Team 3, The Hazzardious

Bran kembali ke Ragnaroknya, memeriksa berkas-berkas agen SeeD yang bebas tugas bulan ini. Dia ingin anak buah yang jago mesin untuk memantain mesin Ragnarok, dokter, pilot, tukang masak, kalau perlu yang cantik sekalian agar tidak bosan. Namun tak ada dari daftar para agen SeeD itu yang dipilihnya. Entah mengapa bayangan kematian Matt dan Josh kembali mengusik.

Mereka sedang bersantai di kaki gunung dekat Trabia Garden sambil membakar jagung dan minum bir. 

"Pokoknya kalau urusannya berhubungan dengan cewek, kita yang harus mengalah. Sekalipun mereka gemuk, tetap bilang saja mereka cantik." 

Mereka semua tertawa ringan, mengetahui bahwa Matt baru saja bertengkar dengan kekasihnya soal pakaian. "Beri saja bunga."

"Ini zaman apa? Masih memberi bunga."

"Cewek suka bunga loh. Waktu Camila ulang tahun, aku menebar petal mawar di kamar asramanya," ujar Bran.

"Menebar petal mawar di asrama? Dia tidak marah karena kau membuatnya berantakan?"

"Ngasihnya harus mikir juga dong. Setiap petalnya kutuliskan namanya dengan tinta putih."

"Tidak marah?" Matt melotot, Bran menggeleng sambil meneguk birnya sedikit lagi. "Malah dia terharu karena aku menuliskan namanya di setiap petal mawar itu. Sekarang sekalipun sudah putus, dia masih menyimpan salah satu petal, dibekukan dalam kaca dan dia menjadikannya kalung."

"Ayo, Matt, beli 99 mawar dan tuliskan nama Diana pada setiap petalnya, sebarkan di kamarnya." Josh tertawa.

"Kalau Diana jangan seperti itu," ujar Bran cepat-cepat. "Camila suka novel romance, Diana kebalikannya. Sebenarnya cewek seperti Diana lebih murah pendekatannya, perhatian kecil pada hal detail saja sudah cukup, kok. Gak perlu ide kreatif atau barang mahal."

"Tapi, dia sempat bosan padaku dan kesal karena aku mengganggunya terus," sanggah Matt.

"Kalau kau telpon dia sehari tiga kali sih memang begitu jadinya. Telponnya dua hari sekali, kalau lagi sibuk jangan angkat. Diana itu cewek mandiri, kalau kau kalah mandiri darinya, dia bakal cari orang lain." 

"Bran, master perayu, terima kasih atas ilmunya." sindir Matt, disusul tawa yang lainnya.

"Tunggu sebentar," Bran bangkit sambil menjawab pesan yang masuk ke dalam smartphone. Ada misi baru dari Ballamb Garden. Aneh, bukannya mereka baru saja menyelesaikan misi berat di pertambangan Trabia? Harusnya ada jeda waktu istirahat.

'Code A : Ada Ruby Dragon yang terjebak kawat silet di lembah Trabia. Regu terdekat harap segera melapor dan bertindak.'

Pesan dari operator ini akan datang secara otomatis, dan Ruby Dragon merupakan binatang langka yang dilindungi oleh dunia. Kalau mereka yang dapat pesan ini, itu berarti merekalah regu paling dekat dengan lokasi kejadian. "Code A" menandakan bahwa misi ini bersifat darurat dan harus dilaksanakan sekarang juga. 

Bran kembali pada api unggun, "oke, teman-teman, minum souber drinknya dulu. Ada misi yang harus kita kerjakan, kita tidak boleh mabuk."

"Apa? Ayolah Bran, kita baru saja keluar dari pertambangan Trabia. Kita baru saja jadi pahlawan tadi sore karena menemukan GF baru. Tidak bisakah kita beristirahat dulu?" Josh mengeluh.

Bran mengambil souber drink dari kotak pendingin, membuka kaleng minuman itu dan meneguknya cepat-cepat. "Josh, kau tahu arti Code A itu apa."

"Memangnya ada apa?" tanya Matt sambil mengambil souber drink dan meminumnya sampai habis.

Bran terbatuk sebentar, tersedak oleh minuman yang ia tegak sedikit terburu-buru, "Ruby Dragon di Lembah Trabia, dia terjerat kawat razor."

"Ow, itu gawat." Matt menyeka dagunya yang dialiri cairan souber drink, kemudian dia melempar satu kaleng pada Josh. "Dragon sekalipun bisa mati kalau terjebak dalam kawat itu."

"Kelihatannya Ruby Dragon itu bosan dan ingin berjalan-jalan lebih jauh dari area yang biasa." souber drink fungsinya adalah untuk menyembuhkan efek alkohol dengan instan. Minuman itu segera bereaksi, membuat Bran cepat-cepat mencari sudut untuk buang air kecil. Saat air keluar dari tubuhnya, kepalanya yang berat itu kembali menjadi ringan dan suhu tubuhnya menjadi normal kembali.

"Tapi, dia kan naga, bisa terbang. Bodoh sekali kalau sampai terjebak di sana." Matt ikutan buang air.

"Kau belum pernah lihat cagar alamnya bagaimana sih. Tempat itu berupa kubah besar, mereka tidak bisa terbang keluar dari sana. Berharaplah Eshtar mau bekerja sama dengan Trabia sehingga cagar alam bagi Ruby Dragon tidak lagi menggunakan batasan yang berbahaya." Setelah selesai semua urusan, mereka memadamkan api unggun. Dengan senter mereka bertiga berlari-lari kembali ke Ragnarok.

"Cepat sekali pulangnya," sapa seorang gadis pirang yang sedang memaintenance mesin pesawat mereka. Pakaian jumpernya yang biru gelap ternoda oleh oli di beberapa bagian.

"Code A, Paige," jelas Bran sambil secepatnya berlalu ke kokpit.

Mesin dinyalakan, Ragnarok lepas landas. Mereka segera mengarahkan pesawat itu menuju lembah Trabia yang letaknya ada di tenggara Trabia Garden--daerah tempat mereka berada sekarang. Dalam lima belas menit mereka sudah tiba di lokasi, dan dari kejauhan sudah terlihat ada kubah besar yang luasnya dua puluh kali lipat dari Trabia Garden, cukup luas bagi Ruby Dragon yang dilindungi itu untuk berkeliaran, terbang dan berkembang biak. Tempat itu mirip seperti Jurasic Park, hanya isinya adalah Ruby Dragon dan hewan-hewan unggas yang diizinkan hidup di sana sebagai mangsa. Pada bagian bawah kubah tersebut terdapat pagar kawat setinggi tiga meter, pada bagian batas antara kubah dan pagar terpasang kawat-kawat silet untuk mencegah masuknya pemburu liar dari luar ke dalam kubah.

Josh menekan radio penghubung dengan operator di Ballamb Garden, "Operator, kami Tim Hazzardious sudah sampai di lokasi."

"Bagus, Tim Hazzard. Ruby Dragon itu terjebak di sisi utara kami akan menampilkan radar milik cagar alam itu. Silakan didownload."

Menunggu sekitar tiga detik lamanya, muncul suara ping yang memberitahukan bahwa ada file yang siap diunduh. Josh mengunduhnya, muncul garis bar yang bergerak cepat dari 0 hingga 100% dan akhirnya muncullah tampilan hologram, laporan dari petugas cagar alam. 

"Kurasa tidak perlu melihat radar, naga itu ada di sana, kau lihat asap itu, Matt?" Bran menunjuk sesuatu yang mengepul. Pada tepian hutan yang berhadapan dengan perbatasan kubah, ada api yang menyala.

"Ini sih bukan utara, ini hampir ke barat," omel Josh. "Bran! Kau benar, naga itu ada di sana."

"Ayo, Matt!" tukas Bran, dan Matt si pilot menancap gas sehingga Ragnarok berputar ke utara, sedikit ke arah barat. Dari kejauhan saja sudah terlihat Ruby Dragon yang berwarna merah menyala itu kepalanya tersangkut pada lilitan kawat silet. Ia terlihat putus asa dan siap melakukan segala cara untuk bebas, tanpa peduli dengan rembesan darah yang mengalir dari kulitnya yang robek oleh silet.

"Kuharap dia berhenti berjuang, karena dia tidak paham cara kerja kawat itu."

Ruby Dragon marah itu memuntahkan bola api dari mulutnya yang menganga. Api semakin besar, terlihat sebuah mobil pemadam kebakaran muncul dan para petugasnya mempersiapkan perlengkapan untuk memadamkan kebakaran hutan. 

"Matt, kau siapkan peluru biusnya dan susul kami di bawah. Ayo, Josh!" Bran meninggalkan Ragnarok diikuti Josh, mereka meminjam tang besar dari Paige. Suasana sangat kacau, mereka menghampiri seorang kepala petugas keamanan cagar alam yang berpakaian biru muda. Dia seorang wanita cantik dengan rambut hitam.

"Kalian SeeD?" tanya wanita itu.

"Benar, anda kepala keamanan?" tanya Bran.

"Seperti yang kau lihat," wanita itu tahu bahwa mereka bisa menebaknya dari seragam yang ia gunakan. Bila menggunakan jas, berarti kepala keamanan. Ada tag name bertuliskan "Mona Eulis" di sana.

"Kapten Brandish Treepe. Kenapa bisa kacau begini?"

"Yah, Kapten Treepe, kami tidak tahu apa yang terjadi, Ruby Dragon itu mendadak mengamuk dan kesetanan. Dia menghancurkan ruang operasi kami sebelum akhirnya menabrakkan kepalanya untuk mendobrak pagar itu dan tanduknya tersangkut pada kawat. Akhirnya seperti yang kita lihat, kepalanya terjerat kawat silet itu."

"Kalian tidak membiusnya?"

"Sudah, kami sudah mencoba. Tapi dia berhasil menyapu orang-orangku dengan ekornya, peluru yang tersisa ada di reruntuhan kantor, dan sekarang tidak ada yang bisa kami lakukan."

"Kami punya peluru bius, tapi ..." bersamaan dengan itu, datanglah Josh sambil membawa berita kurang baik, "Bran, peluru bius yang kita punya hanya untuk mamalia. Aku tidak yakin ini akan bekerja ampuh pada reptil."

"Biar kulihat?" kepala keamanan itu meminta, dan Josh memberikannya setelah Bran mengizinkan. Setelah memeriksa bahan-bahan dasarnya, si kepala keamanan menganggukkan kepala, "sepertinya bisa, aroximothyl bekerja baik untuk hewan sebesar Molbor, kurasa dia juga bisa menidurkan Ruby Dragon ini."

Terdengar bunyi ledakkan bersamaan dengan letupan cahaya yang kuat. Mereka melindungi kepala dari sesuatu yang meledak sambil bertiarap. Setelah ledakan itu mereda, sesuatu seperti pelat besi jatuh persis di hadapan mereka. Itu adalah plat nomer milik sebuah kendaraan. Rupanya Ruby Dragon itu meledakkan mobil pemadam kebakaran dengan muntahan bola apinya. 

"Ini kacau sekali! Kapten, kau saja yang maju!"

Sambil memasang peluru bius ke dalam pistol pelontarnya, Bran mengedipkan salah satu mata pada Eulis, percaya diri bahwa senyumnya cukup untuk membuat gadis pecinta alam itu terkesan. Dengan mantap dia menghampiri si Ruby Dragon dan mulai membidik. Ada tiga peluru yang terpasang, enam peluru masih terikat pada sabuk yang tergantung dibahunya. Tidak yakin jarum peluru bius ini mampu menembus kulit Ruby Dragon yang tebal, dia menunggu si naga untuk membuka mulutnya. Gigi-gigi tajam itu berkilau saat rongga mulutnya menyala sekali lagi, siap menyemburkan bola api lain kepada Bran.

Belum saatnya menembak, Bran menurunkan pistolnya dulu lalu menekan tombol dari ikan pinggangnya untuk mengaktifkan barrier mighty guard. Selubung ungu transparan itu segera melindungi tubuhnya dari semburan api itu. Api berbelok seperti membentur dinding kebal api tanpa melukai Bran sedikitpun. 

"Jangan cemas, nona, kapten kami seorang blue magician," sahut Josh, tersenyum melihat Nona itu begitu fokus pada kapten mereka yang ganteng. 

"Ya," Matt menimpali. "Ibunya salah satu pejuang SeeD legendaris yang mengalahkan Ultimecia 30 tahun lalu. Kau pernah dengar cerita legendaris itu, kan?"

"Oh, begitukah?" namun yang ada dalam pikiran si Kepala Keamanan sekarang ini adalah bagaimana untuk menetralisir imej nya agar kembali terlihat dingin dan profesional seperti lima menit lalu sebelum Brandish tanpa terduga merayunya.

Bran memutuskan untuk berkeliling untuk menghindari semburan api dari mulut Ruby Dragon. Benar-benar tidak ada celah, peluru itu tidak akan sampai ke dalam kerongkongan Ruby Dragon dengan selamat, atau menembus kulitnya yang tebal. Pistol Brandish memiliki kemampuan untuk memberikan semacam coat bagi selongsong peluru yang akan meluncur. Bran mengaktifkan Aqua Coat sehingga saat peluru tersebut meluncur, api sibuk melumerkan selubung berelemen air itu dahulu dan saat selubung itu terkikis habis, peluru sudah masuk menancap pada rongga mulutnya dan pecah memuncratkan cairan bius masuk ke dalam tubuh Ruby Dragon. Setelah dua tembakan, si Dragon pun melemah, obat bius mulai bekerja dan ia ambruk dengan leher terjerat.

Bran cepat-cepat memanjat pagar setinggi tiga meter itu, agar tubuh Ruby Dragon yang tergantung tidak menarik kepalanya yang tersangkut sehingga melukainya lebih parah lagi. Ia merayap seperti cicak dengan cepat, dan mengeluarkan gunting kawat dari sabuknya. Dengan cekatan Bran memotong kawat itu satu demi satu hingga tubuh Ruby Dragon terbebas dan jatuh ke tanah masih dalam keadaan tidur.

"Woohoo! Kapten berhasil!" seru Matt, kemudian ia berlari kecil menyusul kaptennya.

"Kurasa obat bius itu bekerja dengan baik, dia sangat tenang sekarang." Ujar Bran saat Kepala Keamanan, Mona Eulis sampai bersama Josh. Di belakang, para petugas sedang mengerumuni Ruby Dragon, dan Matt membersihkan kawat yang menempel di kepala naga malang itu.

"Bagus sekali, Kapten Treepe," puji Kepala Keamanan itu. "Aku sempat khawatir kau berniat untuk membunuh satu-satunya pejantan Ruby Dragon yang masih hidup."

"Jangan cemas, kami tahu Ruby Dragon hanya tersisa lima ekor saja di dunia. Membunuh mereka merupakan pilihan terakhir bagi kami. Ngomong-ngomong, ... zodiakmu apa?"

Saat Bran dan si Kepala Keamanan itu saling berbasa-basi, Matt melepaskan kawat terakhir yang tersangkut di kepala Ruby Dragon. Tidak ada yang tahu bagaimana Ruby Dragon itu bisa membuka matanya dan langsung bergerak secepat ular menyambar, menggigit sebagian tubuh Matt. Sebentar saja, tubuh Matt sudah terbelah dua, seperti potongan coklat yang digigit setengah. 

"Matt!! Tidak!!" Jeritan Josh menyadarkan Bran bahwa ini belum selesai. Ia segera melindungi Mona Eulis di belakangnya sambil mencabut lagi pistol biusnya. Bran tidak menyempatkan diri untuk melihat anak buahnya yang tumbang.

"Josh! Menyingkir dari sana!" seru Bran.

Sekali lagi Bran memberondong peluru-peluru bius masuk ke dalam rongga mulut Ruby Dragon. 

"Hati-hati! Dosis berlebihan akan membunuhnya!" tegur Mona Eulis.

"Aku tahu," Bran meninggalkan si Kepala Keamanan cantik itu dan berlari mendekati Ruby Dragon yang kini mencaplok petugas lain. Orang itu menjerit histeris saat tubuhnya diangkat oleh gigitan si naga ganas. Apapun yang terjadi, naga ini tidak boleh dibunuh! Kalau dia mati, empat lainnya tidak bisa berkembang biak!

Bran mengerti anatomi Dragon, sedikit banyak mirip dengan manusia di beberapa bagian. Ia melompat dan bergelantungan pada leher si Ruby Dragon, melingkarkan tangannya pada pangkal rahang naga itu lalu mencekiknya. Kulit si naga benar-benar tebal, apalagi ini yang jantan. Selain itu permukaan keras pada sisik bagian punggung jauh lebih keras daripada bagian depan, dan bentuknya berduri, membuat lengan Bran tertusuk saat ia melingkarkan lengannya dan mulai mencekik.

Tubuh petugas keamanan yang digigit itu jatuh saat Ruby Dragon sekali lagi kehilangan kesadaran. Ambruk ke atas tanah, kali ini para petugas segera mengikat anggota tubuh Ruby Dragon dan memasangkan pelindung mulut anti api di sana. Dia akan sadar dalam beberapa saat, maka mereka secepatnya menusukkan obat bius yang sudah berhasil diangkat dari reruntuhkan kantor mereka yang hancur.

Misi malam itu sukses, namun Matt kehilangan sebagian badannya. Dan dia takkan sempat lagi untuk meminta maaf pada kekasihnya, Diana.

***

Suara dering dari smartphone membangunkan Bran dari tidurnya. Hari sudah gelap di luar sana, dan lampu-lampu Winhill sudah menyala. Ia cepat-cepat mengambil smartphone itu dan mengangkatnya.

"Ya? Mom?" suaranya terdengar sumbang.

"Bran, kau kah yang sedang parkir di pantai Winhill?" 

"Ya, aku baru sampai tadi sore."

"Dan tidak mengabari ibumu?"

"Aku tidak tahu kau di sana. Kukira kau sudah di Ballamb ..." Bran memijit pangkal hidungnya. Kepalanya terasa sedikit pening, mungkin karena dia belum makan.

"Belum, aku belum sempat kembali, baru mendapatkan izin cutiku besok. Apakah Squall memanggilmu ke Winhill?"

"Ya, begitulah. Selalu ada panggilan tugas saat aku sedang libur."

"Itu artinya dia percaya padamu. Itu hal langka yang bisa dilakukan Squall, kau jangan kecewakan dia."

"Yeah, pasti Mom."

"Ngomong-ngomong, berhubung kau di sini, kau bisa antar aku ke Ballamb?"

"Tentu. Besok pagi?"

"Ya, besok pagi."

"Tidak bersama si faggot itu, kan?"

"Hei, jangan kurang ajar begitu, sebentar lagi kita akan jadi keluarga. Dan ya, kita akan pulang ke Ballamb bersamanya. Pesta pertunangan tidak akan berjalan tanpa dia."

"Aku tidak akan mengubah nama belakangku."

"Terserah kamu, tapi memang sebaiknya jangan."

Dokter Treepe berhenti sampai di sana, namun Bran sudah tahu alasannya. Ibunya sangat keras memperingatkan Bran untuk tidak mengubah nama belakangnya mengikuti nama ayahnya karena jendral mereka, Squall Lionheart sampai sekarang masih penasaran dan mencari Seifer Almasy. Sesungguhnya, Bran cukup kaget mengetahui ayahnya masih bisa hidup menetap di FH selama bertahun-tahun di tempat yang sama. 

"Kau sudah makan?"

"Sudah, Mom," jawab Bran sambil membuka-buka kulkas dan lemari persediaan makanan. Mungkin mi instant cukup untuk mengganjal perut.

"Kau tidak memakan makanan-makanan instan itu kan?"

"Tidak, Mom, tenang saja." Bran membuka mi instan dan memasukkannya ke dalam panci berisi air yang sedang dipanaskan pada kompor induksi. Sampai mi instant rebusan itu matang, Bran menguap dua kali mendengarkan ibunya berceloteh mengenai bahaya makanan instant bagi kesehatan.

Dalam lima menit, mi itu sudah jadi, dan kini Bran sedang mengolah bumbunya di dalam mangkuk. 

"Lalu kau makan apa tadi?"

"Lele merah," Bran menyeringai.

Hening sesaat, ibu tahu bahwa Bran hanya memancing bila sedang bersama ayahnya. Kemudian nada suara Dokter Treepe berubah, terdengar lebih lambat dan rendah, "kamu memancing lagi ya?"

"Aku suka memancing, dan lele merah itu enak."

"Bagus sekali kau bisa menangkapnya."

"Yeah, tentu. Sampai besok, Mom. Aku sayang kau."

"Aku sayang kau juga, nak."

Baru setelah Bran meletakkan smartphonenya, ia bisa menyantap makan malamnya. Ia menyadari pada dinding dapur, masih tertempel foto krunya yang diambil tahun lalu. Ada dirinya, Josh, Matt dan Paige. Mereka bertiga sudah tidak ada lagi di sini. Bran mengangkat garpunya pada foto itu sambil mengucap, "Bon apetite."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top