1. Kenyataan Pilu (KP)

Happy reading
.
.
.
.

Aila kini sudah kelas 12 SMA, dan sebentar lagi, dia akan lulus. Niat hati dirinya akan masuk ke universitas di Bandung atau di Jakarta, mengikuti Aisyah dan Hamzah yang sudah sejak empat tahun lalu mereka di tugaskan di Jakarta.

Sejak meninggalnya Inara. Aila memilih tinggal sendiri di Bandung, rumah kedua orangtuanya. Akhtar di tugaskan di Surabaya bersama Raya-- istri keduanya. Mereka menikah secara sah setelah satu tahun meninggalnya Inara. Aila diurus oleh Aisyah dan Hamzah. Tapi Aila bersih kukuh untuk tetap tinggal di Bandung. Dia tidak ingin meninggalkan kenangan-kenangannya bersama Inara.

Aila menjadi sosok yang pendiam dan tomboi walaupun dia memakai jilbab. Aila seorang pesilat. Berbagai kejuaraan sering dia ikuti. dia juga pernah ikut Asean games walau hanya sekali dan itu satu tahun setelah meninggalnya Inara.

Aila memasuki perkawasan pemakaman. Hari ini Aila membawa dua kuntum mawar merah. Dia duduk di pusara Inara. Inara Varisha binti Abdul Aziz. Kedua orang tua Inara sudah berpulang ke Rahmatullah saat Inara mengandung Aila. Begitupula dengan ibunda Akhtar yang telah berpulang sesaat setelah Inara meninggal, karena m kaget mengetahui bahwa Akhtar menikah sirih karena kesalahan dengan Raya.

"Assalamualaikum Ma. Nek. Ai, kangen kalian. Ai tahu kalian sudah bahagia disana. Ai bentar lagi lulus Ma, Nek. Ai, dapat beasiswa di universitas Surabaya. Tapi Ai benci harus bertemu dengan Papa dan perempuan itu. Ai benci mereka. Ai tahu Ma, kejadian itu sudah enam tahun yang lalu. Maaf Ma, Nek, Ai belum bisa maafin Papa" Aila menangis dalam diam, dia membekap mulutnya agar tak mengeluarkan isakannya.

"Ai" suara tegas dan berat itu memanggilnya. Aila tahu dan mengenal itu adalah Akhtar--Papanya. Aila menghapus air matanya dan berdiri. "Ai pulang ya Ma, Nek. Assalamualaikum"

Aila berbalik badan dan berhadapan dengan Akhtar bersama Raya. Aila memasang wajah datarnya dan menerobos diantara mereka.

"Aila masih marah sama aku mas?" Tanya Raya. Akhtar hanya diam saja. Dia memandang nanar ke arah pusara kedua wanita yang dia cintai. Kedua wanita itu meninggal karena kabar mengejutkan dari dirinya.

❤❤❤

Aila berdiri dengan memasang wajah datarnya. Di ruang tamu kini duduklah Akhtar, Raya dan keluarga kecil mereka. Raya adalah seorang janda yang mempunyai anak perempuan yang berbeda dua tahun dengan Aila bernama Vebby. Dan anak laki-laki yang berumur enam tahun bernama Ramzan. Anak dari Akhtar dan Raya, sekarang tidur di dalam mobil.

"Mau apa?" Tanyanya dengan nada dingin. Akhtar tahu, berkali-kali pun dia datang baik sendiri maupun bersama Raya, Aila tetap tidak akan pernah bisa hangat dengannya. Ini kesalahannya yang sangat fatal.

"Aila sayang. Tante datang nih" teriak Aisyah yang baru saja datang menggandeng laki-laki bernama Azka berumur 10 tahun. Anak pertamanya yang sekarang kelas 11 SMA bernama Alka berlari menghampiri Aila.

"Cuek banget? Senyum dong kak" Alka mencubit pipi Aila. Alka dan Aila sangat dekat, bahkan mereka dikira kembar tapi tak identik. Kadang juga dikira sepasang kekasih.

"Kak, yang sopan sama Papa kamu" peringat Aisyah. Aila berdecak sebal. "Kak, kenapa nggak kamu ambilkan minum sih Papa kamu?"

"Buat apa Tan? Nggak usah lah. Punya uang kok, biar beli di cafe" Aisyah menggelengkan kepalanya berkali-kali. Aisyah menuju dapur diikuti oleh Alka. "Nggak sopan Lo kak" gerutu Alka.

"Bomat"

"Kakak" peringat Hamzah seperti biasa. Hamzah sudah menganggap Aila seperti anaknya sendiri, bahkan tak jarang pula Hamzah memarahi Aila layaknya anaknya sendiri. "Yang sopan sama Papa dan Mama kamu"

Aila mendengus geli. "Papa? Yang udah bunuh Mama dan Nenek? Masih bisa dipanggil Papa, Om?" Hamzah hanya diam. "Mama Aila udah meninggal om, Om lupa ya? Perempuan itu bukan Mamaku"

"Aila" peringat Akhtar. "Apa? Kenyataan kok. Gegara perempuan ini juga Mama meninggal, dan Nenek juga. Selamat ya sudah membuat saya menjadi seorang piatu. Menjadikan saya sebatang kara selama enam tahun. Enam tahun lho, hebat ya anda"

Semuanya hanya diam. Raya sudah meneteskan air matanya. "Maafkan Mama nak"

"Anda bukan ibu saya"

"CUKUP" Vebby berdiri dan menghampiri Aila.

Plak

Vebby menampar Aila. Aila tersenyum smirk. Berani juga dia nyentuh gue. Batin Aila.

"Cukup kamu ngehina mamaku. Mamaku Nggak salah. Kamu sendiri yang sudah menarik diri. Kamu munafik, keterla--" belum sempat Vebby meneruskan kata-katanya. Aila sudah beraksi.

Brak

"Auww" ringisnya. Aila membanting Vebby ke lantai. "Lo nggak perlu ikut campur. Waktu nyokap Lo datang kesini dengan pengakuan gilanya. Mama gue langsung terkena serangan jantung. Nyokap Lo udah bunuh Mama gue. Dan Lo, jangan sekalipun nyentuh gue. Berani sekali Lo nampar gue. Ini rumah gue, jangan Sampai gue patahin semua tulang Lo"

Vebby diam tak berani menjawab. Akhtar juga tidak membelanya. "Mas, kenapa kamu diam saja Vebby dibanting sama Aila?" Tanya Raya. Akhtar berdiri. "Kenapa juga Vebby harus nampar anak saya? Kenapa juga kamu diam? Kalau kamu mau belain anak kamu silahkan, saya juga bisa belain anak saya sendiri"

Raya dan Vebby hanya diam. Mereka merasa tertampar oleh kata-kata Akhtar. Baik Aisyah dan Hamzah hanya melihat saja tanpa berniat berbicara. Bagi mereka Vebby memang pantas dibalas seperti itu. Siapa yang memulai dengan kejahatan, dia akan mendapat akibatnya.

"Papa perlu bicara sama kamu sayang" Akhtar merangkul pundak Aila menuju ke kamar Akhtar dan Inara.

Mereka berdua ada didalam. Akhtar duduk di tepi tempat tidur dan mengambil foto dirinya bersama dengan Inara dan Aila. Akhtar memeluk foto itu dan menangis.

"Mas kangen sama kamu dek. Maafkan mas" Akhtar menangis terisak-isak. Aila tidak setengah itu melihatnya.

Aila membelai punggung Akhtar lembut dan duduk di sampingnya. "Pah" lirihnya.

"Maafin Papa nak, Papa belum bercerita semuanya sama kamu tentang kejadian itu. Kamu mau kan dengerin Papa cerita?" Aila mengangguk. Akhtar memeluk Aila sebentar dan mencium pucuk kepala Aila yang tertutup hijab.

❤❤❤

Saat itu Akhtar tengah bertugas ke Semarang. Inara saat itu tidak dapat ikut, karena Aila harus ujian nasional, karena Aila saat itu jelas 6 SD. Akhtar hanya ditugaskan selama satu tahun saja disana.

Akhtar kala itu senang sekali mendapat telepon dari Inara, bahwa Aila bisa masuk ke SMP negeri sekolahnya dulu. Sampai dia tidak fokus menyetir mobilnya dan alhasil, dia menabrak sebuah mobil berlawanan arah.

Akhtar segera menolong korbannya dan dibawa ke rumah sakit. Seorang laki-laki seumuran dengannya dan seorang wanita yang diketahui adalah istrinya dan seorang anak perempuan yang masih SD.

Luka yang dialami seorang laki-laki cukup serius. Istrinya dan anaknya duduk di sampingnya dan memegang tangan laki-laki itu. Akhtar mendekat.

"Pak, maafkan kecerobohan saya. Saya akan membiayai semua pengobatan bapak dan keluarga bapak" tapi laki-laki itu menggeleng lemah.

"Tolong nikahi istri saya, anda cukup bertanggung jawab kepada saya dengan menikahinya" Akhtar menggelengkan kepalanya. "Maaf pak, saya punya keluarga, saya punya istri dan anak juga di Bandung. Saya tidak bisa menikahinya. Saya akan membiayai semua keperluan anak bapak"

Nafas laki-laki itu sudah mulai tersengal-sengal. "Tolong nikahi istri saya" Akhtar hanya bisa diam, dia tidak pernah mau ada di posisi seperti ini.

Akhirnya Akhtar menikahi Raya secara sirih dan dengan sangat terpaksa. Akhtar mendial nomor Inara.

"Dek, maafkan mas" Inara sempat bingung, tapi dia berusaha menanyakan kepada Suaminya kenapa.

"Mas, cuma sayang dan cinta sama kamu. Mas juga sayang Aila. Percayalah sama mas"

"..."

"Mas cinta sama kamu Inara. Mas, nitip Aila ya, mas belum bisa pulang hari ini. Mungkin beberapa bulan lagi Dek"

"..."

"Terimakasih sayang. I love you Dek" Akhtar mematikan sambungan teleponnya.

Setelah mengurus pemakaman Ardi suami Raya. Akhtar hanya mengunjungi rumah mereka beberapa kali, agar tidak timbul fitnah diantara tetangganya. Mereka lebih sering bertemu di sebuah cafe dekat sekolah Vebby.

"Mas, saya hamil anak mas Ardi. Saya baru tahu kemarin saat saya periksa ke rumah sakit" ungkap Raya. Akhtar hanya diam dan mengangguk.

"Ya. Jaga anak kalian. Lusa saya akan pulang ke Bandung" ada rasa tidak ingin berpisah dari Raya untuk melepaskan Akhtar pulang ke keluarganya.

"Aku gimana mas dan Vebby? Mas sekarang suami aku" Akhtar hanya memasang wajah datarnya. "Kamu cuma istri sirih, saya menikahi kamu karena amanat suami kamu. Tapi saya sangat mencintai istri saya. Saya menyayangi istri dan anak saya"

"Ajak aku mas, aku mohon. Aku ingin minta maaf sama istri mas" Akhtar menggelengkan kepalanya. "Tidak, istri saya punya lemah jantung. Saya tidak ingin istri saya masuk rumah sakit"

Raya bersih kukuh untuk tetap ikut Akhtar. Akhirnya Akhtar menyetujui permintaan Raya. Tapi Akhtar menunggu usia kandungan Raya lima bulan dan itu bulan depan saat Aila berulang tahun.

Akhtar bahagia karena Aila menjuarai pencak silat putri antar pelajar. Akhtar sangat bangga dengan putrinya. Akhtar juga sudah menyiapkan hadiah untuk Aila sesuai keinginannya.

"Assalamualaikum dek, mas pulang" teriak Akhtar. Inara keluar dan memeluk Akhtar erat. Akhtar menciumi wajah Inara, perempuan yang sangat dia rindukan. Inara melihat seorang perempuan berdiri di ambang pintu. "Siapa dia mas?"

"Dia Raya, istri sirih mas" kenyataan itu membuat Inara sedih. Dia memegangi dadanya. Dadanya berdenyut sakit. "Ceritakan"

Akhtar menceritakan semuanya kepada Inara. Inara sangat sedih. Bagaimana bisa Akhtar tidak memberitahukan kepadanya masalah sebesar ini. Sampai akhirnya Aila pulang dan melihat semuanya. Aila membawa Inara ke rumah sakit. Akhtar mengikutinya dari belakang dengan Raya. Perempuan itu ngotot untuk ikut.

Sampai kenyataan yang membuatnya menyesal seumur hidup. Inara perempuan yang dia cintai telah meninggal dunia karena serangan jantung. Di saat Aila keluar bersama Aisyah dan Hamzah, Akhtar masuk dan memeluk Inara untuk terakhir kalinya dan menciumi wajah istrinya untuk terakhir kalinya.

"Nikahi dia secara sah bang. Setelah dia melahirkan anaknya. Aku tahu bang, Abang cinta mbak Inara, tapi ini mbak Inara sendiri yang menyuruhku. Abang nikahi Raya, untuk Aila, biarkan aku dan Aisyah yang menjaganya" Hamzah mengajak Akhtar berbicara berdua setelah pemakaman Inara.

❤❤❤

"Kamu tahu nak, hati Papa cuma untuk Mama, Mama kamu tidak tergantikan selama enam tahun ini. Papa sejujurnya tidak pernah bisa mencintai Raya. Hanya Mama kamu di hati Papa selamanya"

Aila Memeluk Akhtar dan menangis terisak-isak di pelukannya. Aila menangis, dia merindukan pelukan hangat Akhtar. "Maafin Ai Pa" Akhtar mengangguk.

"Ikut Papa pindah ya nak ke Surabaya. Om Hamzah juga dipindah tugaskan ke Surabaya"

************************************

Gimana gaes, udah bunda keluarin emosinya diawal sengaja. Part ini sungguh membuat bunda berpikir keras. Wkwkwkwkwk

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top