Little Girl

Penjahat itu masih tak mau menurut. Keteguhannya tak berubah. Dia masih menyanderanya. Dazai dan Atsushi berusaha bernegosiasi. Kunikida juga masih bersiaga di tempat jika terjadi sesuatu.

Atsushi "merayu" sang penjahat. "Ano... tolong lepaskan mere--"

"DIAM!!" lagi-lagi perkataan Atsushi ditepis.

"Tolong tenang. Kami mohon lepa--"

"SUDAH KUBILANG DIAM!!"

Si jaket hitam masih menodongkan pistol ke kepala sanderanya. Ya, dia menyandera sekitar delapan orang murid. Kejadian itu terjadi di sebuah toko buku di Yokohama.

Awalnya si penjahat kabur dari mobil tahanan polisi. Dia dipindahkan ke penjara di luar kota. Dia berhasil kabur saat kemacetan terjadi. Dia lari ke sana-kemari, sepertinya dia mencari target. Hingga pelariannya berhenti di sebuah toko buku. Melihat orang asing yang tiba-tiba datang dan menodongkan pistol ke sekitarnya sontak membuat orang-orang di dalamnya kocar-kacir. Dan orang yang kurang beruntung, terjebak bersama kriminal itu. Polisi kewalahan dan meminta Agensi Detektif Bersenjata turun tangan untuk membantu.

Dia merangkul (?) sanderanya yang masih SMP. Sandera-sanderanya yang lain diikat olehnya saat kebetulan salah satu pegawai memegang tali untuk mengikat tumpukan buku lalu merampasnya.

Sandera yang ditodong itu hanya bisa menahan tangisnya. Matanya berlinang air mata. Apalagi saat ujung pistol itu sangat dekat bahkan menempel pada pelipis kepalanya. Dia gemetaran. Sementara itu, sandera lainnya menangis dalam diam sambil terikat dengan posisi duduk di belakang penjahat itu.

"Te-tenang ya... K-kalian pasti selamat tanpa luka." Ujar Atsushi menenangkan walau dia juga tak tahu harus berbuat apa.

"Tolong menyerahlah. Kau tak bisa apa-apa. Kami tak ingin siapa pun terluka. Tolong lepaskan sanderanya dan kami akan membawamu tanpa kasar." Perlahan Kunikida mendekat.

Menyadari itu, kriminal itu berulah dengan menembak langit-langit toko. Sandera menjerit. Spontan Kunikida kembali menjauh. Tetesan air mata sudah mulai membasahi pipi murid-murid malang itu. Siapa sangka, mereka hanya ingin berbelanja kebutuhan sekolah justru terlibat dalam hal ini.

Atsushi mendekati Dazai. "Dazai-san, kita harus bagaimana? Dia tak mau melepas mereka." Kecemasannya tak bisa ditutupi lagi.

"Soal orang ini, kita biarkan polisi yang tangani. Kita hanya perlu pastikan tak ada yang terluka hingga bala bantuan datang." Ucap Dazai.

Atsushi mengangguk. Mereka bingung harus melakukan apa supaya dia melepas mereka. Andai saja salah langkah, nyawa para sandera jadi taruhannya. Tapi, sedari tadi ada yang menarik perhatian Atsushi.

Gadis kecil di ujung sana tengah terikat diam. Ekspresinya begitu tenang. Tak manangis maupun ketakutan. Dia diam menatap kami dan penjahat itu. Ekspresinya seperti biasa saja menanggapi kejadian ini.

Ada apa dengannya? Kenapa dia begitu tenang di saat semua orang tegang menghadapi situasi ini? Ini seperti bukan apa-apa baginya. Tu-tunggu dulu. Apa dia sudah terbiasa?! Batin Atsushi.

Kunikida yang menyadari Atsushi melamun langsung menegurnya. "Oi, bocah! Fokuslah! Jangan biarkan pikiranmu kemana-mana!" teriak Kunikida.

Atsushi bangun dari lamunannya. Dia menengok ke arah Kunikida. "Ma-maaf..." dia setengah membungkuk.

Kemudian bangkit dan melirik Dazai. Alangkah terkejutnya Atsushi ketika melihat Dazai menatap dingin salah satu sudut. Ya, dia melihat si gadis kecil. Entah apa yang dipikirkan Dazai saat itu. Yang dia tahu, kemungkinan Dazai memikirkan sebuah rencana.

Atsushi kembali bernegosiasi dengan pelaku. Kunikida masih dalam posisi siaganya. Dazai mulai bergerak dengan mengambil sebuah pistol dari dalam mantelnya. Dia mengarahkannya ke pelaku.

Ditengah negosiasi, tiba-tiba seseorang berteriak. "Hei, hentikan ini!" nadanya terdengar membentak namun suaranya seperti anak kecil. Semua menengok ke sumber suara. Dan dia adalah gadis kecil yang menjadi salah satu sandera itu. "Kau pikir dapat keuntungan apa dari hal seperti ini, hah?"

Si penjahat menengok ke gadis itu. "Diam! Memangnya kau tahu apa?!"

"Hei! Aku bertanya padamu. Kau dapat keuntungan apa dari hal ini? Jawab aku!" dia melawan.

"Sudah kubilang, diam!! Perlukah aku mengunci mulutmu untuk selamanya?!" dia mengarahkan pistolnya ke arah gadis kecil itu.

Atsushi berusaha menenangkan pelaku. Sandera yang didekap pelaku semakin menjerit. Sandera yang lainnya pun ikut berteriak kecuali gadis di pojokan itu.

Atsushi memperkirakan gadis kecil itu masih SD dan berumur dua belas tahun. Memang kurang layak dipanggil "gadis". Sebenarnya Atsushi bingung juga pada gadis itu. Dia tak memakai seragam padahal ini jam disaat murid baru pulang sekolah. Cara berpakaian tak seperti anak seumurannya. Dia memakai baju lengan panjang yang dilengkapi celana jeans dan rok dibawah lutut. Dia juga memakai rompi dan menguncir seperempat rambutnya ke samping sebelah kiri. Pakaiannya juga berwarna gelap kecuali ikat rambut dan rompinya yang abu-abu.

nb: maaf gambar ancur XD dan mungkin tak sesuai '-')

"Hei, detektif payah! Cepat selesaikan masalah ini! Tangan dan kakiku sudah pegal! Tali ini juga murahan dan membuatku gatal! Telingaku juga sakit karena jeritan mereka. Di sini sampai banjir karena tangisan mereka. Bajuku sampai kusut karena terus menerus duduk. Aku juga masih banyak kerjaan! Sehabis ini aku..." ricuh gadis itu tak henti-hentinya.

Seketika Atsushi panik melihat gadis itu terus mengomel habi-habisan. Bagai terowongan tak berujung.

A/: tenanglah, Atsushi-san. Perempuan memang begitu --" mungkin dia PMS// woy dia masih kecil *plak :V

Kunikida yang terus bersabar tak lagi bisa menahan amarahnya. "BISA KAU DIAM, BOCAH!! KAU PIKIR INI MUDAH?! BISA-BISANYA KAU NGOMONG SEMBARANGAN DI SAAT YANG TIDAK TEPAT INI?! KAU PIKIR SIAPA DIRIMU BISA BICARA BEGITU, HAH?! DAN--"

"Heh... kau bertanya siapa diriku?" tiba-tiba keluar aura mengerikan darinya.

Orang-orang di sampingnya mulai panik. "W-woy! K-kau kenapa?!" tanya salah seorang dari mereka.

"Aku muak dengan kalian yang terlalu menghabiskan waktuku..." auranya semakin menghitam. "jadi, bisakah kalian menyelesaikan masalah ini secepatnya? Waktuku tak banyak lho~" kepalanya menunduk namun dia terlihat menyeringai.

Tanpa basa-basi, penyandera melepas sanderanya dan berlari ke arah gadis kecil itu. Melihat itu, spontan Atsushi berusaha menghentikannya dan Kunikida membidik pelaku, namun pria itu lebih cepat dari dugaan. Dia sudah berada di hadapan gadis itu.

Pelaku mempoinkan pistolnya ke arah gadis kecil itu. "Heh... ternyata kau berani juga ya? Tak kusangka ada orang sepertimu di sini. Sepetinya aku jadi ingin tahu apa yang kau pikirkan. Aku tertarik dengan isi kepalamu~" tatapannya mengintimidasi. Pistol itu hanya berjarak kurang dari 10 cm dari jidat gadis itu.

Tapi, targetnya hanya memasang ekspresi datar. "Detektif, bisakah kalian atasi ini?" Atsushi dan Kunikida terlihat bingung. "Hey, kau! Apakah kau yakin bisa melawan mereka? Mereka bukan detektif sembarangan lho~" gadis itu tersenyum.

"Hah! Memangnya apa yang spesial dari mereka? Seperti yang kau bilang sebelumnya, mereka payah!" hina pelaku.

"Heh! Daripada kau berkata seperti itu, bukankah kau harus memperhatikan sekelilingmu?" dia tersenyum puas.

Sontak membuat si penjahat melihat sekelilingnya. "A-apa?!" dia terkejut bukan main.

"Ya, sejak awal kau sudah masuk perangkap. Hmm... apa istilahnya ya? Oh, iya! Keluar dari mulut harimau, masuk ke mulut buaya, kan? Berhasil kabur dari kejaran polisi, eh, malah tertangkap seperti ini..." tatapannya seakan merendahkan pelaku.

"Kau... TEME!!" jari di pelatuknya hampir ditekannya sebelum ditahan oleh Kunikida. Namun, pelaku cukup kuat dan membuat Kunikida terpental. Sepertinya Kunikida sengaja menahan kekuatannya agar tak melukai sandera yang lain.

Pelaku berhasil merubuhkan Kunikida. Tapi dia dapat kejutan.

"Biar kutangani ini! Ability [Thing: Scissor]!" seketika cahaya merah muda mengelilingi gadis itu. Lalu, muncul gunting besar yang ia pegang dengan kedua tangan mungilnya. "Tamatlah kau!" gadis itu mengarahkan gunting ke pelaku. Dia melesat ke arahnya. Ekspresinya kini seperti orang yang bersemangat.

A/: dia mah bersemangat membunuh orang --"

Gunting itu hampir mencapit badan pelaku. "Terpotonglah dan... selamat tinggal~" Gadis itu menyeringai.

Ability [No Longer Human]

Gunting raksasa itu menghilang. Dazai berhasil menggapai gadis yang hampir dicap gila itu. Bagaimana tidak, dia mau membunuh di depan banyak orang tanpa ragu. Yang benar saja!

"Tolong jangan begitu, nona manis~ kalau kau melakukannya, aku akan berbuat sesuatu padamu tanpa ragu lho~" Dazai menggenggam kedua pergelangan tangan dan mengangkatnya ke atas.

Bruk!

"Akh! S-sakit!" terbaring miring seorang pria berjaket hitam. Ya, dia si penjahat. Dia mengerang kesakitan sambil berguling dan memegangi kepalanya.

"Woy! Bertahanlah! Ambulan akan segera datang!" Kunikida berusaha menenangkan pelaku yang jeritannya semakin keras. Dia memberi kode ke Atsushi untuk menghubungi rumah sakit terdekat.

15 menit kemudian...

"Baiklah, kalian beristirahat saja. Besok tolong datang ke kantor kepolisian sebagai saksi untuk dimintai keterangan." Ucap Kunikida.

Mereka (sandera) hanya mengangguk. Mata mereka terlihat sembab akibat terus menangis. Mereka dijemput oleh orangtua atau wali mereka masing-masing. Ada pun yang diantar langsung oleh kepolisian karena tak ada yang menjemput.

Atsushi mendekati Dazai. "Dazai-san, apa yang terjadi dengan penjahatnya?" namun orang yang ditanyai malah bungkam. "Tapi untung saja semua sandera selamat." Lanjutnya.

"Iya." balas Dazai dingin sambil melangkah menjauh.

Atsushi sedikit murung. "Ada apa dengan Dazai-san?" dia berbalik dan melangkah berlawanan arah dengan Dazai.

Kunikida yang sedari tadi melihat dari kejauhan hanya diam. "Dazai..."

Langkah Dazai agak berat. Ekspresinya datar. Dia menghiraukan sekelilingnya. Dia mengingat kejadian sebelumnya.

[flashback on]

"Biar kutangani ini! Ability [Thing: Scissor]!" seketika cahaya merah muda mengelilingi gadis itu. Lalu, muncul gunting besar yang ia pegang dengan kedua tangan mungilnya. "Tamatlah kau!" gadis itu mengarahkan gunting ke pelaku. Dia melesat ke arahnya. Ekspresinya kini seperti orang yang bersemangat.

Gunting itu hampir mencapit badan pelaku. "Terpotonglah dan... selamat tinggal~" Gadis itu menyeringai.

Ability [No Longer Human]

"Tolong jangan begitu, nona manis~ kalau kau melakukannya, aku akan berbuat sesuatu padamu tanpa ragu lho~" Dazai menggenggam kedua pergelangan tangan dan mengangkatnya ke atas.

Cras! Bruk!

"Akh! S-sakit!" terbaring miring seorang pria berjaket hitam. Ya, dia si penjahat. Dia mengerang kesakitan sambil berguling dan memegangi kepalanya.

[flashback off]

"Sepertinya kau menyadarinya, kan?" gadis surai hitam mengkilat muncul di samping Dazai. Ya, itu gadis kecil tadi.

"Iya." Dazai berekspresi datar. Tidak, lebih tepatnya dingin. "Kenapa kau melakukannya?"

Perempuan itu mendekat ke Dazai. "Kenapa ya? Aha~! Kalau itu menyenangkan, bagaimana?" bisiknya. Dazai tak merespon. "Lagipula... aku 'hanya sedikit' memotong sarafnya kan? Apa itu membunuhnya?" dia menyeringai.

"Dazai-san!" teriak Atsushi. "Bisakah kau ke sini sebentar? Kami sedikit perlu bantuanmu."

"Ah... juniormu memanggil. Sebaiknya aku pergi." Dia melewati Dazai dan menuju ke pintu keluar.

.

.

"Ternyata kau tak berubah ya?"

Gadis itu berhenti tanpa menoleh. "Ahaha... kau juga tak berubah," dia mulai berjalan lagi dan semakin menjauh. Sebuah senyum mengembang di wajahnya.

.

.

.

"...Nii-chan."

.

.

[TAMAT]

my note :*

hah... akhirnya kelar juga XD

terimakasih yang mau baca cerita ini. thank you so much <3

minta saran, kritik dan votenya ya... follow saya juga ya XD dukungan kalian sangat membantu :3 share juga

open request cerita kok '-')/ tapi kalau mampu ya :V soalnya butuh ide juga sih *plak* :V

ini serius lho... '-') biar follower saya tambah banyak XD

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top