BAB 01

Menjadi Chief Executive Officer di awal usia tiga puluhan menjadi pencapaian terbesar bagi Teressa. Dia telah mengabdikan diri dan masa mudanya untuk meniti karir dari nol. Berawal dari kerja sama dengan kawan semasa kuliahnya -Juliette, mereka berhasil memasarkan merek fashion mereka sampai tahap mancanegara. Siapa sangka produk mereka yang mengedepankan fashion serta kenyamanan pemakainya bisa langsung debut menjadi brand yang paling diminati di tahun yang sama dengan tahun dimulainya kerja sama mereka.

Sejak kuliah, Teressa cukup populer di kalangan pebisnis muda karena inovasinya dalam memasarkan produk lokal. Namanya santer terdengar sampai ke telinga Juliette, desainer muda yang berambisi untuk mematenkan namanya sendiri di kancah industri yang sama. Singkatnya, keduanya berkenalan dan langsung nyambung terutama dalam urusan bisnis. Teressa dikenal sebagai pribadi yang mengagumkan. Kenalannya di mana-mana. Baginya, jejaring yang banyak merupakan jalan menuju uang. Ambisi itu berbanding lurus dengan cita-cita Juliette untuk menjadikan mereknya sebagai pelopor pakaian kasual yang trendi. Berkat jejaring Teressa, mereka berhasil mendapatkan kontrak dengan Eden Janeta, seorang aktris Indonesia yang berkarir di Hollywood, sebagai Brand Ambassador.

"Happy birthday to you, happy birthday to you..."

Lagu Selamat Ulang Tahun dari para staffnya mengagetkan Teressa yang bersiap-siap hendak pulang. Karena padatnya aktivitas, dia sampai lupa kalau ini adalah hari ulang tahunnya.

Teressa melihat jam tangannya. Dia hampir terlambat. Tapi akan sangat tidak sopan jika dia mengabaikan upaya para staff demi mengejutkannya hari ini.

"Makasih banyak," ujar Teressa sebelum memejamkan mata sebagai formalitas sebelum meniup lilin yang berjumlah cukup banyak di atas kue. Demi menyenangkan hati para staffnya, ia mencolek krim kue dan menjilatnya langsung dari jari. "Ini enak, but I have plans for tonight." Tak lupa Teressa menunjukkan raut bersalah seraya mengeluarkan kartu kredit dengan limit beberapa puluh juta yang jarang ia gunakan. "Pake ini buat makan malam tim." Ia menyerahkan kartu itu pada Nana, asistennya.

Sebelum salah satu dari mereka ada yang mencegahnya pergi, Teressa sudah berlari keluar dari ruangan dan membuka pintu menuju tangga darurat. Dia tak akan sempat menunggu lift yang crowded di jam-jam pulang begini.

Di tengah perjalanan menuju lobi, ponselnya berteriak.

"What?"

"Happy birthday, my darling CEO!" pekik Juliette di seberang. "Bar? Tonight?" tanyanya antusias.

"Sori, enggak bisa. Udah ada acara!"

"Ih, enggak seru! Acara apaan? Sama siapa?"

"Udah book tiket Scavenger dari dua bulan lalu! Hari ini mereka konser dan gue hampir terlambat!" jawab Teressa setengah terengah karena harus menuruni lima belas lantai dalam kecepatan penuh. Kardionya selama ini berhasil membuatnya menuruni tangga tanpa terjungkal.

Juliette terdiam di seberang. Sepertinya dia sedang mengingat-ingat kapan kali terakhir Teressa membahas konser Scavenger -band rock kesukaannya itu.

"Bukannya lo enggak dapet tiket?"

"Dapet lah! Lewat jalur calo."

"Gila lo!" Juliette terpingkal. "Dapet harga berapa?"

"Mayan!" Teressa kembali terengah. "Dua digit ada kali."

Lagi-lagi Juliette tertawa. "Kalo elo dapet di tribun berarti lo dibohongin."

Sial. Bagaimana Juliette tahu kalau tiketnya berada di tribun? "VIP penuh, Jul! Siapa tahu gue bisa megang tangannya George." Raganya masih berada di kantor, sedangkan pikirannya sudah jauh ke lokasi konser, di mana George sang vokalis menyapa penggemar lewat sapuan tangannya. "Udah dulu, Jul! Gue buru-buru, nih! Udah telat masuk gate!"

"Terus kapan kita ngerayain-"

Panggilan Juliette sudah diputus sepihak. Teressa yakin kalau Juliette pasti memakinya berkali-kali. Tapi sekarang, Scavenger lebih penting.

Setelah berjibaku dengan kemacetan selama satu jam, akhirnya Teressa sampai ke venue tempat konser berlangsung. Dia sempat berganti baju dengan kaus Scavenger dan celana jeans serta topi hitam berlogo band rock asal Inggris itu. Stilettonya telah berganti dengan sneakers nyaman. Tumbler berisi es kopi sudah tersedia di tangan. Teressa siap merayakan ulang tahunnya bersama Scavenger.

Menjabarkan asal mula dia menyukai Scavenger akan terlalu panjang dan membosankan. Yang pasti, dia tumbuh besar ditemani album-album Scavenger koleksi sang Papa. Setiap kali Scavenger mengadakan konser di Asia Tenggara, sebisa mungkin Teressa menyisihkan uang dan waktu untuk datang. Sejak kecil, dia adalah Scavenger Head -sebutan fans Scavenger- sejati.

"Tessa?" Seseorang menepuk bahunya cukup keras, mengganggu Teressa yang sedang dalam mode Scavenger Head -yaitu menghentakkan kepala sambil meloncat-loncat mengikuti irama lagu.

Saat Teressa berbalik, sosok dari masa lalunya menyambut dengan penuh senyum.

"Oh, shit," gumam Teressa dengan mata sukar berkedip.

"It's really you!" seru Marda seraya menarik Teressa yang terpaku ke dalam pelukan hangatnya. "It's been 15 years!"

"Lima belas tahun, tujuh bulan, sepuluh hari." Lagi-lagi Teressa bergumam.

Oh, tentu saja Marda mendengarnya karena lelaki menawan itu langsung mengernyit, lalu tertawa. Setiap kerutan di wajah lelaki itu sudah dihafal Teressa di luar kepala. Dan sialnya, kini ia tiba-tiba merindukan sosok itu sejak mereka bertemu lagi beberapa detik yang lalu.

Buyar sudah Scavenger!

"Celebrating your birthday, huh?"

Dia ingat ulang tahun Teressa. Hal itu membuat lutut Teressa mendadak lemas. Namun, dia harus menguasai diri. Sama sepertinya, Marda juga mengenakan kaus hitam bergambar Scavenger. Di antara keremangan dan berisiknya tribun, sosok Marda bagai menyala dalam gelap. Mengundang laron alias rayap bersayap. Begitu tampan. Begitu menyegarkan.

"For fuck's sake. Di antara ribuan orang di sini, kenapa kita harus ketemu, sih?" sembur Teressa tanpa senyum.

"Ayolah, jangan jutek gitu!" Marda menyenggol lengannya pelan. Ia memposisikan tubuhnya agar bersisian dengan Teressa agar bisa merangkul pundaknya lebih dekat. Jantung Teressa yang awalnya berdentum-dentum mengikuti lagu, kini berdentum di luar kendali.

Sialan, dia masih pakai parfum yang sama! Teressa mengumpat dalam hati. Mungkin hanya Marda yang setia pada satu parfum sejak remaja.

"Sesama Scavenger Head dilarang saling bertengkar!" Marda berbisik di telinga Teressa, mengirimkan sinyal yang membuat bulu kuduknya merinding. Marda yang ini bukan Marda 15 tahun lalu. Dia bukan lagi cowok keras kepala yang membuatnya lebih banyak memaki daripada bajak laut. Marda yang ditemuinya sekarang adalah sosok dewasa yang benar-benar... seksi?

Teressa menepis tangan Marda demi kewarasannya sendiri.

"Lo sendirian?" tanya Teressa judes.

"Yup. Lo?"

Teressa tak menjawab.

"Lo masih suka ngabisin waktu ulang tahun lo sendirian," lanjut Marda.

Serius, sejak bertemu dia, konsentrasi Scavenger Head di kepala Teressa mendadak hancur berantakan. Dia tak bisa berkonsentrasi pada lagu atau pun George sang vokalis.

"Happy birthday, Tessa!" Lagi-lagi Marda berbicara di depan telinganya untuk menyaingi gegap gempita penonton yang bersorak di akhir lagu. Yang tidak dia tahu, suaranya itu mengirimkan gelenyar aneh di perut Teressa.

Shit. Shit.

Marda merogoh saku celananya lalu mengeluarkan ponsel. Dia membuka kunci dan mengulurkan ponsel itu pada Teressa.

"Simpan nomor lo di sini!"

Bak kerbau dicucuk hidung, Teressa menurutinya. Karena kesulitan memegang light stick dan tumbler es kopi sekaligus, Teressa menitipkan salah satunya pada Marda. Lelaki itu membuka tutup tumbler dan mengendusnya sebelum meminumnya sedikit sambil menyeringai tipis selagi mengawasi Teressa memasukkan nomor ponselnya sendiri. Teressa baru sadar setelah ia merasakan dering di saku belakangnya, pertanda telepon masuk. Dia tak perlu mengecek untuk tahu kalau itu nomor Marda.

"Gue hepi ketemu lo di sini!" Dengan tangan lain yang bebas, Marda mengacak rambut Teressa. Jantung perempuan itu makin jumpalitan. Dan kali ini bukan karena sapaan George pada para penggemarnya.

Shit. Shit. Shit.

***

.

.

.

.

Maaf ya udah unpublish cerita ini tanpa pengumuman sebelumnya. Akan kurepost kembali secara berkala dengan versi yang lebih rapi. Kemarin aku sempat enggak mood sama plotnya. Sekarang aku udah berdamai sama Falling Serenade, jadi harus kuselesaikan. Thank you for your understanding <3

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top