2
I've lost so many people.
Some I left on purpose
and never looked back.
Some were taken from me,
and I never
said good-bye.
Ann Aguirre
•••
Neryssa melirik tumpukan surat di nakasnya. Dia telah tinggal di sayap pelayan sejak perang besar berakhir. Bukan karena dia tidak ditawari tempat yang lebih baik tapi karena dia lebih suka tidak terlihat untuk sementara waktu. Jika itu terserah dia, maka dia berharap dunia melupakan dirinya untuk selamanya. Itu tidak terjadi, kenyataannya surat terus datang dan pada satu titik dia tahu dia harus membacanya.
Dia menyelesaikan mengikat tali sepatu botnya sebelum mengambil tumpukan surat. Total tujuh surat, enam dari ayahnya dan satu yang terbaru dari Soren. Dia tidak mengharapkan pemimpin Skies Society akan mencoba menjangkaunya. Memangnya seberapa buruk keadaan di rumah?
Neryssa meletakkan enam surat dari ayahnya kembali di atas meja, tapi masih menatap perkamen yang disegel dengan simbol wyvern Skies Society. Dia mencungkil lilin di permukaan surat dengan detak jantung yang berpacu di tulang rusuk. Menarik napas perlahan untuk mencoba menenangkan detak panik di dadanya. Itu bisa berisi apa saja. Itu mungkin kabar baik. Neryssa mengintip tulisan tangan Soren, tidak terkejut dengan betapa singkat pesannya.
Raja jatuh sakit. Berpikir kamu mungkin ingin tahu.
Soren Oona
Melipat kembali surat dan meletakkannya bersama tumpukan di nakas, Neryssa menghela napas.
"Lalu apa?" Kata-katanya jatuh pada dinding kamarnya yang sunyi.
Dia ingin berteriak, ingin merobek dunia hancur bersamanya tapi dia tidak punya kemampuan untuk melakukan itu, bahkan jika dia bisa dia tidak mau. Dia kembali termenung di ranjangnya, jika dia membiarkan kesedihan menenggelamkan dirinya maka dia tidak akan punya apa-apa lagi untuk bangun. Bukan tujuan. Bukan harapan. Semua yang Neryssa tahu untuk perjuangkan telah dilucuti darinya sejak dia melompat ke punggung wyvern-nya dan pergi. Sekarang bahkan dia tidak punya Esta.
Akhirnya dia keluar dari kamar hanya karena tetap tinggal di sana akan mengubahnya menjadi cangkang tanpa jiwa. Dia telah berkeliling di sekitar Ryohan akhir-akhir ini. Mencoba menemukan sesuatu untuk dikerjakan, mencoba memberi dirinya tujuan lagi. Hal-hal kecil, hal-hal ringan, sedikit cahaya untuk dunia yang setengah hancur karena perang. Neryssa mencoba membantu keluarga yang selamat dari perang untuk membangun kembali. Tapi dia tidak pernah mencoba membangun miliknya sendiri.
"Hai, Nak! Datang! Dapatkan sarapanmu pagi ini," panggil pria yang tengah mengaduk panci sup di sebuah kedai yang pernah melihat waktu yang lebih baik saat Neryssa masuk ke aula utama.
Neryssa tersenyum kecil, mengambil mangkuk logam dan sendok kayu. Berdiri di barisan orang-orang yang mengantre untuk jatah harian mereka. Ini bukan pertama kalinya Cook mengenali dia. Rasanya menyenangkan untuk disambut bahkan jika sambutan itu datang dari orang asing.
"Jadi porsi ekstra?" tanya Cook saat menuang sendok kedua ke dalam mangkuk Neryssa.
"Kamu akan berada dalam masalah untuk ini," jawab Neryssa, tapi Cook hanya tertawa dan menggelengkan kepalanya.
"Itu layak jika kamu bertanya padaku," balas Cook, mendorong Neryssa untuk pergi sehingga antrean dapat berjalan.
Neryssa tersenyum, sesuatu tentang melihat kebaikan yang masih tersisa di ujung perang entah bagaimana meringankan hatinya. Seperti itu tidak sia-sia untuk menyelamatkan dunia. Ada harapan meskipun dia tidak bisa mengatakan harapan untuk apa.
Dia mengambil salah satu bangku, jauh dari orang-orang. Dia bukan bagian dalam kelompok, meskipun dia telah banyak membantu, dan Neryssa menyadari itu. Tidak ingin mendorong keberadaannya saat dia sendiri berharap bisa lenyap begitu saja.
Neryssa makan dalam diam, hanya mendongak saat menyadari keheningan yang tiba-tiba terjadi di sekitarnya. Itu seperti seseorang telah membalikkan sakelar. Mematikan semua suara dan membiarkan keheningan menggelembung seperti makhluk hidup. Memakan setiap ruang yang dibutuhkan untuk bernapas.
"Aku sudah mencarimu."
Mata hijau Neryssa bergerak ke arah suara, sedikit kerut menghiasi dahinya saat melihat siapa yang berdiri di seberang mejanya. Karena dia tidak berharap Kapten Penjaga Grishold akan menguntitnya.
"Benarkah? Ada apa?" Keraguan dan kekhawatiran memasuki suaranya.
"Memastikan."
Alis Neryssa terangkat dalam pertanyaan. "Apa tepatnya yang kamu coba pastikan, Kapten?"
Drake duduk di salah satu kursi yang masih kosong di mejanya. Meletakkan mangkuk buburnya sendiri yang hanya setengah terisi. "Kamu masih bernapas."
Itu memicu tawa kering dari tenggorokan Neryssa. Tawa yang terdengar terlalu keras dan salah tempat di tengah-tengah keheningan yang terjadi.
"Aku tidak menyadari diriku tengah sekarat," ucap Neryssa begitu berhasil menenangkan tawanya.
Drake meringis, menyadari betapa mengerikan sebenarnya dia terdengar. "Bukan begitu maksudku."
"Tenang, Kapten. Aku tahu."
Saat itu tatapan mereka berbenturan, dan Neryssa berpikir detik itu, apakah mereka memiliki jenis kehancuran yang sama? Mukinkah?
"Tentang apa yang terjadi pagi ini di tebing ...."
"Bagaimana dengan itu?"
Drake mengeluarkan tawa seperti batuk, mengaduk sup di mangkuknya untuk membuat tangannya sibuk. "Aku tidak tahu. Aku hanya merasa lebih baik setelah pembicaraan kita. Tidak ada yang benar-benar bicara denganku sejak ... kamu tahu sejak saat itu."
"Kamu ingin berteman? Itukah yang coba kamu tanyakan?" Neryssa menelengkan kepalanya, anehnya juga merasa lebih baik. Mungkin dia hanya perlu kembali memiliki seseorang yang diajak bicara. Mungkin adil untuk membiarkan dirinya mencoba lagi. Untuk apa? Neryssa masih belum tahu.
"Kenapa tidak, bukan? Kamu sepertinya tidak ke mana-mana." Mendongak dari mangkuknya, Drake tersenyum kecil.
"Baik aku rasa."
"Kamu sadar betapa canggungnya ini?" tanya Drake.
Neryssa akan tertawa saat itu hanya untuk membuktikan seberapa kacau sebenarnya pembicaran mereka. Hanya saja dia tidak melakukan itu, alih-alih dia balas tersenyum. "Mungkin kita lupa bagaimana rasanya memiliki seseorang yang melihat kita hanya manusia, sama. Kita hanya itu, berantakan dan mencoba bertahan hidup."
"Mereka punya alasan untuk membenciku," ucap Drake, dan dia percaya itu benar.
Sebagian dari jiwa Drake yakin dia pantas mendapatkan semua ini. Apakah itu adil? Mungkin tidak, tapi dia masih akan mengambilnya. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk mengubah masa lalu, tapi mungkin jika dia diberi kesempatan untuk melihat dan membawa masa depan yang lebih baik dia akan melakukannya. Hanya saja mungkin tidak ada yang ingin memberinya kesempatan lagi.
"Mereka mungkin punya alasan tapi apakah itu alasan yang benar?" Neryssa meletakkan sendok saat suap terakhir supnya telah ditiriskan. "Karena Kapten, terkadang orang hanya melihat sebagian dari kebenaran. Karena melihat keseluruhan dari kebenaran bisa jadi terlalu mengerikan."
"Apa yang terjadi?" Drake mencondongkon tubuhnya ke depan, untuk sekali ini dia senang bisa merasakan apa pun selain kehancuran di dalam dirinya. Senang dia masih mampu merasa ingin tahu dan terdorong.
"Apa maksudmu Kapten?"
Drake menggeleng. "Itu Drake."
"Baik, apa itu Drake?" ulang Neryssa.
"Apa yang terjadi padamu? Apa seluruh kebenaranmu Neryssa?"
00.02 update! Wkwk
Jangan lupa vote dan comment :)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top