BAB 10

“Jadi pacar pura-puraku di depan Mama. Gimana?”

“Uhhukk....” Sontak Deryl tersedak pada kunyahan pertama. Tangannya dengan cepat meraih kopi di depan Dera, lalu meminumnya tanpa permisi.

“Sorry, nanti aku pesenin lagi kopinya. Tapi apa tadi? Pacar pura-pura?”

Dera mengangguk pasti. Tidak ada yang bisa menjadi Gibran yang ia ceritakan pada Mama selain si Gibran sendiri. Dera mengulum senyum, puas dengan ide cemerlangnya. Cukup dengan mempertemukan Mama dengan laki-laki yang kini tengah minum kopi dengan mata memerah itu, sepertinya sangat kaget hingga tersedak dan matanya berair. Maka perjodohan dengan Galih tidak akan berlanjut.

“Gimana?” tanya Dera lagi.

Deryl menelan minumannya dengan hati-hati. Lengan kemeja yang dilipat hingga tiga per empat lengan itu tampak enak dipandang. Kulit sawo matang dengan arloji yang terlihat mahal di pergelangan tangan kanan semakin menambah kesan maskulin pada Deryl. Meski begitu, wajah tampan kerap membuat orang-orang tidak melihat ke arah jam tangan atau hal lain darinya. Rahang tegas yang ditumbuhi bulu halus itu saja cukup menarik perhatian siapa pun yang melihatnya.

“Kamu yakin?” tanya Deryl.

Sekali lagi Dera mengangguk tanpa ragu.

“Kenapa kita nggak balikan aja? Aku nggak pinter pura-pura, Der.”

Dera memasang wajah marah. Sedangkan Deryl meringis. Balikan dengan orang yang dulu meninggalkannya tanpa alasan dan kabar, sama sekali bukan ide bagus.

Anggap aja ini hukuman buat kamu.

“Kalau kamu setuju, aku bakal maafin kamu sebagai bonusnya. Tapi balikan sama kamu? No way,” pungkas Dera seraya menggeleng.

Deryl terkekeh. Perempuan mungil yang jago bela diri itu selalu saja berhasil mencuri segala perhatian, pikiran, dan juga hatinya. Sebenarnya Deryl keberatan menjadi pacar pura-pura Dera, karena tentu saja ia mengharapkan yang bukan pura-pura.

“Tapi kamu beneran mau maafin aku setelah itu?” Deryl tulus ingin dimaafkan. Setelahnya biar ia berjuang lebih, untuk mendapatkan hati Dera kembali.

“Tentu. Jadi, kamu mau atau nggak?”

Deryl mengangguk. “Boleh. Jadi kapan, ketemu Mama kamu?”

Dera menghela napas lega. Satu lagi sesuai rencana. Ia pikir akan aman setelah semua berhasil menjadikan Deryl sebagai pacar bohongan.

“Tanggal dua belas nanti, Mama ulang tahun. Kita kasih kejutan aja.”

Deryl tersenyum melihat antusiasme perempuan di depannya. Selama beberapa hari pengejaran, baru hari ini ia dapatkan senyuman tulus serta binar mata darinya. Sesekali Deryl mengangguk merespons rencana Dera. Sedangkan Dera terus mengutarakan rencana dengan penuh semangat.

“Mama pasti seneng, deh.”

Dera pikir tidak ada salahnya mengenalkan Deryl sebagai Gibran pada Mama. Wanita itu tahu tentang Deryl di masa lalu, tapi belum sempat bertemu langsung dengan laki-laki itu. Jadi, kesuksesan rencana Dera adalah kemungkinan besar.

Deryl memesankan kopi untuk Dera bawa kembali ke kantor. Mereka berpisah saat Dera ingat kopi itu milik Siska. Rekannya itu pasti tengah menunggu dengan bersungut-sungut. Membayangkan saja, Dera bergidik.

“Selebihnya nanti kita bahas lagi. Bye,” ucap Dera sebelum akhirnya benar-benar pergi.

Deryl tersenyum sepeninggal Dera. Ia pikir ini adalah kesempatan bagus untuk mendapatkan hati Dera kembali. Belum apa-apa hatinya sudah berdebar kencang.

Beginikah rasanya mau ketemu calon mertua?

***

Dera bersenandung ceria setelah sampai di lantai empat. Bahkan setelah memberikan kopi serta kartu debit milik Siska. Mbak Mel dan Kafka yang telah duduk di kursi masing-masing pun melihatnya heran. Dera duduk, masih dengan senandung kecil dan senyum mengembang di wajahnya.

“ Ada hal baik yang terjadi, Der?” tanya Mbak Mel serius.

Dera mengangguk cepat. Terlihat lucu. Kafka tersenyum melihat anggukan Dera. Tapi, segera menyembunyikan hal itu, lalu kembali menyibukkan diri dengan tetikusnya.

“Aku abis nangkep jambret, Mbak.” Dera menjawab dengan santai.

“Kamu? Nangkep jambret?” Tawa Mbak Mel meledak. Teman-teman Dera di kantor memang tidak tahu bahwa ia jago Taekwondo.

“Iya, aku nangkep jambret itu. Sendirian,” imbuhnya dengan bangga.

Siska menajamkan telinga demi mendengarkan obrolan Mbak Mel dan Dera yang tempat duduknya lumayan jauh.. Siska melihat ke arah Kafka yang pura-pura sibuk. Padahal laki-laki itu sangat santai sampai Dera datang beberapa saat lalu.

Mengetahui Kafka ditolak oleh Dera, Siska sempat turut kecewa pada perempuan itu. Tapi, mengingat ia tidak tahu apa pun tentang Dera, ia yakin Dera memiliki alasan kuat melakukannya.

“Pantesan kopinya lama banget, Der! Kamu cosplay jadi hero dulu, ternyata?” Siska berkata dengan lantang.

Dera tertawa. “Sebenernya itu kopinya baru dibuat lagi. Soalnya kopi yang pertama aku lemparin ke muka jambretnya, Mbak. Sorry,”terangnya berhasil membuat Siska melotot.

Tawa mereka pecah kecuali Kafka. Tapi dalam diam, ia turut bangga pada Dera. Menilai perempuan itu sangat berani. Diam-diam juga ia tahu bahwa Dera piawai dalam bela diri. Laki-laki itu tersenyum samar tapi sangat tulus.

***

“Dera pulang!” ujar Dera setelah mengucap salam terlebih dahulu.

Wanita paruh baya itu menoleh dan berdiri menyambut kedatangan Dera. Selalu seperti itu setiap hari. Membuat Dera semakin menyayangi orang tua tunggalnya itu. Sejak Papa pergi untuk selamanya, mereka hanya memiliki satu sama lain.

“Anak Mama capek? Mau makan?”

Dera mengangguk manja. Membuat Mama gemas lalu menjawil hidungnya pelan.

“ Mandi sana, Mama punya hacks baru buat indomie. Kamu pasti suka.”

“Wah setelah sekian lama nggak makan indomie, akhirnya...,” ungkap Dera penuh ekpresi.

Tanpa menunggu lama, ia bergegas ke kamar dan bersiap mandi. Dengan handuk di pundak, Dera lari menuju kamar mandi. Melewati Mama yang sudah berada di dapur, menyiapkan bahan untuk eksekusi mi instan goreng dengan resep baru.

Dera selesai mandi dengan cepat. Saat membuka pintu kamar mandi, aroma khas bawang putih goreng menguar, berlomba menyergap indra penciuman. Belum lagi bau bumbu mi goreng yang pernah dinobatkan sebagai mi instan terenak di dunia itu. Ah, Dera segera berlari ke kamar untuk mengganti pakaian dan bersiap makan malam.

“Udah siap nih, Der! Buruan sini.” Mama meletakkan dua piring mi goreng dengan tampilan menggiurkan di atas meja makan. Kemudian mengisi gelas kosong dengan air dari teko. Setelahnya, duduk manis menunggu Dera keluar dari kamar.

“Wah, aromanya bikin ngiler, Ma,” ucap Dera setelah berada di samping Mama.

Wanita paruh baya itu tersenyum, “Bakal sedikit pedes. Tapi masih aman buat kita.”

Tanpa menunggu lebih lama lagi Dera mulai suapan pertamanya, tentu saja setelah berdoa. Ia gunakan garpu untuk menggulung mi kemudian melahapnya. Sejurus kemudian, matanya mengerjap beberapa kali.

“Ma, ini sambel bawang yang biasa Mama buat, ya? Terus ditambah potongan bawang putih lagi?”

Mama mengangguk tanpa bersuara. Menikmati setiap suapan mi instan buatan tangannya sendiri.

“Wah, ternyata enak banget. Irisan bawang putihnya nambahin tekstur. Mama hebat, ini hacks dari mana?” puji Dera tidak mengada-ngada.

“Mama udah dari kemarin pengen kombinasiin sambel bawang mama sama indomie goreng. Ternyata seenak ini.”

Keduanya tertawa, lalu melanjutkan makan dengan banyak pujian dari Dera. Setelah selesai makan, Dera mencuci piring kotor, sekalian milik Mama. Seperti biasa, obrolan setelah makan malam selalu jadi me time bagi Mama dan Dera. Setelah seharian tidak bertemu, selalu ada rindu pada Mama.

“Oh iya, nanti tanggal dua belas, undang Gibran ke sini, ya. Mama pengen buat makan malam spesial. Ternyata cepet banget ya, udah tiga tahun lebih Papa pergi.” Wajah Mama terlihat sendu. Sebelum Papa meninggal, mereka selalu menyempatkan untuk membuat hari ulang tahun Mama spesial. Meski hanya dengan makan malam bersama di restoran favorit Mama, atau menikmati pecel lele di tempat yang di rekomendasikan Papa.

Dera mengangguk sembari menggenggam tangan kiri mama. “Aku usahain dia dateng nanti, Ma.”

Dera ingin Mama bahagia di hari spesialnya. Meski dengan sedikit berbohong tentang pacar. Membawa Deryl ke hadapan Mama adalah rencananya enam tahun lalu. Tapi urung saat tiba-tiba laki-laki itu hilang seperti ditelan bumi. Akhirnya kini akan segera terealisasi, meski dengan status pura-pura.

Semoga semuanya baik-baik aja. Demi Mama, dan perjodohan itu.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top