10 - Birthday
AUTHOR
Gina menekuk mukanya bete ketika melihat Dion yang sudah beranjak bersama Berlian keluar kelas saat bel istirahat berbunyi.
Oke, itu yang kesekian kalinya Gina ngerasa bete hari ini.
Gina sudah niat minta maaf ke Dion, dia menanti-nanti Dion di meja mereka berdua pagi-pagi sekali dan dia hanya mampu membisu saat Dion yang datang hampir terlambat memilih duduk bersama Berlian di ujung sana.
Mana hari ini nggak ada Bu Ratna, guru BP itu kan sesosok orang yang selalu menyatukan mereka kembali bersama tuh kalau Dion sama Gina lagi pisah ranjang.
Ehh salah, pisah duduk maksudnya.
"Kalau gue jadi dia gue mungkin udah berhenti minta maaf dan malah balik marah ke elo."
Gina termenung memikirkan perkataan Dilan tempo hari.
"Halooo, Naaa. Ngelamun aja." Arlyn mendaratkan bokongnya di kursi Yudhis yang tepat di depan Gina.
"Kesambet setan bencong, baru tau rasa lo Na," celetuk Shandy sambil menarik kursi disebelah Gina.
"Gak papa kok," sahut Gina sendu.
"Alah kaya cewek aja lo. Gak papa gak papa," cibir Shandy.
"Gue itu emang cewek!!" Gina menendang kursi Dion yang di duduki Shandy dan suaranya sudah naik dua oktaf.
"Ebuseeeet. Selow Na selow, lagi PMS yak?" Shandy memegang dadanya terkejut dengan tindakan Gina yang tiba-tiba.
"Bacot." Gina mendengus kasar kemudian menelungkupkan kepalanya ke meja.
"Dih ngambekan."
"Udah deh, Shan." Arlyn memukul lengan Shandy pelan. Cewek itu kemudian beralih menatap Gina yang masih menelengkupkan kepalanya. "Sekarang kenapa Na? Cerita doong," desak Arlyn.
"Kayaknya... Dion marah deh sama gue," lirih Gina.
"Deh. Emangnya lo peduli?" komentar Shandy sambil membuka bungkusan kacang atomnya.
"Gue... pengin minta maaf sama dia. Kalian bener, gue udah keterlaluan. Udah nyuekin dia, caci maki dia...."
Shandy dan Arlyn saling pandang dan tersenyum tanpa sepengetahuan Gina.
"Noh nyesel kan, cocok banget sama lagu dangdut. Kalau sudah tiada baru terasa... bahwa kehadirannya sungguh berharga....."
"Maap Bang, nggak ada receh."
"Sialan lo, Lyn." Shandy melempar Arlyn dengan kacang atomnya.
"SHANDYYY!!!" suara Arlyn melengking kesal saat kacang atom yang dilempar Shandy mengenai matanya. Bumbu bumbu dari kacang atom itu membuat dia kelilipan.
"Lo kenapa Lyn?"
Gina menegakkan kepalanya untuk melihat keadaan Arlyn.
"Waduh, heh jangan dikucek." Shandy menahan tangan Arlyn.
"Gara-gara lo nih, gimana doong sakit tauuu," rengek Arlyn kesal.
"Iye bentaaar. Coba gue liat." Shandy bangkit dari kursi Dion dan mendekat pada Arlyn. Cowok itu mengulurkan tangannya membersihkan bumbu kacang atom pada wajah Arlyn dengan lembut.
"Coba buka mata lo."
Arlyn mencoba membuka matanya. Namun, mata kanannya yang kelilipan tidak bisa terbuka.
"Pedih nih." Airmata perlahan keluar dari sudut mata kanan Arlyn.
"Yah, jangan nangis dong, Lyn. Ntar gue harus tanggung jawab."
"Gue nggak nangis, bego," ujar Arlyn sembari memukul perut Shandy.
"Cepetan tanggung jawab Shan. Ayo ke KUA kalian."
"GINAAAA!!" Arlyn berseru mendengar perkataan Gina yang menurutnya sembarangan.
"Ide bagus tuh. Gue sih pengin nikah muda," kata Shandy mesem-mesem yang membuat Gina akhirnya bisa ngakak setelah menekuk muka terus-terusan.
"SHANDYYY!!!" seru Arlyn lagi.
"Iya sayaaaang!!"
"Kutu kupreeeeet mata gue nih!!"
"Eh iya lupa. Soalnya gue lagi ngebayangin masa depan kita berdua sih, Yang...."
"Shan, lo bangke banget sih jadi manusia. Bisa nggak ngomong nggak sekata-kata. Mikir pake otak. Duh sakit nih mata gue. Gara-gara lo nih--" omelan Arlyn terhenti karena gerakan Shandy yang membungkuk mendekatinya. Tubuh Arlyn mendadak kaku saat ia rasakan napas Shandy menerpa wajahnya.
Tayi.
Kedeketan, njir.
Jantung Arlyn berdetak cepat secepat kereta listrik Jepang.
Dirasakannya kelopak mata kanannya yang sakit bergerak terbuka. Angin semriwing menyentuh bola matanya beberapa kali. Sakit di matanya perlahan hilang. Namun, jantungnya sekarang memiliki masalah yang serius.
"ANJAAY. Lo pada syuting pelem apaan?" komentar Yudhis yang datang bersama Udin.
"Oh Em Ji. Mata gue ternodai, maaan. Mesum lo pada mojok mojok di belakang, berduaan ketiganya setan coy!!"
"Iye, gue setannya Din," kata Gina santai dan tersenyum miring.
Arlyn yang tersadar kemudian memundurkan wajahnya. Cewek itu mengipas-ngipaskan tangan ke wajahnya yang terasa panas.
Shandy berdiri dengan tegak kemudian memandang Yudhis dan Udin dengan tajam.
"Elo pada tuh yang otaknya nggak beres. Bini gue tuh lagi kelilipan."
"Ohhh bini lu kelilipaaaan," koor Yudis dan Udin seperti paduan suara anak TK.
Gina ngakak melihat Arlyn yang semakin memerah, gadis itu duduk dengan gelisah. Matanya memicing sinis pada tiga cowok yang sedang bercengkrama tidak jelas itu.
"Noh salting kan bini gue. Merah noh mukanya. Bun... matanya gimana? Udah mendingan 'kan abis ditiupin sama Ayah?" Shandy mengelus kepala Arlyn yang duduk di depannya.
"Ayah Bundaaa...." koor Udin dan Yudhis lagi.
"Kurang asem nih Shandy. Arlyn lo nggak boleh blushing lagi. Harga diri Lyn, harga diri!! Waktunya elo beraksi, Lyn. Emangnya dia doang yang bisa godain gue. Gue juga bisa kali," batin Arlyn.
Arlyn berdiri dengan tiba-tiba membuat Shandy terkaget-kaget karena jarak mereka yang teramat sempit. Upayanya untuk menciptakan jarak tertahan saat Arlyn meletakan lengan di bahunya. Gadis itu semakin membuat Shandy juga Yudhis, Udin dan Gina tercengang saat Arlyn melepaskan cepolan rambutnya dan mengibaskan rambutnya layaknya bintang iklan sampo. Wangi shampo stroberinya membelai wajah Shandy yang masih membeku terpesona.
Arlyn menatap Shandy dalam. Cewek itu tersenyum manis. Tangannya kemudian bergabung dan mengalungi leher Shandy.
"Gimana Ayah, mata Bunda udah nggak merah lagi kan?" tanya Arlyn manis.
"I...I...ya." Shandy mendadak gagap. Wajah dan telinganya memerah. Shandy bisa mendengar jantungnya lagi pentas rebana. Tanpa sadar cowok itu menelan saliva. Damn, Arlyn tak pernah bertindak seperti ini sebelumnya.
Gina, Yudhis dan Udin sudah terbahak melihat ekspresi Shandy. Arlyn menahan tawanya, tidak menyangka tindakannya bisa membuat Shandy mati kutu.
Arlyn kemudian memiringkan kepalanya, gadis itu masih tersenyum menggoda. Mulutnya kemudian mengarah ke telinga Shandy.
"Aku...."
Shandy merinding, bulu kuduknya meremang. Jantungnya ajep-ajep.
"Laper." Suara Arlyn menggema di telinganya.
Arlyn melepaskan tangannya dari leher Shandy beralih mendorong dada cowok itu dan merengsek maju membuat Shandy otomatis mundur. Cewek itu menarik dasi Shandy dan menyeretnya sambil tertawa.
"Anak anak... Ayah Bunda mamam duluuu, pinter-pinter yaaa," kata Arlyn ceria pada Gina, Yudhis dan Udin.
"Iya Bundaa...." sahut Gina dengan nada anak-anak yang dibuat-buat.
Dua sejoli itu pun berlalu meninggalkan tiga orang yang berpandangan kemudian tertawa riuh seriuh-riuhnya. Mereka memegangi perut karena ngakak abis-abisan.
"Aduh... Shandy Shandy... KO juga kan akhirnya," ucap Gina sambil menghapus air matanya karena terlalu banyak tertawa.
"Cewek kok dilawan HAHAHA." Yudhis ngakak sambil geleng-geleng.
"Arlyn kesambet setan centil kali yak," timpal Udin.
"Hahahahaa...."
Tawa Gina berangsur menghilang saat dilihatnya Berlian dan Dion memasuki kelas dengan tertawa-tawa.
Bah.
Suntoloyo, emang.
Bel berbunyi nyaring menunjukan waktu pulang telah tiba. Anak-anak merapikan tas mereka setelah Bu Lilis keluar dari kelas.
"EIT EIT EIT, HARI INI ADA YANG ULTAH LOOH!!" seru Shandy yang mengundang perhatian teman-temannya.
Gina mengernyitkan kening.
'Siapa yang ultah ya?' batin Gina bertanya-tanya.
"Satu, dua, tiga!!" seru Shandy lagi. Kemudian seketika tatapan satu kelas hanya tertuju padanya.
"Happy Birthday Ginaaa... Happy Birthday Gina... Happy Birthday Happy Birthday Happy Birthday Happy Birthday Ginaaa...." Lagu selamat ulang tahun teralun di ruangan itu. Teman-teman kelasnya bernyanyi sambil bertepuk tangan dan berjalan menuju Gina.
Gina tertegun.
Dia lupa ulang tahunnya.
"Kok kalian inget ulang tahun gue? Sumpah gue aja lupa," tanya Gina shock setelah teman-temannya selesai bernyanyi.
"Pemberitahuan di facebook Na. GyiinasiGyinaimoetzchayankKievCyelaluuPolepel sedang berulang tahun katanya." Udin menunjukan ponselnya tepat di depan wajah Gina.
Gina mendelik kesal pada Udin yang membeberkan nama fb-nya yang bermeter-meter itu panjangnya. Ya maklumin aja itu kan lagi masa-masa alay bin jahiliyah. Gina udah nggak aktif facebook dari kapan tahun kalee.
Tapi kok ponselnya nggak rame? Biasanya kan di bbm, wa, path, line, ig pada ngucapin tuh.
Oh iya lupa, kuota dia 'kan abis.
Mamanya yang berada di luar kota pun tidak mengirimkan pesan apapun.
"Terus kenapa nggak ada yang ngucapin dari pagi?"
"Sengaja Na, kita kira lo bakalan jengkel. Eh, lo nya sendiri aja ternyata lupa," sahut Shandy.
"Hehe iya sih." Gina menggaruk kepalanya yang nggak gatel.
"Selamat ulang tahun Ginaa. Semoga panjang umur, sehat-sehat------" teman-temannya pun bergantian menyalaminya dan mengucapkan selamat ulang tahun.
"Selamat ulang tahun baby besaaar. Ciye ciyeee. Doanya urusan gue sama yang Maha Kuasa aja yaa. Yang bagus-bagus deh doanya nggak yang jelek kok," ucap Arlyn sambil terkekeh.
"Iya makasih banyaaaak ya, Lyn." Gina berujar sambil meraih sohibnya itu ke pelukan.
"Weitsss selamat hari menetas Na!! Moga-moga diumur lo yang makin berkurang ini lo bisa jadi makin... bantet," ucap Shandy dengan muka yang pengen banget ditabok.
"Bangke banget lo Shan!!!" Gina ngegebuk Shandy dengan buku paketnya yang tebelnya minta ampun.
"Adaw adaw!! Sakit Na!!" Shandy mengadaw dengan heboh.
"Iye iye becanda. Semoga lo... doa sendiri deh gue aminin, hahaha."
"Iyeee makasih yaa brooo," jawab Gina tulus.
Tiba-tiba seseorang mengulurkan tangannya ke arah Gina.
"Gina, selamat ulang tahun ya. Wish you all the best," kata gadis itu tersenyum.
"I... iya makasih banyak ya Berlian," jawab Gina tersenyum canggung.
"Oh iya. Gue balik duluan, ya. Soalnya supir gue udah nungguin nih." Berlian tersenyum meminta maaf.
"Oh iya iya nggak papa, Li."
"Sekali lagi happy birthday ya, maaf gue harus duluan."
"Iya. Makasih banyak yaa. Daah."
Gina melambaikan tangannya. Berlian akhirnya keluar kelas setelah berpamitan dengan teman-teman yang lain.
Hati Gina merasakan hal yang aneh saat Berlian berbincang dengan Dion di bibir pintu.
Sepeninggal Berlian, Dion berjalan ke arah meja guru. Cowok itu mungkin akan membereskan LCD sehabis pembelajaran tadi.
Gina menatap Dion lama. Tak disangka cowok itu juga balik menatap mata Gina. Namun setelah beberapa saat ia buru-buru membuang muka dan kembali sibuk dengan kegiatannya.
Dion... nggak ada niat ngucapin selamat ulang tahun ke gue gitu?
Hati Gina mencelos.
Cowok itu... segitu marahnya?
Ulang tahun kan hari penting.
Hari spesial untuk seseorang.
Masa temen sebangku lagi ulang tahun dia nggak peduli sama sekali? Apa Dion udah nggak nganggep dia temen lagi?
Mata Gina mulai berkaca-kaca memikirkan itu.
Kalau dipikir-pikir kata temen bahkan nggak pernah ada dari awal di antara mereka.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top