5. Dokumen Nikah Aila Azlan (DNAA)

Happy reading
.
.
.
.

Aila tidak terlambat karena Habib mengantarnya pagi sebelum kelas pagi dimulai. Sania duduk dengan Aila. Di kampus sekolah maupun di kampus, mereka memanggil Zahira bukan Aila. Nama Aila hanya terkhusus bagi keluarga dan Sania saja.

"Lo harus cerita semuanya ke gue. Kata bang Alvino, Lo kemarin datang ke kondangan dan gandengan mesrah sama laki-laki lain, dan dia seorang TNI AL. Beneran?" Aila hanya mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Sania. "Jelasin ke gue sedetail-detailnya"

"Iya nanti istirahat" Sania mengangguk.

Saat istirahat, Aila dan Sania duduk di kantin. Aila memesan bakso bersama Sania. Disana Aila menceritakan semuanya tanpa terlewatkan. Menceritakan tentang Azlan dan hadir ke kondangan bersama Habib dan tingkah laku Azlan.

"Kayaknya sih, dia suka sama Lo deh Ai, ya ampun Ai, gue mau ngakak jadinya, Lo mau nikah" Sania tertawa terbahak-bahak. Aila melemparnya dengan kacang telur yang tadi dibelinya.

"Ini Lo langsung pulang apa gimana? Kan Lo mau ketemu pak Letnan?" Sania menarik turunkan alisnya menggoda Aila. "Dibilangin juga gue males San"

Seorang laki-laki datang dengan pakaian casual menghampiri Aila dan Sania yang asyik ngobrol berdua.

"Ehem. Saya ganggu kalian?" Tanya Abil. Aila dan Sania menggeleng dan mempersilahkan Abil duduk di samping Aila.

Abil mencuri pandang ke Aila. Dia sebenarnya jatuh cinta pada Aila, tapi statusnya yang seorang tentara khusus, tidak bisa dia katakan. Karena Aila sendiri memang menjauhi tentara.

"Kamu suka dengan tentara?" Tanya Abil saat itu. Aila yang sedang istirahat duduk kembali di depan Abil. "Saya ingin menjauhi tentara. Ada apa kak Abil tanya seperti itu?"

"Hanya ingin tahu saja. Karena banyak teman-teman kamu yang ingin berkenalan dengan dosen baru yang seorang tentara itu. Kenapa kamu enggak?"

"Karena saya bukan mereka. Permisi kak, saya duluan" Aila meninggalkan Abil. "Itu sebabnya saya menyukai kamu Hira" lirih Abil.

Sampai saat ini Abil tidak pernah memberitahukan kepada Aila atau siapapun soal kehidupan sehari-hari dirinya yang memang seorang tentara pasukan khusus.

Aila menjentikkan jarinya di depan Abil yang sedang melamun. Abil mengalihkan pandangannya pada Aila kembali.

"Maaf saya melamun" Aila mengangguk. "Ada apa kak?"

"Saya mau mengajak kalian latihan siang ini. Karena bulan depan akan ada seleksi dan kejuaraan di luar kota. Bagaimana kalian siap?"

"Siap pelatih" jawab Sania dan Aila bersamaan.

081xxxx
Aila?
Pulang jam berapa?

Tak ada niatan untuk membalasnya. Aila tahu, itu pasti nomor Azlan. Meskipun icon di WhatsApp miliknya hanya bergambar doreng dan merah putih. Siapa lagi yang memanggilnya Aila kalau bukan Azlan.

❤❤❤

Pukul 5 sore Aila baru saja tiba di teras rumah dinas Akhtar. Aila belum masuk kedalam rumah. Dia duduk di kursi teras dan mengecek semua dokumen tentang dirinya yang akan dia serahkan ke Azlan. Tadi Akhtar sudah menelponnya.

081xxx calling...

Aila segera menggeser tombol hijau. "Assalamu'alaikum"

"Waalaikumsalam. Kamu dimana Aila? Kenapa chat saya tidak kamu balas? Ini saya Azlan" dengan nada dinginnya.

Aila menahan tawanya. "Astaghfirullah maaf mas Letnan. Saya baru saja pulang dari kampus, tadi ada matkul tambahan"

Azlan mengembuskan napasnya kasar menahan amarahnya. "Sebentar lagi saya sampai di depan rumah Komandan"

"Oke mas Letnan. Assalamu'alaikum" Aila mematikan panggilannya secara sepihak. Aila tertawa terbahak-bahak mendengar suara Azlan yang mengandung Amarah.

"Siap salah Pama. Baru kali ini saya mendengar Pama berbicara panjang dengan seseorang" jelas Serda Ucok. Azlan menatap tajam Ucok. "Siap salah Pama"

Azlan menghembuskan nafas beratnya. "Kamu benar. Entah kenapa dia berbeda dari perempuan yang lainnya. Bahkan dia berbeda dengan pacar saya"

Mereka sudah sampai di seberang teras rumah Akhtar. Azlan tidak ada niatan keluar dari mobil. Dia hanya diam menatap Aila yang sedang sibuk dengan beberapa kertas di depannya.

Azlan membuka kaca mobil sedikit untuk melihat wajah cantik Aila yang meneduhkan.

Seorang laki-laki keluar dari dalam rumah bersama Vebby. Vebby bergelayut manja di lengan laki-laki itu. Laki-laki itu melihat Aila.

"Haiy, aku Zain, kamu siapa? Aku belum pernah lihat kamu disini" Aila tak menggubris laki-laki itu. Dia sibuk dengan hp dan kertas-kertas di depannya. Azlan tersenyum tipis melihat kecuekan Aila.

"Ck.. udah deh Zain. Dia itu kakak aku, sana pulang kamu" Zain masih saja memandang wajah Aila. "Aku ingin tahu siapa nama kamu"

Aila menatap datar Zain lalu menatap datar ke Vebby. "Kalian mengganggu saya. Pergi kamu" dengan nada dinginnya. Zain berlalu dan naik motornya meninggalkan Aila.

Vebby menarik lengan Aila untuk berdiri, Vebby sudah melayangkan tangannya hendak menampar Aila, tapi di cegah oleh Azlan. Azlan turun tepat waktu.

"Siapa yang menyuruh kamu melukai calon istri saya?" Dengan tatapan tajam dan menusuk, mampu membuat Vebby ketakutan. Azlan melepaskan cekalan tangannya.

"Dia sudah menggoda pacarku" Azlan berdiri satu langkah mendekati Vebby dengan tatapan yang masih tajam mampu merobek tulang sumsum.

"Saya bisa melihatnya. Pacar kamu yang berusaha menggoda Aila. Jangan salahkan Aila disini" dengan nada dinginnya.

"Ehem" suara deheman dari belakang Vebby. Vebby mematung. Itu suara Akhtar, dia takut setengah mati. "Masuk semuanya termasuk Azlan"

"Siap komandan" jawab Azlan tegas.

Kini mereka duduk berhadapan layaknya tersangka. Azlan duduk di samping Aila. Sedangkan Vebby duduk di dekat Raya.

"Jelaskan Vebby" sarat akan menahan amarah. Vebby mulai ketakutan. "Kak Aila yang menggoda pacar Vebby Pa"

"Dosa kamu sudah banyak, jangan kamu tambah lagi. Kamu sudah mengajak laki-laki itu masuk kedalam rumah tanpa adanya Papa di rumah dan Mama kamu"

"Benar itu Vebby?" Vebby semakin takut. Dia hanya bisa diam. "Kenapa kamu berusaha menampar Aila?"

Vebby hanya diam. "JAWAB" nyali Vebby menciut. Tidak begitu bagi Aila, karena dia tidak salah.

"Vebby benci kak Aila. Kenapa selalu dia yang mendapat perhatian dari Papa, kenapa selalu dia penyebab putusnya hubungan Vebby dan pacar Vebby. Kenapa?"

"Mas, kamu mendingan pulang dulu, setelah isya kita ketemu lagi di sini" bisik Aila yang masih bisa di dengar Akhtar. Azlan mengangguk.

"Ijin mendahului komandan" Akhtar mengangguk.

"Karena saya sudah cukup capek melihat tingkah kamu" jawab Akhtar dingin.

"Mas, kamu nggak adil, harusnya kamu Juga membagi rata kasih sayang kamu mas ke Vebby juga" bela Raya.

"Memangnya kamu sendiri sudah seperti itu dengan Aila?" Raya hanya diam tidak berani menjawab. "Kamu hanya mementingkan kedua anak kamu saja, bukan anak saya" jelas Akhtar yang membuat Aila tersenyum dalam hati.

"Lebih baik tuh, Mama cerai aja dari Papa. Daripada kita sakit hati Ma" bujuk Vebby.

"Kalau itu kemauan kalian. Akan saya kabulkan" Raya melotot kearah Akhtar. Tanpa banyak bicara lagi. Raya menggandeng Vebby masuk kedalam kamarnya.

❤❤❤

Sesuai janji Aila tadi. Azlan datang setelah isya dengan baju kasualnya. Celana jins panjang dan kaos oblong warna hijau. Azlan membawa beberapa dokumen.

Aila menyerahkan semua data dirinya kepada Azlan. Azlan melihat wajah sendu Aila. Bukan seperti biasanya.

"Kamu baik-baik saja?" Aila mendongakkan wajahnya dan menatap Azlan. Azlan masih menampilkan wajah datar yang membuat Aila ingin mencakarnya manja.

"Mana ekspresinya sih, datar Mulu mas" greget Aila. Azlan berusaha menahan tawanya melihat ekspresi gemas Aila saat ini.

"Saya pulang duluan. Mana komandan?" Aila menunjuk dalam rumah dengan jari telunjuknya. "Tidak sopan kamu"

"Maaf bapak Letnan. Papah" Akhtar keluar dan menghampiri mereka berdua.

"Siap. Ijin mendahului komandan"

"Iya silahkan"

Akhtar masuk bersama dengan Aila. Akhtar memeluk bahu Aila dan Aila hanya tersenyum manis di depan Akhtar. Raya menghampiri Akhtar dan Aila.

"Aku minta cerai mas"

"Oke"

❤❤❤

*Mana ekspresinya??? Si kutub nihh gak ada ekspresi samsek yaa

Jan lupa vote 🌟 and coment gaesss.. kurang apa atau salah apa silahkan saja. Bundaah terima dengan lapang dada selapangan bola 😝

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top