11 - Gencatan Senjata

"Oke, mari kita tunjukkan kado dari kelas kita teruntuk Gina yang sedang berulang tahun," ujar Shandy layaknya MC beken.

Bacotan Shandy memecah lamunan Gina. Cewek itu secepat mungkin mengontrol air mukanya.

"Hah? Kado?" tanya Gina cengo.

Sesaat bisa dilihat kardus berukuran besar di atas papan datar beroda sedang didorong oleh Yudhis, Udin, Dhannes, dan Singgih memasuki kelas. Shandy kemudian ikut bergabung mendorong kotak kardus itu sampai ke hadapan Gina.

"Buset. Itu apaan gede banget?" tanya Gina ternganga.

"Coba tebak apa hayoo?" goda Yudhis.

"Kok keliatannya berat banget? Jangan bilang kalian patungan buat beliin gue kulkas?!" ucap Gina antusias.

"Apa banget dah beliin lo kulkas Na," ujar Riri terkekeh.

"Terus kalian ngambil hadiah doorprize Bimo kemaren?!" Bimo memang mendapatkan hadiah doorprize sebuah kulkas dari acara jalan santai dua minggu lalu. Membuat grup line kelas rusuh beberapa hari dengan mengomentari betapa hokinya itu anak.

"Enak aja, bisa diapus dari daftar keluarga kalo gue ngasih tuh kulkas doorprize ke elo Na," tandas Bimo cepat.

"Terus apaan dong?"

"Yang pasti, ini tuh jauh lebih greget daripada kulkas," ujar Arlyn meyakinkan.

"Yoi yoi."

"Setuju."

"Bener banget tuh," sahut temen-temen yang lain.

"Sekarang lo buka dong kotaknya."

Gina berjalan mendekat, dengan ragu-ragu ia membuka pita yang tersemat pada kotak itu.

"Ketuk dulu dong Na, kotaknya."

Gina menuruti perkataan Shandy dan mengetuk kotak itu seperti mengetuk pintu.

"GINAAAA PIBESDEYYY!!!!" Suatu makhluk menembus keluar dari kotak kardus itu sembari meledakan konfeti yang menghambur di langit-langit.

"ALLAHU AKBAR!!" Gina berteriak kaget. Bisa dirasakan jantungnya tak terkendali. Sesosok makhluk yang tiba-tiba keluar dari kotak kardus, volume suara yang maksimal, dan ledakan konfeti itu menimbulkan efek yang luar biasa. Bahkan teman-teman yang lain juga menenangkan jantung masing-masing karena kaget bukan main. Padahal, mereka sudah tau rencana ini dari awal.

Empat orang yang bertugas menahan kotak kardus itu harus diberi penghargaan setinggi-tingginya karena telah kuat mental dan fisik menahan goncangan yang ditimbulkan oleh makhluk itu, sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

"Loh kenapa pada diem?" tanya cowok itu heran.

"OPAAAAL?!!!" teriak Gina akhirnya.

"Heheheee iyaaaa Na," kata cowok berbadan tebal itu menyengir.

"Lo ngapain di dalem sono Pal?!" tanya Gina dengan suaranya yang nggak nyantai.

Melihat Opal yang masih senyum-senyum najis, Gina menoleh pada kanan-kirinya.

"Kado kalian itu... Opal?"

Teman-temannya mengangguk sambil tersenyum lebar.

"Pal, ngomong dong, jangan senyam-senyum mulu," ujar Shandy.

"Hmm, gini gue mau minta maaf, Na. Gara-gara gue kertas itu---"

Ekspresi Gina berubah datar.

"Hm, gue udah lupain itu kok. Jangan bahas itu lagi," potong Gina.

"Sori banget ya, Na. Gue baru minta maaf sekarang. Soalnya gue takut sama lo," ujar Opal takut-takut.

"Lah kenapa lo takut sama gue?" tanya Gina heran. Yailah, kan badan besaran Opal kemana-mana, kenapa jadi bisa takut sama Gina coba.

"Gue takut rambut gue bakal abis dijambak sama lo Na," jawab Opal dengan tampang kayak sapi mau diqurban.

Emang si Opal ini anaknya sayang banget sama rambut. Rambutnya klimis dan selalu tertata rapi. Sisir selalu ada di saku belakang celananya.

"Ohhhh gitu... sekarang gue boleh jambak rambut lo yaak?!!" seru Gina dengan ekspresi marahnya.

"Eh eh pis pis Na. Kalo lo liat apa yang gue bawa, lo bakal lupa dengan niat jahat lo itu, Na. Woy bantuin gue dong keluar," kata Opal misuh-misuh di dalam kardus.

Beberapa anak cowok pun membantu Opal keluar dari dalam kardus.

"Ini Na. Kado buat lo." Opal menunjukan sebuah kado untuk Gina.

"Apaan nih?"

"Coba lo buka deh." Gina mengernyitkan dahi ketika Opal dan teman-temannya senyum-senyum tidak jelas. Gina membuka kado itu dan matanya membelalak tidak percaya.

"Tanda tangan Kiev... ini... seriusaaan?"

"Yoihhhh."

Seriusan? Gila... Masa? Gimana bisa? Palsu nih palsu. Nggak mungkin.

"Alah nggak percaya gue, lo dapet dari mana?!"

"Ya dari Kiev lah, noh liat juga ada nama lengkap lo di bawahnya."

"Jangan boong Pal, lo nyari di internet ya?"

"Dih... dibilangin juga. Emang tanda tangan Kiev ada di internet?"

Nggak ada sih, gue kan pernah nyari.

"Atau lo nge-scan punya orang ya?"

"Ya Allah, Na. Ini tuh asli dari Kiev. Sumpah dah!!"

Bener juga, masa Opal segitu niatnya nyari anggota Kiev Fans Club terus nge-scan nge-scan. Belum tentu juga orangnya mau ngasih 'kan?

"Lo beneran Pal? DEMI?!"

"Sumpah demi apapun Na!! Itu tuh asli se-triliyun persen. Noh udah dilaminating sama dipigura juga, kurang apa lagi coba?"

Gina menatap Opal tak percaya.
Dia mengamati tanda tangan Kiev yang telah berada dalam sebuah frame berwarna mint itu saksama. Emang asli kayaknya nih, persis kayak punyanya dulu. Tapi ada tambahan emoji lope lope di kertasnya.

"Hari ini... hari bahagia untukmu...."

Suara merdu itu mengejutkan semua orang.

Pupil mata Gina melebar maksimal dengan apa yang dilihatnya di depan kelas. Dalam sinar LCD terpampang nyata sesosok malaikat yang selalu dipujanya.

"Bertambah satu tahun usiamu...."

Gina tak sadar melangkahkan kaki untuk maju ke depan membelah kerumunan teman-temannya yang memandangnya dengan senyuman turut berbahagia.

"Ku nyanyikan sebuah lagu agar istimewa harimu...."

"Kiev...." hanya kata itu yang bisa Gina keluarkan. Matanya berkaca-kaca.

"Happy birthday to you... Happy birthday to you... Happy birthday to you... Happy birthday to you... Uuuu...."

"Hai... Ginaa...Selamat ulang tahun yaa...Semoga panjang umur, sehat selalu, wish u all the best. Terus selalu setia ya sama gue." Cowok itu terkekeh manis dengan gantengnya. Riuh terdengar dari teman-teman Gina terutama yang cewek. Sedangkan Gina masih membeku tak percaya dengan apa yang dilihat dan didengarnya.

"Katanya lo dimarahin emak lo ya nggak dibolehin lagi ketemu sama gue? Terus kertas tanda tangan gue rusak karena temen lo yang jail? Haha... uduh... kasiaan... Yaudah, gapapa lah. Jangan sedih lagi yaa. Perintah orang tua itu emang harus dipatuhin. Kita kan bisa ldr-an. Kalau jodoh, kita bakal ketemu lagi kok. Happy birthday Gina. Terimakasih udah jadi fans gue. Semangat...." Cowok itu mengepalkan kedua tangannya memberi semangat. Kiev kemudian menunjukan kertas yang sudah ia tanda tangani sembari tersenyum manis.

Teman-teman Gina bertepuk tangan saat video itu berakhir.

"Lyn...itu...be...neran Kiev?"

"Nggak, KW-nya itu mah."

"Hah?"

"Lo masih kenal idola lo 'kan? Mukanya, suaranya?"

Gina mengangguk.

"Jadi itu beneran Kiev?! Sumpah? Shan, tampar gue Shan!!"

Plak.

"Njir. Sakit. Kok lo nampar gue beneran?!" seru Gina memegang pipinya yang ditampar oleh Shandy. Nggak keras sih Shandy namparnya, tapi nggak pelan juga.

"Salah lagi kan gue...."

"Kalau sakit berarti beneran bukan mimpi... jadi itu beneran?! Kiev ngucapin ulang tahun ke gue?! Aaaaaaaaaak!!" Gina jingkrak-jingkrak dan memeluk Arlyn erat.

"Ginaaa. Sesak napas gue...."

Gina melepaskan pelukannya dan beralih menatap Opal.

"Paaaal. Lo segitunya bersalah sama gue, terus lo usaha ini semua?" Gina menatap Opal dengan mata berbinar.

"Bukan gue. Ini kerjaannya Dion, Na."

"Hah, Dion?" Opal mengangguk.

"DION???" seru Gina lagi.

"Iya Na."

"Tanda-tangan ini juga dari Dion?"

"Hm-m, Na."

Shandy langsung mengkeplak kepala Opal. "Heh. Bukannya kata Dion lo harus ngakuin itu tanda tangan pemberian dari lo."

"Yah, kan emang ini semua dari Dion... gue 'kan takut boong, Shan."

"Kayak nggak pernah boong aja lo Pal," sahut Shandy.

"Ya Allah tolong Opal Ya Allah, Shandy nyeremin Ya Allah," ujar Opal nada Baim.

Gina memandang Opal dan Shandy bergantian. Ada banyak pertanyaan di benaknya.

DION

Astaga... Opaaal kebongkar dah. Yah nggak masalah juga sih sebenernya. Oke kayaknya gue harus mulai beraksi. Udah kesemutan nih kaki gue ngejegrok di kolong meja lama banget.

"Diooon...." Gina menatap gue dalem kayak Cinta yang baru aja ngeliat Rangga setelah empatbelas tahun.

Gue berjalan ke arah Gina dengan kikuk.

Dan gue hanya bisa melongo saat Gina berlari dan menubruk gue dengan pelukan. Cewek itu bahkan mengabaikan teriakan riuh temen-temen yang sedang cie-cie-in kita berdua.

"Diooon.... Gue seneng banget aaaaak. Gue sayang banget sama sama loooo Monyeeet!!!" Gina jingkrak-jingkrak dengan gue dalam pelukannya.

"Na! Sakit gila, kaki lo nih nginjek kaki gue!!"

Gina terkekeh dan melepas pelukannya. Gue bisa liat ada air mata yang menggenang di pipinya.

"Heh... Lo napa nangis?" tanya gue heran sekaligus khawatir.

"Gue terhura Yon. Gue nggak nyangka gue seberarti ini bagi lo." Gina menarik ingusnya, senyumannya mengembang dengan matanya yang masih berair.

"Geer banget sih lo," cibir gue menyentil dahinya.

"Yeee ngaku aja lo. Lo nggak bisa hidup tanpa gue 'kan?" tanya Gina sambil menaik-naikan alis.

"Ya...gimana ya... Iya sih gue jadi kehilangan sosok yang selalu gue jailin," kata gue jujur.

"Dasar lo yak. Tapi kalau hadiah lo begini sih gue jadi rela lo jailin seumur hidup," kata Gina mesem-mesem sambil menyapu airmatanya.

"Yon, udah gue rekam nih kata-kata Gina," ujar Shandy menggoyang-goyangkan ponselnya.

"Good job, Shan," gue ketawa melihat ekspresi Gina yang tiba-tiba memberenggut.

"Emangnya lo nggak bosen jailin gue mulu?"

"Nggak akan pernah," Gue memeletkan lidah yang dibalas Gina dengan jitakan.

Gue ketawa bego melihat tingkah lakunya Gina yang udah kembali seperti sedia kala ke gue. Kemudian, gue ngulurin tangan.

"Selamat ulang tahun, Rengginang."

Gina membalas uluran tangan gue.

"Tengkyu Dion curut."

"Jadi gue dimaafin, kan?"

Gina mengangguk dan kembali meluk gue.

"Makasih buat kadonya, Nyet. Ini ulang tahun terbaik di hidup gue yang pernah ada," cerocos Gina. Cewek itu kemudian natap muka gue. Bisa gue liat matanya yang berbinar terang.

"Tengkyu banget Yon...Muah muah mumumu." Gina memonyongkan bibirnya ke muka gue dan sok sok nyium gue. Nggak kena sih tapi tetep aja bikin jantung nggak sehat.

Tangan gue terangkat untuk mencubit bibirnya yang masih monyong-monyong. Bangke banget dah kelakuannya. Dia nggak nyadar gender apa? Gue laki, dia cewek.

Kalo gue balik nyosor 'kan bahaya.

Temen-temen yang lain cuma ketawa-ketiwi ngeliat kita.

"Jadi gencatan senjata udah disepakatin nih?" tanya Shandy.

"Yee lo pikir ini monyet satu meluk-meluk gue masih marah gitu?"

Gina mendelik dan melepaskan pelukannya. Cewek itu kemudian bersedekap dada dan meniup poninya.

Shandy ketawa dan berjalan ke arah meja guru, ia menggunakan penghapus papan tulis layaknya palu hakim pengadilan.

"Assalamu'alaikum warrahmatulahi wabarakatuh," seru Shandy membuat perhatian hanya tertuju padanya. Bahkan anak-anak yang akan pulang menghentikan langkah dan memperhatikan Shandy.

"Wa'alaikumsalam warrahmatullahi wabarakatuh," sahut satu kelas serempak. Penasaran dengan apa yang akan Shandy utarakan.

"Pengumuman pengumuman. Telah disepakati gencatan senjata antara sodara DION AWAN ANGKASA dengan sodari FIRSTYA ANGGINAFILA...." Shandy diam sejenak untuk melihat arlojinya "....pada pukul dua siang lewat duapuluh lima menit bertempat di SMA Pelita Angkasa. Bagaimana sodara-sodara? Sah? Sah?"

"SAAAAAAAAAHHHHHHHHHH!"

"ALHAMDULILLAH!"

Kemudian riuh tawa menggema di kelas itu. Shandy hanya bisa pasrah saat menerima tonjokan beruntun dari Gina dan Dion pada lengannya.

"Bun... coba liat nih sakit lengan Ayah...." adu Shandy pada Arlyn.

"Iya sayang sini-sini aku elus-elus," sahut Opal yang lagi belagak ngondek.

"Ya Tuhan. Lontooong." Shandy dan Opal pun jadi kejar-kejaran. Melihat itu Gina, Dion, Arlyn, dan lainnya pun ngakak berjamaah.

"Pal stop, Pal!! Gempa nanti nih bumi kalau lo lari!!" seru Shandy dan kemudian berlindung di balik tubuh Arlyn.

"Iye-iye cape juga nih gue."

"Alah nggak nyampe satu menit lah kalian lari-larian kok cape?" tanya Gina heran.

"Sesuai badan lah, Na." jawab Dion.

"Na, lo maafin gue kan?" tanya Opal penuh harap.

"Iya, Pal udah kok."

"Heheheh. Makasih, Na."

"Iya, tapi jambak dulu ya?"

"Ginaaaa!!"

Mereka semua kembali ketawa saat Opal menutupi kepalanya dengan merebut peci dari kepala Udin.

Dion menatap Gina yang ketawa ngakak. Tiba-tiba Gina juga menatapnya. Mereka saling pandang dan tersenyum satu sama lain.

Ada setitik warna merah jambu di dalam hati mereka masing-masing. Tak tau akan semakin berwarna atau malah pudar dan menghilang.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top