[T U J U H] | Hilang
Beberapa kali Inai kehabisan tenaga dan pingsan akibat memaksakan diri. Pergelangan tangannya melepuh. Satu jam kemudian ia kembali sadar dan menghantamkan borgol ke dinding dan lemari, atau menggesekkannya ke kusen jendela. Tetapi borgol tersebut tidak tergores sedikit pun. Padahal di atas tilam, kucing liar yang sering minta ikan di kamar Inai sedang sekarat.
"Bertahanlah, sedikit lagi." Inai menendang-nendang kaitan antar bogol. Sia-sia.
Saat senja tenggelam dan malam menjelang, hewan itu sudah kaku dan mendingin. Kucing itu mati bersama ikan-ikan dalam gelas kecil dan cecak yang jatuh dari dinding. Bersama nyawa mereka, semangat Inai padam dan ia terpekur di bawah lindung cahaya bulan.
Kenapa bulan sangat terang? Inai menatap siluet pohon beringin dari jendela kamar. Di atas pucuk beringin, bulan memamerkan keangkuhannya. Angin malam menelusup lewat kisi-kisi, tetapi Inai tidak merasa kedinginan, lapar, dan mengantuk. Makan siang dan makan malamnya berhamburan, sengaja dibanting karena Inai muak mendapat belas kasihan dari ayahnya. Piring serta mangkok berserakan, menambah kumuh kamar yang bergelimpangan mayat hewan-hewan kecil.
Inai memeluk lututnya dalam kesedihan. Lampu yang tak dinyalakan membuat kamar semakin remang dan hanya menyisakan bayang-bayang panjang yang tipis di lantai. Andai Inai tidak pernah dilahirkan, tentu derita-derita ini tidak akan ia rasakan. Kenapa ayah sangat membenci Inai dan menginginkan tahtanya?
Inai sebenarnya kesal melihat para pangeran yang selalu tertawa setelah berburu dan bahagia di pesta. Dengan ibu-ibu mereka, raja selalu berdongeng mengenai hikayat masa lalu dan leluhur pulau Reilas. Sementara Inai hanya tahu cerita-cerita tersebut dari buku bau lapuk berbau jamur. Sendirian, di perpustakaan yang hening dan suram.
Kadang, untuk kembali merasakan arti keluarga, Inai menyelinap dari kamarnya malam-malam ke ruang perawatan permaisuri. Kamar tersebut berbeda, dindingnya terbuat dari batu bata dan dilapisi pualam. Atapnya genting tanah liat terbaik dan dihiasi garis-garis emas yang membentuk ukiran rumit di keempat sudutnya.
Beberapa bulan sekali, Inai ke sana membawa illius redup di atas kepala dan melewati taman korsen yang lengang. Sesampainya di ruang perawatan, Inai mematikan illius dan mendorong pintu ganda dari kayu ulin sampai separuh terbuka. Di dalam, seorang wanita berbaring di atas kasur bulu angsa dan diselimuti puluhan lingkaran rumit sihir bercahaya.
Tubuh permaisuri kurus seperti ranting pohon. Kedua matanya cekung, seperti kolam yang tinggal separuh. Seluruh kulitnya mengusam, rambutnya memirau, dan bibirnya kering pecah-pecah. Napas wanita itu tinggal satu-satu dan bergerak lambat tiap menitnya. Seolah kepayahan, seolah hidup terasa amat menyakitkan.
Inai maju, masuk ke dalam lingkaran sihir berwarna kuning keemasan. Menabrak belasan lingkaran lain di udara yang mengorbit konstan dalam kecepatan tetap. Di samping ibunya, Inai merenung dan berusaha mengais kasihan dari wanita tersebut. Tetapi ia merasa asing dan tidak sedikit pun mendapat ikatan batin.
Berbanding terbalik dengan ayahnya, setiap usai berkunjung wajahnya menjadi sembab dan memerah. Kemudian raja mengurung diri, sehari penuh ia bersedih, tidak ada yang bisa menenangkannya. Semua selir diusir, anak-anak dilarang masuk ke kamar. Lalu beberapa hari kemudian raja kembali menjadi raja biasa yang mengerjakan tugas kerajaan.
Inai selalu bertanya dalam hati, apa tahta yang diinginkannya? Atau balas dendam? Atau justru melampiaskan amarah yang terpendam? Inai tidak yakin, dielusnya borgol anikis di tangan. Raja membencinya, raja ingin Inai mati dan tidak pernah ada.
Lantas, bertepatan dengan bulan yang tertutup awan, sebuah teriak kesakitan meledak ke luar kamar putri mahkota.
****
Akhirnya, setelah meliburkan diri dua hari, bisa update lagi. Ternyata, kemalasanku selalu bangkit di hari Sabtu. Minggu cuci baju. Senin kembali produktif (dikit).
Bonus Gambar
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top