Who?
oke, maafkan saya yang sungguh lama post ini :v *diamuk readers*
PERHATIAN. chap ini perlu imajinasi. Typo mungkin ada. GaJe. Amatiran. DLL
tanpa basa-basi,
happy reading...
***************************************************************************************
"[Name]-san, ini laporan dari Kunikida-san." Atsushi menyodorkanku sebuah map biru muda. "Dia minta hasil revisinya segera diberikan hari ini." Lanjutnya.
"Baiklah." Aku mengangguk. "Tolong katakan padanya bahwa aku hanya merevisinya jadi dialah yang merapikannya." Sambungku.
"Iya, akan aku sampaikan." Atsushi pergi.
"Yosh! Mari kita lakukan." Aku kembali mengetik. Kumenatap lembaran kertas itu. Awalnya aku diam sejenak tapi, "Arghh...! Ini terlalu banyak!" keluhku. Seketika aku lemas sambil menyenderkan kepala ke kursi. "Tapi mau gimana lagi. Kalau tak kulakukan, aku makan apa?"
Ya, sudah sebulan lebih sejak orangtuaku pergi ke luar kota, entah kemana. Mereka pergi tanpa meninggalkan pesan apapun untukku. Saat itu aku bangun pagi hari dan tak mendapati seorang pun di rumah. Saat berkeliling rumah, aku menemukan catatan kecil di pintu kulkas. Setelah membacanya, rasanya kuingin menghancurkan semua barang di rumahku.
A/: sa-sabar! Pasti ada hikmah dibalik semua kejadian #azeek :v *slap
Bukan karena itu saja. Mereka tak meninggalkan sepersen pun uang untukku. Bahkan orang yang kami pekerjakan juga hilang tanpa jejak. Kalian mungkin berpikir kalau orangtuaku pergi karena alasan yang kuat. Kalian salah. Semalam sebelum kepergian mereka, ada suara tertawa di kamar mereka yang sampai membuatku tak bisa tidur. Tawaan itu seperti suara orang kerasukan, sangat keras. Aku sampai merinding dibuatnya. Dan kalau boleh jujur, sepertinya aku yang lebih dewasa daripada mereka.
"Ada apa, [Name]-chan?" Naomi menghampiriku. Dia tepat di depanku.
Aku bangun dari lamunanku. Sepertinya dia menyadari bahwa aku sedang kesal. "Tidak ada apa-apa kok, Naomi." Aku kembali fokus ke laptop. "Sebaiknya kau lanjutkan pekerjaanmu, Naomi." Aku tak berpaling dari layar sambil mengetik.
Dan untung saja saat kebingungan melandaku, aku mendapat keberuntungan. Aku bertemu agensi ini. Waktu itu aku 'membantu' penangkapan seorang penjahat yang kabur. Padahal saat itu aku tak bermaksud melakukannya.
*sebulan yang lalu...
Aku membawa tumpukan buku lama yang niatnya akan kujual murah di toko seberang untuk memenuhi biaya makan hari ini. Miris memang T^T tapi sesuatu datang dengan cepat.
"Seseorang! Hentikan dia!" surai kuning berlari mengejar si kaos hitam.
Target berlari tak tentu arah. Sesekali ia menengok ke belakang untuk memastikan jaraknya cukup jauh dengan si rambut kuning. Sampai akhirnya dia menuju ke arahku.
Tanpa sadar, kuluruskan kakiku membentuk 165 derajat dan ujung kakiku menghadap ke atas dengan sudut 90 derajat. Badanku pun miring ke kiri 35 derajat. Dan kejadian itu membuahkan hasil yang kalian tahu pasti apa jawabannya.
A/: woy! Ini FF bukan soal matematika! *lempar pensil* hentikan itu! @-@
Penjahat itu terselandung kaki indahku dan mendarat tak karuan di atas aspal hitam mempesona yang seperti terpanggang. Ahahaha... kasian sekali dia...
A/: kau menyebalkan dan kejam, [Name]-san =_=;
Setelah itu, surai kuning itu menyergap target dan langsung memborgolnya "Tertangkap kau!" gumamnya.
Si kaos hitam terus meronta. Tentu saja dia menyangkal atas perbuatannya. Tak berselang lama, kawanan polisi datang dan mengambil alih kendali. Penjahat itu pun dibawa bersama mereka.
Seorang pemuda berambut abu-abu menghampiriku. "Terimakasih atas kerjasamanya." Ucapnya girang. Aku hanya mengangguk dengan ekspresi kebingungan.
"Oi, nona!" teriak seseorang yang jaraknya tak jauh dariku. Sontak kumenoleh. "Terimakasih telah membantu kami. Maaf merepotkan" Lanjut si surai kuning.
"Heh... ternyata Kunikida-kun bisa berterimakasih dan meminta maaf." Cibir si surai cokelat. Dan hanya sedetik kemuadian, dia sudah jadi korban kemarahan seseorang.
"BISA-BISANYA KAU MENGATAKAN ITU DI SAAT SEPERTI INI?!" kini orang yang tadinya tampak keren karena baru saja meringkus penjahat menjadi pemarah yang sensi.
A/: saya setuju denganmu, [Name]-san *angguk* *dihajar Kunikida-san* :v
Aku yang sedari tadi berdiri terpaku, bingung harus menanggapinya seperti apa. Pasalnya, aku tak mengerti situasi ini. Tadi kulakukan begitu saja tanpa ada niatan apapun. Jujur, itu hanya pengalamanku dalam hal 'mengingatkan' temanku jangan berlari ketika di lorong sekolah.
Masih dalam lamunanku, seseorang mendekat. "Pokoknya, kami berterimakasih karena sudah membantu. Kau ingin apa?" tanya surai abu-abu.
"T-tidak usah. Aku tak minta imbalan kok. Aku melakukan itu spontan. Jadi, tidak—"
"Kami tak bisa begitu, Nona." Pria surai cokelat memegang tanganku. Tunggu, sejak kapan?! "Kau terlalu baik jika menolak." Wajahnya menampakan pesonanya.
Aku yang melihat hanya bisa diam sambil blushing. Rasanya saat itu wajahku merah sekali dan mungkin hampir mimisan. Matanya menatapku begitu mendalam ditambah dengan aura--
A/: wait, [Name]-san! Jangan dijelaskan lebih terperinci! Saya juga ikutan blushing nih *nosebleed* (///w///)
Sampai akhirnya si surai kuning memisahkan kami dengan cara yang kasar (lagi) --" "Mungkin ada yang bisa kami bantu?"
"Se-sebenarnya aku ingin menjual buku-buku ini." Kataku agak gugup.
"Eh? Kenapa tidak disimpan saja?" tanya si cokelat.
"Aku maunya begitu sih. Tapi ini untuk kebutuhan makanku. Jadi, aku harus melakukannya kan?"
"Memangnya kau tak dapat makan dari orangtuamu?" tanya si abu-abu.
"E-etto..." seketika aku sweat drop.
"Kalau begitu, gabung saja." Ucap si kuning.
"Eh? Apanya?"
"Kau ikut kami bekerja di tempat yang sama. Masuklah agensi kami."
Seketika itu, aku melihat cahaya harapan...
A/: Ah, lebay kau --"
"Hah..." Naomi menghela napas dan spontan membuatku melirik ke arahnya.
"Ada apa?" tanyaku.
"Hei. Harusnya aku yang bertanya begitu." Naomi menggelengkan kepalanya.
Aku pun heran. "Eh? Memangnya kenapa?" aku langsung menghentikan pekerjaanku dan menoleh ke arah Naomi.
"Biarku tebak. Kemarin malam kau tak tidur kan? Susah tidur lagi?" dia menghela napas.
"Eh? Bagaimana kau tahu?" aku memasang wajah tak percaya. "Tak kusangka kau bisa meramal juga—"
"Ini bukan meramal --" itu sangat terlihat di wajahmu tahu! Mata seperti panda itu terlihat sangat jelas."
Aku tersentak. Apa benar yang dikatakannya? Batinku.
"Lain kali, cobalah ringankan bebanmu. Kau ini kurang istirahat kan?" lagi-lagi dia menceramahiku. --"
"Kau kan tidak tahu apa yang kualami..." seketika kulemas.
"Hah? pasti hal yang sama ya?"
"Iya..."
"Sebaiknya hilangkan phobiamu—"
"Aku memang ingin... TAPI GIMANA CARANYA?! Huehehehehe..." aku merengek.
"Ck ck ck... [Name]-san..." Naomi mengelengkan kepalanya.
"Kau kan... tidak... tahu... apa yang... kurasakan... hiks..." Naomi langsung mengelus-elus punggungku.
Ya. Ini sudah terjadi sejak tiga minggu yang lalu. Aku terus menghadapi phobia-ku. Sosok (yang seharusnya) kasat mata yang sering datang ke rumahku. Dia sering menampakan diri akhir-akhir ini. Benar. AKU TAKUT HANTU! (dan sejenisnya)
*Semalam...
"Huah... ngan...tuk..." aku berjalan gontai menelusuri lorong rumahnya. "Hah... lagi-lagi aku pulang larut malam..." keluhku.
Semenjak orangtuaku pergi, rumah terasa sangat sepi. Biasanya, kami bercengkrama di ruang tengah saat malam. Tapi, kini suasana benar-benar berbeda. Sepi seperti... KUBURAN!
Aku memeluk tubuhku dengan erat. Dalam keadaan mengantuk, kuberusaha untuk ke kamar mandi. Air terasa dingin saat malam begini. Justru membuatku segar. Ya, itu yang kuinginkan. Pekerjaanku belum selesai. Rasanya kuingin membakar laptop dan berkas-berkas agar terbebas darinya. Tapi kalau kulakukan, aku akan makan apa?!
Setelah dirasa cukup, kumengelap wajahku. "Hah... rasanya lebih enak sekarang." Dan seperti orang kebanyakan, aku bercermin-eh?!
"KYAAAAAAAA!!!"
[SKIP]
"Tunggu. Jangan bilang kau melihat 'itu'?" sela Naomi dan menekankan kata 'itu'.
"I-iya..." seketika kulemas.
Naomi menepuk pundakku. "Sabar, [Name]-chan... Lalu, apa yang terjadi setelah itu?"
"Setelah itu..."
.
Aku terduduk lemas sambil berpegangan ke washtafel. "A-ah... a-apa aku... s-sedang bermimpi... lagi?" aku gemetaran. "Mungkin... a-aku sangat... mengantuk. L-lebih baik... a-aku... tidur..." perlahan kubangkit. Dan aku menyadari sesuatu. "Hm? Bau ap- KYAAAAAAAAAAAA!!!"
[SKIP]
"Hei. Kini apa yang terjadi?" Naomi menatapku dengan tatapan yang menyiratkan 'kamu lebay banget'.
Bukan jawaban yang ia dapatkan, justru aku gemetaran membayangkan hal yang terjadi semalam. Benar-benar hal yang lebih menakutkan dari sebelumnya. "Rasannya ingin pindah rumah saja." Aku masih terkulai lemas. Naomi memelukku.
"AHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA!!!"
A/: ini pasti dia --"
Pandangan mereka langsung tertuju ke sumber suara. Siapa lagi kalau bukan si jisatsu maniac. Dia memegangi perutnya sambil tertawa.
"Ada ap—"
"BISA-BISANYA KAU TAKUT CUMA KARENA HAL ITU! DASAR PENAKUT! BUAHAHAHAHAHAHAHAHAHA!!!" suaranya yang menggema membuatnya jadi pusat perhatian di kantor. Nampak juga air mata orang tersebut yang tak bisa berhenti tertawa.
Di sisi lain, aku hanya bisa menahan malu karena jadi bahan tertawaan. Bagaimana tidak, suaranya itu lho, yang super menyebalkan. Rasanya kuingin membunuhnya sekarang juga!
A/: sabar ya, [Name]-san...
Pandangan semua orang masih tertuju padanya, lalu beralih padaku. Seketika kumenyembunyikan wajah ini dibalik telapak tangan. Aku tak bisa menyangkal kalau aku adalah penakut. TAPI NGGAK GINI JUGA KELESSS!!
"Hei, Dazai! Daripada kau tak ada kerjaan, lebih baik buat laporan kasus kemarin." Saut Kunikida-san dari meja kerjanya.
Terimakasih, Kunikida-san... batinku.
Orang yang terpanggil pun berhenti tertawa. Dia menatap datar Kunikida-san. Dan... tatapannya berubah serius. "Aku ada kerjaan, Kunikida-kun." Balasnya singkat.
Kunikida-san mengangkat sebelah alisnya. "Apa itu?"
"MENERTAWAKAN KELAKUAN [NAME]-CHAN!! MUAHAHAHAHAHAHAHA..." dia jingkrak-jingkrak dan berguling di lantai tidak jelas bagai kesurupan. Lagi-lagi dia tertawa di atas penderitaan orang --"
Tak butuh waktu lama, sang pem-bully itu ditendang oleh panther-nya. Alhasil, si korban berhasil keluar ruangan melewati pintu yang tak sengaja dibuka oleh Kenji saat dia yang baru saja masuk kantor setelah berkeliling mencari informasi. Sungguh kebetulan yang amat sangat tepat :v
Lalu, Kunikida-san menghampiriku. Dia berusaha menyadarkanku yang masih tertegun dengan kejadian yang baru saja terjadi. "Hei, [Name]." panggilnya.
Segera kutersadar dan meresponnya. "Y-ya?"
"Apa benar kejadian seperti itu terjadi padamu? Mungkin itu hanya halusinasi." Kata Kunikida-san.
"Ya, aku yakin. Aku seratus persen sadar saat kejadian. Memang itu terjadi saat kumengantuk, tapi aku benar-benar yakin itu bukan halusinasi!" tegasku.
Dia sedikit terkejut. Keadaan hening sesaat. Kemudian, ia kembali ke tempat kerjanya. "Aku tetap yakin kalau itu tidak nyata. Tak mungkin ada hal semacam itu." Ucapnya datar.
Kukira ia akan membelaku, rupanya dia sama aja dengan Dazai-san. Seketika itu kuingin membunuhnya juga.
A/: boleh. Nih, saya sudah bawa alatnya *megang pistol*
Tapi percuma saja. Tak ada yang akan mengerti phobiaku ini. Rasanya kuingin berteriak di atap gedung, mencaci maki mereka yang tak mengerti aku.
A/: adegan di atas ^ jangan ditiru :3 nanti dikira gila :v
Tetap saja, aku tak bisa berbuat banyak. Aku hanya bisa menghela napas melihat respon mereka terhadapku. Toh, itu sikap yang wajar.
***
*di rumah...
"Oke. Akhirnya kelar juga... hah..." aku meregangkan badanku yang pegal-pegal karena sudah berjam-jam di dpan monitor komputer. Tapi lelahku terbayarkan oleh pekerjaanku yang sudah selesai. Yeay!
Tes tes...
Oke, ini terlalu sunyi.
Cklek-
"Siapa itu?!" spontan aku berdiri dari kursi dan menengok ke arah pintu.
Pintu tetap diam dan normal.
Srek. Srek.
Oke... ini tidak lucu.
Brak!
Sekejap kuberbalik ke arah suara. Bingkai fotoku jatuh. Aku melirik komputerku. Dia masih menyala. Dengan cepat, kumenyambarnya. Berniat mematikannya.
Klik. Set-
"KYAAAAAAAAAAAAA!!!" aku melompat terkejut dan menjauh dari komputer. Kumembelakanginya dan melihat sekeliling. "Woy! Kalau kau berani, jangan sembunyi dong! Jangan main ginian! Keluar kau!" teriakku seakan mengacam.
Keadaan hening.
"Hah! Ternyata kau lebih penakut! Pergi sana jauh-jauh!" ucapku asal. Kulirik jam dindingku. Sudah jam segini, rupanya... batinku. "Okelah. Sebaiknya aku tidur sekarang." Tanpa basa-basi, aku ngibrit ke kamar. Tak lupa kuletakan gelas berisi air yang sempat kuambil dalam perjalanan ke kamar di atas meja.
"Yosh! Saatnya ti—"
Ptsss!
Listrik padam. Spontan kumencari senter. Untung saja kusimpan di laci meja. Kuraih benda itu dan menyalakannya. Ah, kurang beruntungnya aku. Baterainya habis. Tapi, tenang. Aku masih punya cadangan baterai di laci. Tapi, kalau boleh jujur, aku juga takut kegelapan.
"M-mana sih baterainya?!" aku terus mengobrak-abrik isi laci. Ah! Ini dia. Tapi apa ini? Panjang dan... berdesis-
"W-wuah!" karena panik, segera kulempar sesuatu itu. Oh, tidak. Aku melempar baterainya juga. Sepertinya baterai itu berguling ke bawah ranjang, batinku. Aku merunduk.
Tapi, tunggu. Aku ingat sesuatu. Ini seperti adegan di salah satu novel horor yang pernah kubaca. Nanti pasti ada sesuatu di bawah sana. "Y-yah... mau bagaimana lagi--" aku menggunakan tenaga penuh untuk mengambilnya secepat kilat.
Grap.
"Eh?" benar saja. Itu... TANGAN!
Aku langsung berdiri. Oh, tidak! Tanganku ditahan olehnya! "A-aaa..." mendadak suaraku hilang. Aku ingin teriak namun tak bisa.
Aku dapat merasakan tatapan tajam darinya. Tajam dan menakutkan! "Kemarilah, nona manis... aku ingin bermain denganmu..." lirihnya. Dia menyeringai.
Tanpa isyarat apapun, kuinjak tangan itu. Dia langsung melepaskanku dan membuatku terjatuh membentur tembok. Kuingin lari dari situ tapi kepala yang baru saja terbentur membuat pusing dan pandanganku sedikit buram.
Aku dapat merasakan kalau saat ini aku dikelilingi oleh aura mencekam. Oke, ini bukan asli. Ini hayalan saja. Aku percaya padamu, Kunikida-kun! Batinku mulai bertumpuk. Aku percaya itu sungguh terjadi. Di sisi lain, hal semacam ini bisa jadi halusinasi yang timbul karena efek membaca novel-novel misteri dan horror.
A:/ udah tahu takut hal semacam itu, malah dibaca --"
Kusembunyikan kepalaku di antara kedua kaki yang kulipat. Mendekap diriku kuat-kuat. Aku... benar-benar takut. "Ma, Pa, tolong... aku—"
Tep.
Ada sesuatu menyentuhku. "Aaaa—"
"KEJUTAN!!!"
"Eh?" oke, cahaya lampu kembali menerangi rumah ini. Terdapat anggota ADB di sini.
"Maaf ya, [Name]-chan..." Naomi nyengir.
"M-maaf, [Name]-san... a-aku tak bermaksud menakutimu." Atsushi nampak bersalah.
Aku berganti manatap Kunikida-san.
"Jangan melihatku begitu. Ini bukan ideku." Dia melirik si rambut coklat.
Orang itu justru cekikikan. Aku menatapnya kesal. "Ahahahaha... gimana? Apa kau masih takut? Muahahahahahaha..." dia tampak puas.
Aku terus menatapnya sebal. "Apa kau puas, hah? Dasar tisu toilet berjalan!" celetukku.
Dia tak menggubrisnya. "Kami hanya melakukan sesuai misinya, nona."
"Sesuai misi? Maksudnya?"
"Kami diperintahkan untuk menyiapkanmu untuk menghadapi ujian mental. Kau ingin melanjutkan studimu di luar negeri kan? Orangtuamu ingin kau dites sebelum ke sana." Jelas Kunikida-san.
Setika kukeluarkan aura hitam pekat yang membunuh. "Hah...? Jadi ini semua permintaan dua-tua-bangka-menyebalkan-plus-kekanakan-yang-sadis-pada-anaknya-sendiri, hah?"
Semua nampak sweatdrop kecuali Dazai-san yang masih ngakak tidak jelas -_- "Ahahahahaha... anggap saja ini hadiahmu karena telah membantu agensi." Dazai-san tersenyum.
Aku menghela napas berat. "Jadi, semenjak aku bertemu kalian dan bekarja bersama kalian itu adalah rencananya juga? Bahkan acara menakuti ini pun dari awal adalah ulah kalian?"
"Iya^^" jawab Dazai-san enteng. Seketika kuingin melemparnya dari atas Menara Tokyo. "Lalu, yang mana menurutmu menyeramkan?" lanjutnya.
"Tentu saja hari ini!" kataku spontan.
"Bukan. Maksudku, selain hari ini."
"Hmm... mungkin sekitar seminggu yang lalu—"
"Eh? Memangnya apa?" tanya Naomi.
"Itu lho, saat aku memberi makan ikan di aquarium. Ketika kumelihat kaca aquarium, ada pantulan seseorang di belakangku. Tetapi saat kumenengok ke belakang, tak ada siapapun." Jelasku rinci. Aku berpikir sejenak. "Itu pakai ability-nya Tanizaki ya?"
"Eh? Aku?" ucap Tanizaki saat namanya terpanggil.
"Iya kan? Habisnya tiba-tiba muncul gitu."
"Enggak kok. Onii-sama ada misi yang penting. Jadi, dia tak ikut."
"Eh? Lalu itu siapa?"
Keadaan mendadak hening. Tak ada yang bicara. Mereka saling manatap.
Dalam kesunyian itu, tanpa mereka sadari ada sesosok yang memerhatikan mereka sambil menyerinya. "Hihihi..."
[TAMAT]
Behind the scene
Reader: sebenarnya aku tahu kalau tangan yang tiba-tiba megang aku bukan hantu
Dazai: tahu dari mana? *nyengir*
Author: pasti kamu mau bilang karena suhu tangannya yang hangat kan?
Reader: iya. aku tak sebodoh itu untuk dibohongi. Aku tadi berpura-pura, lho. Rencanamu gagal, dazai. Ahahaha...
Author: hei. Justru itu rencana dia --" Dazai-san sengaja biar kamu tahu dan gak takut banget. Istilahnya ngasih kode gitu '-')/
Reader: eh? Benarkah? *lirik Dazai*
Dazai: *senyum*
Reader: ... (///-///)
***
halo, minna-san! maaf ya lama up datenya. saya mulai sibuk nih //alah :v
tadinya mau post pas malam Jum'at biar lebih terasa. Muahahahahaha :v *ditikam
ada banyak hal yang menyebabkan lama BANGET up date nya T^T
sebenarnya mau cerita kenapa lama post. tapi lupa ceritanya gimana :v *plak
dari persiapan *ekhem* lomba dan lombanya, persiapan UTS dan UTSnya, remedialnya (yah, walau tetap aja nilainya jelek :v), sinyal susah, waktu kurang, mager, males, lelah, sakit, dll
intinya, saya bakal lama post chap berikutnya. ada juga sih yang setengah jadi. tidak, seperlima jadi :V *digiles*
maaf membuat kalian readers kecoa, eh- kecewa maksudnya :v saya sungguh minta maaf :"3
Mohon dukungannya dengan vote, comment, share and follow me^^ dukungan kalian SANGAT berarti :3
*apalah saya yang jarang dinotice dan terlupakan ini :v*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top