BAB 32

Kue pisang tinggal empat potong lagi. Senja juga telah menyapa, sebelum beberapa saat nanti ia hilang kembali. Gerimis mengundang rindu, jatuhkan air juga uraian kenangan. Saat Mama tengah asyik mengobrol dengan Deryl, Dera pamit membersihkan diri. Sebentar lagi masuk waktu magrib. Deryl tersenyum sangat manis ke arahnya. Namun ia masih enggan membalas.

Dera beranjak ke dalam kamar untuk mempersiapkan baju ganti, lantas membawanya ke kamar mandi. Handuk kuning sedang di jemur di belakang, jadi bisa langsung mengambilnya sekalian ke kamar mandi. Gegas Dera menyiram seluruh tubuh dengan air dingin dari bak penampung air. Sontak ia bergidik kedinginan. Tubuh polosnya tidak siap dengan suhu benda cair itu. Dengan secepat kilat ia menyelesaikan kegiatan mandinya. Mengeringkan tubuh dengan handuk, lalu mengenakan pakaian. Lalu melilitkan handuk pada rambut basahnya.

Badannya kini segar dan wangi meski sedikit menggigil. Keluar dari ruang sempit itu lalu berjinjit ke arah kamar. Deryl melihatnya, saat mata mereka bertemu, Dera mempercepat langkah, lantas menarik handle pintu dan mendorongnya hingga terbuka. Masuk, menutup pintu kembali.

“Nak Gibran mandi juga gih. Ganti pakai baju Papanya Dera.” Mama bangun dari duduk tanpa melihat ekspresi kaget dari Deryl. Lantas berjalan ke kamar tanpa menunggunya mengiyakan. Sesaat kemudian Deryl menyadari bahwa hoodie dan celana miliknya sangat kotor. Tanah menempel di beberapa sisi dan sulit dihilangkan.

Mama keluar dengan baju dan celana di tangan. Juga handuk bersih di pundak. Mengulurkannya ke Deryl. Tanpa membantah, Deryl menerimanya lalu izin ke kamar mandi. Saat itulah Dera keluar dari kamarnya. Menyusul Mama yang masih duduk di sofa ruang tamu sembari menyeruput teh yang tidak lagi mengepulkan asap.

“Gibran pulang, Ma?” Bingung karena tidak menangkap bayangan laki-laki itu. Mengumpat dalam hati. Bagaimana mungkin Deryl pulang tanpa bicara apa-apa padanya.

Mama menggeleng, meletakkan kembali gelas yang telah habis isinya ke atas meja. “Lagi mandi dia.”

“Mandi?”

“Gibran bukan jatuh kepentok tembok kan, Der? Pakaiannya kotor sama banyak bekas tanah basah gitu. Lebih tepat kalau kamu bilang dia habis guling-guling di tanah basah. Tapi, kenapa pipinya sampai memar gitu?” tanya Mama entah pada siapa. Mode detektif Mama kini aktif kembali. Dera bersiap dengan kemungkinan paling buruk.

Netra milik Mama memicing ke arah milik Dera. Dera menciut seketika. “Kamu apain calon mantu Mama?”

Dera gelagapan. Mengambil ancang-ancang melarikan diri. “Ampun, Ma. Tadi nggak sengaja. Suer, Mama harus percaya Dera, dong!” kini tubuh mungilnya berdiri dengan kedua tangan terangkat ke atas, seperti adegan film adu tembak. Mama dan Dera sangat mengenal satu sama lain. Hampir tidak ada rahasia di antara keduanya. Dera juga heran kenapa bisa bertahan dengan kebohongannya tentang pacar hingga sekarang.

Adegan Mama dan Dera terhenti ketika Deryl kini berdiri tidak jauh dari mereka. Aroma sabun menguar tajam ke seluruh ruangan. Benar kata orang-orang, kenapa saat laki-laki selesai mandi, aroma sabun menjadi lebih wangi dari pada saat perempuan yang mandi. Sedangkan sabun dan air yang digunakan adalah sama. Bahkan durasi mandinya, laki-laki terhitung lebih cepat melakukannya.

Mata Dera terpaku pada kaos dan celana yang dikenakan oleh Deryl kini. Kaos putih polos yang tampak ketat di badan, dan celana jeans khaki yang dulu terlihat longgar pada Papa, kini terlihat sedikit cingkrang di kaki Deryl. Tapi laki-laki itu terlihat semakin tampan. Bahu lebar dengan pinggang ramping miliknya terlihat jelas karena kaus ketat itu. Hidung Dera sedikit memanas. Mata dewasanya tidak memungkiri bahwa makhluk itu sangat seksi.

Please, jangan gila kamu, Dera.

“Wah agak kekecilan ya ternyata. Kaosnya mau ganti, Nak Gibran? Sepertinya ada yang sedikit lebih besar.” Mama masuk ke dalam kamarnya. Membuka pintu lemari. Tumpukan baju dan celana Papa masih tersimpan rapi di sana. Mama tersenyum melihatnya. Bangga kini pakaian almarhum akhirnya berguna lagi. Alasan Mama menyimpannya selama ini karena menganggapnya sebagai obat rindu pada laki-laki yang menjadi belahan jiwanya. Selain dengan mengirim doa, memeluk baju Papa adalah penenang dan cara Mama menyalurkan kerinduan.

Tangan tuanya meraih sebuah kaos hitam yang ia ingat adalah hadiah dari Dera yang belum sempat Papa pakai. Keluar setelah menutup kembali daun pintu lemari. Melangkah mendekati sejoli yang entah berdebat tentang apa, diam setelah melihatnya Mama keluar dari kamar.

“Ini lebih besar. Coba ganti aja ya. Mama lihat kamu nggak nyaman pakai kaus putih itu. Deryl mengucapkan terima kasih, lantas bergegas ke kamar mandi. “Ah jangan kecewa gitu dong, Der.” Mama menyenggol bahu Dera, lalu mengajaknya duduk bersebelahan di sofa.

“Kecewa?”

“Mama suruh Gibran ganti biar kamu nggak mimisan,” seloroh Mama. Sontak wajah Dera merah. Malu sekali karena sang Mama tahu isi kepalanya.

***

“Aku nggak menjanjikan apa pun mulai sekarang. Kamu cukup melihatku melakukannya,” ucap Deryl sungguh-sungguh. Setelah magrib, Mama meminta mereka berjalan-jalan di luar memberi ruang pada keduanya dengan alasan minta tolong beli makanan untuk makan malam. Mereka berjalan kaki hingga keluar komplek. Hingga sampai di jembatan penyeberangan orang. Angin terasa lebih kencang dari atas sini. Rambut Dera berkibar tertiup angin. Menubruk  wajah Deryl yang merunduk dengan kedua tangan bertumpu pada besi dingin di depannya. Aroma manis leci keluar dari rambut perempuan itu. Deryl menghidunya dalam, terlena dengan harum sampo yang Dera pakai. Ia sempat melihat sampo itu di kamar mandi tadi. Sampo untuk anak-anak berwarna pink magenta dengan gambar jerapah dan entah hewan lain apa. Merk-nya cukup familier karena Deryl pernah melihat iklan di televisi beberapa kali.

“Kaki? Udah sembuh bener?” tanya Dera tanpa mengubah posisi. Tatapannya lurus ke depan. Melihat kendaraan bermotor yang mengular di bawah sama. Klakson bersahutan tanpa jeda. Jalanan memang macet parah sejak beberapa hari lalu. Deryl berdehem, lantas menegakkan badannya. Memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana.

“Masih sedikit sakit. Tapi udah jauh lebih baik dari sebulan lalu.” Deryl menoleh pada perempuan di sebelah kanannya. Puncak kepala Dera sejajar dengan bahu milik Deryl. Tampak mungil dalam penglihatannya.

“Kamu nggak perlu melakukan apa pun. Lagi pula, kita hanya pacaran pura-pura. Cukup bersikap baik di depan Mama aja.” Dera tampak menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan.

Sedangkan Deryl menunduk. Melihat ujung converse yang ia kenakan. Sejenak, lalu kembali mengangkat kepala. Bahkan kini menengadah. Menekuri langit gelap yang mendung. “Aku nggak pernah berniat melakukannya ke kamu, Der. Pergi, bahkan hilang. Semua di luar kendaliku. Bahkan hal yang aku sendiri nggak tahu bagaimana bisa terjadi. Penjelasanku amat panjang. Jadi aku selalu minta izin atas kesanggupanmu mendengarnya sampai selesai.”

Dera bergeming. Menepis perasaan, tidak membiarkan kalimat Deryl menggoyahkan. Menarik napas panjang lagi, menahan barang sebentar, lalu menghembuskannya perlahan. Mengingat luka hati, membuat matanya hampir kewalahan membendung pilu. Ia yang menyulut api itu menjadi semakin besar sekarang. Orang yang paling disayang, bisa saja terbakar di dalamnya. Memberi harapan pada Mama tentang sosok Gibran bukan hal yang benar. Namun, semua telah terlanjur. Hingga Dera tidak tahu cara untuk berhenti.

Setiap bertemu dengan laki-laki di sampingnya, Mama terlihat sangat bahagia. “Jangan ngomong soal pernikahan di depan Mama. Jangan menjanjikan apa pun juga.”

“Dera, aku masih amat sangat mencintaimu. Aku tidak akan menjanjikan apa pun, tapi izinkan aku melakukan apa pun untuk membuktikannya.”

“Lakuin aja. Aku akan melihatnya baik-baik,” putus Dera. Menatap laki-laki itu dengan sorot mata berbeda dari biasanya.

Malam tahun baru menjadi saksi kesepakatan baru antara Dera dan Deryl. Dera belum siap mendengar penjelasan panjang tentang enam tahun kepergian laki-laki itu. Tapi perlahan ia akan mempersiapkan diri.

***
Happy Saturday Gengs... Selamat berpuasa bagi yang menjalankan.
Nggak mau terganggu iklan bacanya? Yuks langsung ke KaryaKarsa. Di sana, Falling for You Again udah tamat loh... Tunggu apa lagi?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top