1|Persiapan Pertama-
Kegiatan pelabuhan saat itu sedang ramai. Orang-orang berkeliaran membantu mengangkut barang dan memeriksa peti-peti kemas. Crane-crane besar Mengangkut kotak-kotak besi besar itu keatas mobil beroda banyak. Dan mobil itu melanju cepat menembus jalanan ibu kota.
Termasuk dua orang yang mengenakan jaket kulit itu. Mereka berjalan santai mendekati kapal yang baru merapat. Kaus hitam, celana jeans biru tua, dan jaket kulit coklat adalah pakaian mereka. Penampilan yang menutupi latar belakanag mereka sebagai pengusaha.
"Cody, ayo angkut peti kemasku," ujar salah satu dari mereka.
Crane mulai bergerak mengangkut peti besar itu. Memindahkannya ke atas trik pengangkut peti kemas.
"Aku tidak menyangka kausendiri yang akan mengambil pesanan ini," kata Cody. Lalu menjabat tangan orang itu. Cody Zenifer adalah Nahkoda kapal kargo. Memilii rambut lebat yang diikat, brewokan, mata hitam legam, wajahnya tampak tegas, dan badannya kekar. Pria hebat, mantan marinir yang milih pensiun dan menjadi nahkoda kapal kargo.
"Aku merasa aman jika mengambilnya sendiri, kadang aku tidak percaya dengan orang lain," ujar orang tadi. Lalu membalas jabatan tangan Cody. Seorang pria berumur 35 tahun, dengan kepala botak plontos, kumis tipis, dan mata kecil. Serta memiliki alis mata yang tebal. Dia adalah Bette Puspita Karunia.
"Perkenalkan ini Alexander, Alexander ini Cody," ujar pria itu lagi.
Alexander—salah satu pria berjaket kulit tadi—bersalaman dengan Cody. Alexander Jerico adalah Pria berumur 34 tahun. Memiliki rambut hitam legam, alis mata tipis, hidung mancung, memiliki lesung pipit, memakai kacamata.
"Aku sudah sering mendengar tentangmu Cody. Bette banyak bercerita tentangmu," ucap Alexander.
"Rekan kerja Bette yang baru rupanya, semoga kau betah. Dan ini tidak menjadi pekerjaanmu yang terakhir." Lalu Cody dan yang lain tertawa.
"Baik kami harus pergi, pastikan kapalmu siap untuk melakukan misi kita. Jangan sampai ketahuan," ucap Bette dan menaiki truk pengangkut peti kemas itu.
"Kautahu Cody, mungkin pekerjaan ini benar-benar akan menjadi yang terakhir," ujar Alexander. Lalu menaiki truk juga.
Cody hanya tersenyum dan kembali ke kapalnya. Masih banyak yang harus dia kerjakan.
Mobil itu melaju menembus kawasan pelabuhan. Lalu berhenti di gerbang untuk pemeriksaan. Petugas memeriksa surat-surat dan isi peti kemas itu. Hanya berisi jas-jas mewah yang ada di dalam peti kayu. Mereka tidak menyadari isi peti itu yang sebenarnya. Pendeteksi logam mereka tidak berfungsi dengan baik. Dan mereka tidak melakukan pemeriksaan secara teliti. Setelah mengurusi pemeriksaan mobil itu kembali melesat menembus jalanan ibu kota Indonesia.
***
Indonesia adalah negara yang yang cukup besar. Beberapa permasalahan merasuki negara kepulauan itu. Mulai dari sosial, pendidikan, ekonomi dan moral. Negara yang dulunya terdiri dari beberapa kerajaan itu kini telah mengahadapi semua permasalahannya. Terutama untuk kawasan ibu kota Jakarta.
Daerah Khusus Ibukota Jakarta telah menggeliat menjadi smart city yang sangat menakjubkan. Kota yang ditakdirkan tenggelam itu berhasil mengatasi permasalahannya. Tenggelammnya jakarta dapat dihindari dengan tata kelola bangunan yang baik, penghijauan besar-besar dan rehabilitasi sungai. Reklamasi pantai dihentikan. Penanaman bakau dilakukan. Kota itu kini memiliki lima hutan kota yang cukup luas untuk menyerap air. Banjir sudah hilang, polusi perlahan melenyap dengan kelola yang baik.
Semua itu didukung teknologi yang kian berkembang. Lima pembangkit listrik tenaga surya dibangun disetiap kota di DKI Jakarta. Pasokan listrik sangat besar. Mobil-mobil berevolusi jadi mobil listrik dan tenaga surya.
Soal pemukiman, semua teratasi. Pemukiman kumuh lenyap dari bumi Jakarta. Digantikan pemukiman sederhana yang rapi dan nyaman. Warga menjadi mudah diatur. Dan kota megapolitan itu sudah sekelas dengan Tokyo dan Washington DC.
Namun saat jakarta menjadi kota idaman. Kota yang nyaman dan mempesona dengan segala gemerlap kemewahan. Daerah-daerah lain di Indonesia mulai terbengkalai.
Pemerintah tidak peduli. Keadilan seakan dikebiri. Pancasila sudah tidak dianggap lagi. Hal ini menimbulkan keresahan pada diri ibu pertiwi. Pemberontakan terjadi, namun entah bagaimana mereka cepat dilenyapkan. Papua, Aceh, Kalimantan Utara dan Nusa tenggara Timur mulai memisahkan diri. Seluruh provinsi di Sulawesi bahkan bersiap melepaskan diri. Dan pemerintah malas-malasan untuk mencegah itu terjadi.
Indonesia sudah tidak seperti dulu lagi. Kini Indonesia menjelma menjadi negeri distopia. Dan tak ada yang mampu menghalaunya.
***
Bette menggerakan mobilnya menembus jalanan kota yang sedikit ramai lancar. Kondisi yang berbeda beberapa puluh tahun sebelumnya. Saat jalanan macet total dan motor pun sulit bergerak. Kini penggunaan kendaraan bermotor dibatasi.
"Aku masih ingat kondisi jalanan ini dulu, motor dan mobil sudah seperti semut yang bergerak serempak." Alexander melihat-lihat jalanan.
"Ya begitulah, tapi sebentar lagi kota ini akan rata dengan tanah," ujar Bette. Dia entah sedang bercanda atau berbicara sungguhan. "Tapi terlalu cepat untuk mengatakan itu."
"Hahaha kaubenar, bahkan kita baru hendak melakukan persiapan. Baiklah-baik," Alexander menepuk-nepuk pundak temannya.
"Apa kau yakin ini pilihan terbaik?" Tanya Bette.
"Ya begitulah menurutku. Jika kita tidak bisa menjatuhkan sesuatu yang amat kuat, maka kita harus jatuh bersamanya. Ini pilihan terbaik bagiku. Aku akan membuat momentum indah dalam puncak kejayaan negeri kita yang sudah bobrok ini," ujarnya.
"Lagi pula, Amerika dan Cina sudah mengirim sinyal perang nuklir. Hanya tinggal menunggu waktu mainnya saja," tambahnya.
Bette hanya mengangguk-angguk. Mengerti apa yang dibicarakan oleh rekannya. Meresapi setiap kata yang ada dan menciptakan opini kuat untuk mengukuhkan keyankinannya.
Beberapa saat kemudian mobil besar itu berbelok memasuki daerah pabrik dan produksi. Beberapa bangunan besar tempat produksi berlangsung menyambut mereka. Di dalam sana, dua ribu lima ratus orang tengah memproduksi berbagai kebutuhan manusia. Produk-produk makanan, teknologi dan sandang. Perusahan dengan lambang B besar itu adalah salah satu perusahaan terbesar di jakarta saat itu. Nama perusahaan itu adalah Bee Cooperation.
Mobil besar itu diparkirkan di pinggir gedung. Beberapa orang segera datang dan mengerumuninya.
Bette dan Alexander melompat turun. Mereka berdua membuka peti kemas itu. Dan dengan dibantu beberapa orang lainnya, mereka mengeluarkan peti-peti kayu berisi jas-jas itu.
"Penyeludupan yang keren bagiku," kata seseorang yang membantunya. Bette hanya tersenyum.
Mereka membuka peti satu persatu. Lalu mengeluarkan tumpukan jas itu dan mengambil barang-barang yang ada di dasarnya.
"Ini semua senjata terbaru dari Swiss, Jerman, Prancis, dan Rusia. Dari jepang ada beberapa serum pemusnah berisi bakteri mematikan. Segera amankan barang barang ini," ujar Alexander.
Peti-peti itu bukanlah peti berisi tumpukan jas biasa. Di dasarnya tergeletak beberapa pucuk senjata api terbaru. Serta serum berbahaya yang diimpor dari jepang tadi. Dengan lapisan kayu lagi mereka menyembunyikan benda-benda terlarang itu. Alexander mengambil ponselnya. Lalu menekan beberapa nomor dan menghubungi seseorang.
"Pak, kiriman sudah aman. Persiapan pertama selesai," ujarnya.
"Bagus, lanjutkan langkah berikutnya. Bidak pertama telah kita pasang," jawab lawan bicaranya.
"Siap laksanakan!" Alexander lalu menutup telepon.
Mereka memisahkan senjata dan jas itu. Jas itu bisa dijual kembali dan menghasilkan uang yang bisa digunakan kembali untuk membeli senjata atau keperluan lain.
Mereka lalu mengangkut peti-peti itu ke gudang. Mengamankannya dari mata elang pemerintah. Mempersiapkan apa yang harus dipersiapkan. Yaitu kejatuhan.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top