandangi orang -orang di sekitar. Kebanyakan sih jalan sama pasangan. Alamahoy banget ini. Ada yang gandengan tangan. Ada yang ngegandeng lengan. Ada yang rangkul- rangkulan. Ada yang duduk mojok nggak mau pulang. Kisah kasih di sekolah banget, nih. Terus samar-samar Gina mendengar dua insan makhluk SMA di depannya bercakap-cakap.
"Aku takut....." kata si cewek.
"Nggak usah takut kan ada aku."
Gina nggak tau apa yang ditakutin oleh cewek itu. Tapi melihat si cowok yang meraih tangan si cewek dan menggenggamnya terus menyorotkan mata menenangkan. Adem hati ini, Bang. Gina seolah nonton FTV secara live.
Kemudian ada suara ribut-ribut gitu di lapangan. Gina, Arlyn, Shandy, dan si kunyuk Dion otomatis berhenti jalan dan memandang ke arah lapangan.
"FANY! AKU SAYANG KAMU!"
Seketika spanduk segede gaban pun terpampang nyata. Tulisannya, "AKU SAYANG KAMU! BALIKAN YUK! TANPAMU LANGIT TAK BERBINTANG TANPAMU HAMPA YANG KURASA." Coblos nomor 5, eh ... bukan. Tapi seriusan itu spanduk gede banget ngalah-ngalahin spanduk kampanye presiden. Terus liat aja noh hampir satu kelas yang megangin tuh spanduk di kelas atas.
Kak Nickhun, yang teriak tadi itu kakak kelas Gina yang terganteng sedunia akhirat kira- kira. Dia itu keturunan Thailand makanya namanya begono. Alisnya tebal, kulitnya putih, cocok juga jadi member boyben dan cowok hensem yang Gina akuin selain Babang Kiev. Ya mau gimana, nenek rabun juga tau kak Nickhun ini gantengnya luar binasa.
Kak Nickhun menggenggam tangan kak Fany erat. Mereka cocok. Kayak udah ditakdirin bersama dari sononya. Konon kabarnya mereka juga udah dekat dari lama. Terus pacaran pas kelas satu SMA. Itu mereka putus Gina juga nggak tau kenapa tapi yang Gina lihat mereka sama-sama kacau gitu saat pisah.
Kak Fany speechless. Matanya udah berkaca-kaca.
"Maafin aku Fan, aku salah. Aku minta maaf."
"Nggak, Khun. Aku yang salah. Aku yang lepasin diri dari kamu."
"Nggak, Fan. Kita mulai dari awal ya. Biar ini jadi pelajaran buat kita. Aku sayang banget sama kamu."
"Aku juga."
"Jadi kita balikan?"
Kak Fany mengangguk dan kak Nickhun langsung berseru bahagia seperti sedang memenangkan olimpiade. Acara balikan mereka itu pun disambut gemuruh sorak soray para penonton. Asemewew aselole. Secara tak sadar Gina sama Arlyn udah remes-remesan tangan sambil jerit-jerit.
"Aakkk cocwit awokwok banget daaah tolong sisain satu yang kayak kak Nick!"
"Aduh diabetes nih gue diabetes. Manis banget sumpah!"
Gina sama Arlyn pun otomatis berhenti menjerit alay saat merasakan toyoran semena-mena di kepala mereka.
Si Arlyn langsung mencerocos mengomeli Shandy dan Gina ya siapa lagi, tidak lain dan tidak bukan adalah si curut Dion.
"Apa sih noyor-noyor! entar kalau gue jadi oon gimana?!" tanya Gina gahar.
"Ya emang udah oon, Nang. Katanya fans gue alay. Sekarang elu yang alay," cibir Dion.
"Ya beda, lah! Kak Nick itu ganteng asleee pantas banyak fans. Ya lo ya...."
"Apa? Yang ada mata lo yang siwer bilang gue kagak ganteng."
"Bodo amat." Gina mengabaikan Dion dan kembali fokus pada pemandangan romantis di lapangan. Wihiy kalo Gina yang diperlakukan begitu perasaan dia kayak gimana ya. Pacaran itu gimana sih sebenarnya?
Gina nggak pernah pacaran. Dari lahir sampai sekarang ia berdiri di sini Gina nggak pernah memiliki yang namanya pacar. Dia naksir orang ya gitu-gitu aja. Mungkin karena Gina naksir yang ketinggian kali ya. Sedangkan yang naksir Gina tuh rata-rata pada nggak beres semua, menurut dia sih. Contohnya si Nuris preman sekolah jaman SMP yang suka ngelem tiap hari atau Dodit yang tampilannya udah macam perpus berjalan plus jidat yang seluas lapangan GBK.
Ibaratnya tuh ya kalau mereka maju selangkah Gina mundur dua langkah.
Gina cewek biasa aja yang suka fangirling. Nggak bisa dandan, heboh sama dunianya sendiri, nggak ada anggun-anggunnya, nyablak, belangsak, pokoknya nggak banget deh.
Kadang Gina bosan jomblo. Dulu, teman Gina pernah merayakan anniversary so swit banget. Rasanya Gina langsung pengin pacarin cowok yang pertama ia temukan saking ngebetnya pacaran. Tapi berhubung yang Gina temuin pertama kali itu Pak Didi, ya nggak jadi lah tekad gila itu. Bisa abis dicincang lah Gina sama bini Pak Didi yaitu Bu Nini. Mereka itu couple guru yang suka duet nyanyi di panggung sekolah pas ada acara ngalah-ngalahin Anang-Ashanti. Lagunya so pasti dangdut coy. Yang bahkan liriknya Gina hapal di luar kepala. Kau masih gadis atau sudah janda.
Duh kok ngomongin Pak Didi sama Bu Nini sih?
Ya terus apaan tadi? Oh iya Gina ngebet pengin pacaran. Eh satu dua hari kemudian Gina anti banget sama yang namanya pacaran. Soalnya teman-temannya di kelas entah kenapa lagi musim putus. Buset kan ya, mereka menangis berjamaah di kelas. Terus Gina cuman bisa nabah-nabahin karena nggak tau harus ngomong apa soalnya nggak berpengalaman.
Mereka terus pesan ke Gina, "Na, lo nggak usah pacaran. Pacaran itu sakit. Kita cuma dibodoh-bodohin sama cinta. Semuanya semu. Sakitnya yang nyata."
Dan nggak sempat seminggu setelah bilang itu mereka udah pacaran lagi. Entah balikan atau dapat yang baru. Sekarang Gina jadi ingat lagu dangdut. Hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga. Hahay.
Tapi ya gitu. Untuk saat ini hati Gina cukup sama Aa Kiev seorang lah. Dia masih SMA dan jodoh juga udah ada yang ngatur ya kan, shay?
"RENGGINANG SADAR WOY!!" seketika Gina tertarik kembali ke dunia nyata. Cewek itu lalu menatap datar Dion.
"Waduh horor lo, Nang." Dion mengguncang bahu Gina. "Nang? Oy, Nang?!"
"Kamu siapa?" tanya Gina sendu.
"NANG LO KESAMBET?! NAMA LO SIAPA?" Gina menahan tawanya kuat-kuat melihat ekspresi Dion saat ini. Arlyn dan Shandy yang sedang sibuk berdua pun kemudian juga ikut memperhatikannya.
"Nama gue...." Semuanya serius menunggu ucapan Gina.
Jeng jeng jeng jeng jeng.
"Kate Middleton," kata Gina sambil menyengir manis.
Gadis itu pun berlari kencang sebelum negara api menyerang. Ia terkikik geli mendengar omelan teman-temannya. Eh, kecuali Dion.
Dion kan bukan temannya.
Emang enak dikerjain. Hihi.
Rengginang
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top