18|Masa Lalu - Bagian 1

Dua puluh enam tahun yang lalu.

Kresna Wijaya, itulah namaku. Nama seorang remaja biasa. Aku adalah seorang anak berkacamata, rambut berantakan, dan sedikit gemuk. Aku sering dijadikan bahan bercandaan teman-temanku. Dan aku tidak bisa menerima hal itu. Kalian tahu apa yang terjadi selanjutnya? Pertempuran. Baik-baik mungkin terlalu jauh untuk membahas itu. Mari bahas hal lain dulu.

Aku adalah seorang murid di salah satu SMP swasta di Kota Jakarta. Aku tidak dapat SMP negeri. Itu karena beberapa hal yang tidak bisa kujelaskan. Jangan pikir nilaiku saat SD jelek, tidak seperti itu. Di sekolah aku dikenal sebagai anak yang cerdas. Jadi kesayangan guru dan disiplin. Aku disukai guru tapi tidak disukai beberapa temanku. Alasannya aku terlalu kaku dalam bergaul karena terlalu disiplin dan memegang prinsip-prinsipku. Terkadang aku jadi bahan tertawaan temanku. Dan satu hal lagi soal diriku. Aku ini kejam. Sungguh, aku tega menusuk temanku dengan pulpen karena dia terlalu menyebalkan. Baik, dia memaafkanku.

Di sekolah aku pernah mengikuti berbagai lomba sains. Aku suka sains dan teknologi. Terutama soal sosial dan sejarah. Kalau teknolgi aku tidak terlalu mendalaminya tapai hanya suka. Sedangkan aku lebih suka terhadap sosial dan sejarah. Sejak dulu aku mengkonsumsi buku-buku sejarah.

Dalam beberapa lomba sains aku berhasil menang. Walaupun sempat gagal dan terpuruk. Aku berhasil memenangkan tiga dari lima kejuaraan yang kuikuti. Di sekolah aku juga ikut dalam keanggotaan OSIS. Dengan seorang ketua yang bernama Mutiara Azzahra. Orang yang tegas, disiplin, dan jelas sangat kreatif. Jujur terkadang aku iri padanya.

Tahun pertamaku di sekolah dipenuhi hal-hal menarik. Tapi, tahun pertamaku kalah spesial dengan tahun keduaku.

***

Aku melangkah cepat setelah turun dari bus yang kutumpangi. Aku seharusnya datang ke sekolah sejak setengah jam yang lalu. Mungkin lebih tepatnya tiga puluh delapan menit yang lalu. OSIS harus berkumpul jam enam pagi untuk mempersiapkan hari pertama ini. Tentu saja, tahun baru, suasana baru, dan anak baru. Kami akan menjadi panitia Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah. Tenang, kami tidak macam-macam dengan adik kelas. Kami benar-benar membimbing. Tanpa sesuatu yang dikenal anak-anak sekolah dulu.

"Permisi, maaf aku buru-buru." Aku menerobos sekumpulan anak yang sedang berjalan. Aku sudah memasuki wilayah sekolah dan yang kuperlukan sekarang adalah mencari base camp OSIS.

"Kamu telat dek," seseorang menyentil telingaku. Aku meringis kesakitan lalu menoleh.

Kulihat seorang senior ada di belakangku tengah membawa setumpuk name tag. Dia memiliki kulit sawo matang, iris mataku hitam legam, alis mata sedikit tebal dan dia selalu dilengkapi sebuah aksesoris berupa kacamata minus. Oh iya, dia juga mengenakan jilbab putih. Dia menatapku sedikit kesal. Tapi, aku yakin kalau dia tidak seperti itu dia akan nampak manis. Aku tidak kenal namanya.

"Ini baru jam 07.40 kak," belaku.

"Telat empat puluh menit itu tidak bisa ditoleransi. Biasanya kau disipilin waktu. Sebagai hukuman kau harus bantu kakak membawa ini." Dia menyerahkan setumpuk name tag itu. Name tag ini benar-benar banyak.

Akhirnya kami jalan bersama menuju base camp anggota OSIS. Tempat itu ada di sebuah ruangan kecil di ujung sekolah dekat kantin. Aku baru ingat soal itu. Baik biar kujelaskan tentang sekolahku. Sekolahku memiliki satu jalur masuk, yaitu di depan. Masuk ke dalam kau akan disambut lorong yang terbuka di sisi kanannya. Ada tangga di sisi kiri. Jika kau maju sedikit ada lorong lagi yang mengarah ke kanan. Di tengah ada lapangan.

Oke lebih singkatnya, sekolahku berbentuk persegi panjang yang di dalamnya ada persegi panjang dan itu adalah lapangan. Tiga sisi berisi ruangan-ruangan kelas, laboratorium, ruang komputer, ruang guru dan kepala sekolah serta beberapa ruang kosong dan dua ruang pertemuan. Di satu sisi terakhir ada sebuah kantin, masjid dan beberapa ruang untuk menyimpan perlengkapan ekskul. Salah satu ruang kosong dan OSIS memutuskan untuk menjadikannya base camp.

"Maaf kak, nama kakak siapa ya?" tanyaku. Kami baru setengah jalan.

"Udah setahun jadi anggota OSIS enggak kenal kakak kelas sendiri. Duh, adik kelas macam apa kau?! Namaku Alissya Fahmidah," katanya. Nampaknya kekesalannya sudah berkurang.

"Oh jadi ini namanya Kak Alissya, maaf. Sering lihat tapi tak kenal. Namaku—" kalimatku terpotong.

"Kresna Wijaya. Banyak yang mengenalmu," katanya.

"Bagaimana kakak mengenalku?" tanyaku.

"Fotomu dipajang di papan pengumuman yang ada di dekat gerbang. Bagaimana tidak banyak yang mengenalmu," katanya. Aku hanya tersenyum mendengarnya. Saat aku memenangkan suatu lomba tingkat provinsi fotoku dipajang di papan pengumuman.

Kami memasuki base camp. Sudah berkumpul semua anggota OSIS. Kak Alissya memintaku membagikan name tag sesuai kelas. Aku menurutinya. Tidak mau kena sentilan dia lagi. Setelah itu ada beberapa intruksi dari Kak Mutiara dan Pembina OSIS. Itu semua selesai kami menyebar ke kelas masing masing yang harus kami bimbing. Kak Alissya tidak membimbing kelas karena dia bagian Humas.

Aku sendiri membimbing kelas bersama seorang senior dan seorang perempuan yang seangkatan denganku. Si senior bernama Kak Yanuar. Seorang remaja tinggi, rambut cepak, wajah terlihat tegas, sorot mata tajam, dan ahli bela diri. Di luar itu dia adalah orang yang humoris.

Sedangkan perempuan yang seangkatan denganku bernama Dhiva Angelita. Seorang perempuan berusia tiga belas tahun—aku sudah empat belas tahun saat ini—dengan iris mata cokelat, rambut melewati bahu, sama tinggi denganku dan kulitnya cerah. Bisa dibilang dia manis. Ya, dia adalah salah satu primadona sekolah.

Kami memasuki kelas. Membimbing kelas dengan teratur. Memperkenalkan sekolah dan aneka ragam kegiatan lainnya. Sempat terpotong karena ada upacara pembukaan. Besoknya masih sama kami membimbing kelas tapi dengan waktu yang dikurangi karena ada pemberian materi dari guru-guru. Di waktu yang sempit itulah kami melatih adik kelas kami untuk menyanyikan mars sekolah kami. Ditambah lagu kreatif buatan para pembimbing. Dan di situlah Kak Alissya membantu kami. Dia membantu mengatur kelas dengan alasan bosan sendiran di luar. Hari ketiga masih sama. Hari keempat yang merupakan hari terakhir setiap kelas menampilkan mars dan lagu kreatif mereka. Dan sebuah kejutan datang, kelas yang kubimbing bersama Kak Yanuar dan Dhiva berhasil meraih kemenangan. Kak Alissya juga terlihat bersorak senang. Bagaimana pun dia punya andil dalam kemenangan ini.

"Enggak ikut ke bioskop Na?" tanya Kak Alissya saat kami di halte bus. Aku menggeleng.

"Enggak bawa duit sama belum izin," balasku.

"Oh yaudah enggak apa-apa," katanya. Busku datang kemudian aku menaikinya. Setelah duduk manis di kursi aku memandang keluar jendela. Kulihat Kak Alissya melambaikan tangan ke arahku sambil tersenyum. Aku balas melambai dan tersenyum. Kini bus melintas menembus jalanan kota Jakarta. Aku hendak menuju pasar untuk berlatih bela diri bersama Jiahou. Tenang aku sudah izin untuk ini.

***

Aku meetakan botol minumku. Lalu memandang keluar jendela. Aku sedang berada di lantai atas dan sedang membaca buku. Jam sekolah sudah berakhir setengah jam lalu. Jam sekolah dikurangi karena para guru sedang ada rapat. Aku tidak mau pulang dulu. Hendak menghabiskan satu atau dua jam untuk membaca buku. Hingga akhirnya sesuatu mengangguku.

"Hei kutu buku seharusnya kau membantu kami." Kak Alissya menyembulkan kepalanya kedalam kelasku. Aku menoleh dengan tidak bersemangat. Mau apa dia?

"Kau harus membantu persiapan lomba tujuh belas agustus tahu!" katanya.

"Harus banget ya?"

"OSIS macam apa kau? Kalau tidak mau ya sudah, akan kulaporkan ke Mutiara." Dan dia berlari pergi. Aku segera merapikan barang-barangku lalu berlari menyusulnya. Aku mengejanya. Benar-benar mengejarnya. Dia cepat juga larinya. Hingga akhirnya aku berhasil menyusulnya dan berhasil menahan ranselnya.

"Berhenti, aku lelah." Aku masih berusaha mengatur napasku.

"Lepaskan! Lagi punya badan gede banget sih! Gampang lelahkan." Dia mencubit pipiku dan reflek aku melepaskan peganganku. Dia kemudian berlari pergi,

Aku kembali menyusulnya hingga ke bawah. Ternyata di bawah sudah ada beberapa anggota OSIS lainnya. Mereka sedang sibuk mengurusi bendera yang akan dipasang di atas lapangan. Kak Mutiara tidak ada di sana ternyata.

Aku mendekati mereka dan segera membantu. Tak ingin ada masalah yang terjadi. Dua jam kami berkutat membuat untaian bendera merah putih yang akan dipasang di atas lapangan. Sudah ada empat dan kami perlu enam. Kak Yanuar—yang saat itu menggantikan Kak Mutiara—memutuskan kami semua perlu istirahat. Kami segera berhamburan ke kantin. Hanya beberapa saja yang masih buka. Aku hanya membeli sebungkus roti dan kembali menuju lapangan. Duduk di lapangan bersama yang lain.

Tiba-tiba saja Kak Alissya mendekatiku. Dia membawa sebungkus roti dan secangkir es teh manis. Dia memakan rotinya. Setelah beberapa menit yang tanpa percakapan aku memulainya duluan. Dia sedang membuka sebuah permainan di ponselnya.

"Gamer rupanya," ujarku.

"Lalu kenapa? Enggak salah, 'kan?"

"Enggak kok. Tapi, jangan terlalu sering nanti lupa belajar,"

"Iya-iya. Eh hobimu apa selain membaca?"

"Mungkin menulis dan menggambar." Aku mengangkat bahu.

"Huh! Si kutu buku ini ternyata suka nulis juga. Eh, umurmu berapa sih?"

"Empat belas tahun,"

"Wah adik kelas sama kakak kelas umurnya sama. Untuk periode berikutnya jadi ketua OSIS ya?" katanya.

"Enggak mau. Jadi ketua OSIS itu susah enggak gampang. Karena jadi pemimpin bukan sekedar memimpin orang-orang di sekitarnya tapi jadi pemimpin itu adalah pengorbanan,"

"Coba dulu aja kali. Enggak ada salahnya mencoba. Kalau kita mau mencoba kita harus berani gagal. Jangan takut gagal, karena gagal adalah bagian dari kesuksesan. Hanya orang yang tidak mau mencoba yang tidak pernah gagal," jelasnya. Aku hanya mengangguk.

"Iya nanti akan kucoba," kataku.

"Nah gitu dong! Ini baru namanya adik kelas yang baik." Dia memukul bahuku. Aku hanya meringis. Dia hanya menyeringai.

"Eh, Alissya, Kresna jangan berduaan terus di situ. Bantuin...," panggil Kak Yanuar.

Kami bangkit berdiri dan kembali membantu anggota OSIS yang lain. Hari ini aku semakin dekat dengan Kak Alissya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top