1
Everyone makes choices in life.
Some bad,
some good.
It's called living,
and if you want to bow out,
then go right ahead.
But don't do it halfway.
Don't linger in whiner's limbo.
Maria V. Snyder
•••
Ranjang tempat Drake berbaring berderit saat dia menarik tubuhnya bangun. Datak jantungnya berlari terlalu cepat, dan napasnya terengah-engah saat perlahan dia kembali dari mimpi itu. Lagi. Yang menjengkelkan.
"Itu sudah selesai."
Bahkan saat dia mengatakannya, dia tidak menemukan ketenangan di dalamnya. Ada begitu banyak kematian, begitu banyak yang harus disesali, begitu banyak kehilangan yang mungkin memang diperlukan. Tetap saja Drake tidak bisa berhenti menyalahkan dirinya. Semua kerusakan itu mungkin bisa dihindari jika dia lebih kuat. Jika dia mampu mengakhiri apa yang perlu diakhiri. Dia punya kesempatan dan dia membuangnya. Sekarang semua orang membencinya, dan tidak ada cara untuk memperbaiki itu. Lagi pula satu-satunya gadis yang pernah memiliki hatinya sudah membuat pilihan.
Itu tidak berarti Drake berharap Rose memaafkannya. Karena dia juga tidak yakin dengan bagaimana perasaannya sendiri. Dia melihat kematian itu datang, tahu itu tidak akan dihindari, tapi masih dia berharap itu akan menjadi berbeda. Dalam mimpinya Drake melihat dia membunuhnya setelah Keir. Membunuhnya berdarah atau hancurkan otaknya dengan berkat Dewi, itu mungkin akan lebih baik dari pada kehidupan ini. Lebih baik dari pada belas kasih yang terpaksa dia berikan. Drake ingat kata-kata terakhirnya sebelum pencarian yang tanpa harapan.
Aku tidak akan berpikir dua kali untuk melakukan hal yang sama persis. Tidak kurang.
Namun apakah itu benar? Dan lagi, apakah itu penting? Rose sudah memilih, bahwa dia tidak akan mencoba. Karena persis seperti yang selalu dikatakannya, ada terlalu banyak di antara mereka. Terlalu banyak untuk bisa berpura-pura. Dia telah membawa kematian untuk keluarganya, temannya, mungkin itu bukan atas keinginannya, bukan juga dengan tangannya, tapi itu tidak masalah, hasil akhirnya sama. Mereka mati dan Rose kehilangan. Lalu ada kematian Keir.
Bagaimana bisa dia menginginkan sentuhan dari tangan gadis yang telah mengambil nyawa saudaranya? Ingin gadis itu memilihnya lebih dari pria yang telah mati, yang merupakan pangerannya sendiri? Pada titik itu Drake tahu dia telah kacau, dan dia tidak bisa memperbaikinya. Lagi pula semua orang membencinya sekarang.
Tidak. Bukan benci. Itu tidak sesederhana seperti kata benci.
Cara orang-orang melihatnya, itu seperti mereka tidak ingin ada kaitan sama sekali dengannya. Seolah mereka berharap dia akan menyerang tanpa alasan. Satu-satunya alasan mereka membiarkan Drake tinggal adalah pahlawan mereka. Karena Rose bersikeras Drake tetap menjadi kapten penjaga. Tidak peduli jika setiap orang berpikir dia akan membuat kekacauan hanya untuk membalas kematian kakaknya.
Drake mengerti kecurigaan mereka bukan tanpa alasan, tapi itu masih menyakitkan. Dia merasa ini bukan lagi rumahnya, bukan lagi orang-orangnya. Dia sangat menyadari keheningan yang tiba-tiba setiap kali dia memasuki ruangan. Bagaimana orang-orang bergerak gelisah di sekitarnya. Dia ingin berteriak ke wajah mereka, katakan bahwa dia bukan binatang liar yang tidak stabil, tapi lagi, apakah itu penting?
Apa pun yang mereka pikirkan tentang dirinya, Drake tahu kata-kata tidak akan mengubahnya, sama seperti dia tidak bisa membuat Rose berubah pikiran.
Akhirnya itu belum dini hari saat Drake menyelinap keluar dari kamarnya, saat istana masih begitu sunyi dengen keheningan yang tertahan. Pernah ada saat dia mencintai keheningan seperti itu, rasakan kebebasan saat dia menelusuri lorong demi lorong yang tertidur. Tapi sekarang dia hanya merasakan kekosongan. Itu satu-satunya hal yang tersisa untuknya, yang Drake pikir pantas untuk dia dapatkan. Kekosongan dan kesepian. Karena dia tidak punya siapa-siapa lagi. Tidak punya apa-apa yang tersisa. Saudaranya mati, pangerannya hancur, dan gadis yang dia hargai lebih dari hidupnya tidak akan pernah memilihnya.
Drake terlalu tenggelam ke dalam pikirannya, jadi saat dia menyelinap ke pos penerbangan, dia tidak sadar bahwa dia bukan satu-satunya orang yang mencari penangguhan hukuman di sana. Dia telah mencapai pembukaan, tempat gua terbuka ke tebing untuk wyvern melakukan lompatan pertama sebelum mengudara. Telah mengambil tempat untuk duduk dan merasakan angin mengaduk rambut cokelatnya yang sekarang terlalu panjang. Dia menatap ke hamparan langit kelam, berharap untuk melihat siluet gadis dan wyvern-nya di antara lautan hitam.
"Bukankah itu sangat luas di luar sana?"
Bahu Drake menegang pada suara feminin yang terlalu dekat di belakangnya. Namun saat gadis itu mengambil kebebasan untuk duduk di sampingnya, membiarkan kakinya tergantung di bibir tebing dengan tenang, dia tidak mengatakan apa-apa. Lagi pula Drake tidak pernah punya apa-apa untuk dikatakan lagi.
"Tidakkah kamu ingin tahu apa yang ada di luar sana, Kapten?" Dia menunjuk jauh ke udara bebas, kemungkinan apa yang bisa mereka temukan di luar sana.
"Grishold adalah rumahku." Kata-kata itu keluar dengan ketajaman lebih dari yang dia harapkan. "Akan selalu begitu."
Gadis itu memiringkan dagunya dan saat rambut hitam arangnya bergeser menutupi sebagian wajahnya, dia bisa melihat keliaran yang tertahan di dalam dirinya. Itu bukan rambut merah api yang menyala-nyala tapi Drake merasa ada sesuatu yang membuatnya sama liar dan ganas seperti itu. Hanya saja itu jauh lebih tenang, lebih terkubur dari permukaan.
"Aku tidak mengatakan pindah," ucap gadis itu, dan seolah-olah dia mengerti apa yang dipikirkan serta dirasakan Drake, dia melanjutkan, "tidak ada yang bisa menggantikan rumah, tidak peduli seberapa hancur tempat itu atau seberapa rusak orang-orangnya. Itu akan menjadi rumah tempat kamu pertama kali mengerti bagaimana hidup. Itu tidak berarti kamu harus tetap tinggal di sana."
"Apa yang kamu inginkan Neryssa?"
"Hampir tidak ada Kapten, karena aku tidak punya apa-apa yang tersisa." Itu membuat bahu Drake menegang sekali lagi. Karena dia tahu suara itu, tahu kekosongan di dalamnya. Karena dia telah memilikinya sendiri selama berbulan-bulan sekarang. Suara mati itu, suara hampa karena tidak ada lagi yang tersisa untuk terus bertarung. Jadi itu mungkin karena dia merasa kasihan, atau merasa bahwa untuk sekali, ada seseorang yang benar-banar tahu apa yang dia rasakan. Apa pun alasannya, Drake telah bangkit dan menawarkan tangannya pada gadis yang sekarang masih menatap ke hamparan sutra gelap malam.
"Ayo!" ucap Drake.
"Ke mana?"
"Untuk mengudara, untuk merasakan kebebasan sesaat."
Drake tidak mencari tahu apakah Neryssa mengikuti saat dia menarik tali pengikat Keagan dari tempatnya tergantung di dinding, menyenggol moncong wyvern yang sekarang mendengus karena waktu tidur yang terganggu. Namun Keagan tidak menolak saat dia mulai mengikat pelana, saat membawanya ke pembukaan tempat Neryssa sudah menunggu dengan lengan yang terlipat.
"Cantik," ucap Neryssa dan dia tidak akan pernah tahu bahwa itu juga kata-kata yang digunakan Rose saat melihat Keagan. Pada sisik merah apinya yang disepuh. Ohh, betapa Drake merindukan gadis itu, bahkan jika kebanyakan yang mereka bagikan adalah kemarahan tanpa dasar.
"Aku benar-banar menyesal untuk wyvern-mu," kata Drake tenang, dia telah melihat kesedihan yang merobek gadis itu saat wyvern-nya terjun ke laut lepas dan sejak saat itu, dia belum melihat Neryssa tersenyum. Bukan berarti Drake telah mengamati banyak orang, tapi sejak orang-orang menghindari keberadaannya, dia melihat ke tempat-tempat yang tidak terlihat juga. Ke tempat orang cenderung tinggal dengan luka bernanah yang mereka biarkan berkembang dan membusuk.
"Jangan," bisik Neryssa, dan itu adalah sebuah permohonan. Mohon untuk tidak membuatnya ingat. Mohon agar itu dilupakan. Karena saat dia mengatakannya, Drake bisa melihat keretakan di mata hijau dengan bintik-bintik emas yang tidak disadari Drake sebelum malam ini.
Satu anggukan sederhana. "Apakah kita terbang?" ucap Drake karena itu yang bisa dia tawarkan, hanya itu yang dia tersisa untuk tawarkan.
"Kenapa?"
"Karena kamu mungkin membutuhkan itu seperti aku?" Drake mengulurkan tangannya, menunggu untuk detak jantung dan napas. Dia belum mencoba menyembuhkan sejak Rose pergi, percaya bahwa dia pantas kesepian abadi di hidupnya. Hingga dia tidak melihat bahwa dia bukan satu-satunya yang rusak. Bahkan mungkin setiap orang telah rusak dengan cara mereka sendiri. Tapi jika dia bisa menawarkan sedikit upaya untuk membuat seseorang merasa lebih baik, dia akan melakukannya. Untuk penebusan, untuk membuat hal-hal lebih baik. Itu bukan Rose, tidak akan pernah Rose, tapi dia masih akan melakukannya. Karena dia berutang pada dunia untuk mencoba.
Ketika Neryssa mengambil tangannya, membiarkan dia membantunya naik ke pelana Keagan, itu adalah usaha monumental agar dia tidak jatuh ke dalam ingatan. Dia ingat pertama kali membawa seorang gadis terbang. Ingat telah mengikat kepang di rambutnya dan bersumpah ada banyak hal yang tidak terucapkan di antara mereka saat itu.
"Siapa namanya?" tanya Neryssa, membuat ingatan itu menjadi kabur dan terlupakan. Gadis itu pergi untuk pangerannya, dan tidak ada yang bisa mengubah itu, bahkan tidak kematian. Karena gadis itu masih akan memburunya setelah kematian, dia akan menuntut Dewa sendiri untuk membawa pangerannya kembali.
"Keagan," jawab Drake singkat, tidak ada penjelasan lebih banyak karena itu adalah nama yang Rose pilih, merah berapi-api seperti dirinya.
Neryssa mengangguk seolah dia juga setuju dengan nama itu, dan cara jarinya bergerak dengan begitu hormat saat menyentuh sisik merah emas Keagan adalah cara yang sama saat pertama kali Rose menyentuhnya. Drake benci itu, benci melihatnya di mana-mana dalam diri seseorang, atau bagaimana dia membandingkan satu orang dengan dirinya. Apa yang membuatnya berbeda. Dia telah merusaknya dan meninggalkan dia menjadi sekam, tapi itu bukan salahnya. Tidak, karena dia telah memperingatkannya, sudah selalu, behwa mereka bersama tidak akan pernah berhasil.
"Dan milikmu, siapa namanya?" ucap Drake, hanya untuk menyingkirkan ingatan tentang gadis dengan rambut merah api dari kepalanya.
"Dia tidak ada lagi."
"Aku masih ingin tahu."
"Esta, karena dia akan menjadi bintangku. Sumber cahayaku."
Drake tidak bertanya lebih banyak saat dia akhirnya menekan tumitnya, memberi isyarat pada Keagan untuk berlari dan melompat. Mereka jatuh ke jurang, cekung dan tajam secepat peluru, kemudian Neryssa berteriak. Rambut hitamnya mencambuk dengan liar, karena Drake tidak menawarkan untuk mengikatnya. Lalu sayap Keagan terbentang, menangkap angin yang menderu dan mengangkat mereka dari kejatuhan. Baru saat mereka terbang di udara dengan tenang, Drake sadar itu bukan teriakan dari Neryssa, tapi tawa, murni dan asli. Jadi Drake tersenyum untuk pertama kalinya setelah berbulan-bulan.
Chapter pertama! Apa yang kalian pikirkan? Menurut kalian petualangan macam apa yang akan dimiliki Kapten kita?
R berencana update setiap senin, doakan saja aku berhasil!
Semoga kalian menikmatinya! Ohh dan jangan lupa untuk memutar playlist saat membacanya ;)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top