And I'm Here [Tugas Lentera]
Suatu rasa yang tersembat di dalam dua samudra biru. Bukan cinta, melainkan apa yang ada dalam diri ini untuk persembahan kebanggaan. Aku mengerti mengapa cinta itu luluh dan bersenyam. Dimana rumah kecil untuk kita tinggal harus musnah di dalam hati ini.
Apa dirinya bisa mendengar luka sayatan yang perih? Ini bukanlah bagian dasar dalam bentuk cinta, tetapi ini hati yang bentuknya kecil, tapi sakit.
Hati yang luka tentang kau harus pergi dan hilang. Karena, sang pujaan telah hilang ditelan bumi. Bukan kebahagian yang ku inginkan. Tapi, saat itu aku tak tahu harus berbuat apa saat kau telah pergi.
Ia tak habis pikir, apa yang telah lelakinya itu perbuat sangatlah tak masuk akal. Orang pintar pun akan merasa bodoh mendengar celotehan yang tak masuk di otak itu.
"Kau bisa saja menyakiti dirimu. Tetapi kau harus memikirkan masa depan anak muridmu!" tungkas wanita anggun dengan memakai dress hitam-kuning.
Ara hanya mengangguk dengan pernyataan temannya, Yoora. Ia tak mau ambil pusing. Toh, dunia saja tak memikirkannya dan untuk apa mengkhawatirkan orang yang berada di bumi.
"Kau tak bisa begitu Ra! Kau terlalu egois memikirkan dirimu sendiri!" bentak Yoora tak dengan hentakan meja yang dipukulnya.
Bruk
"Kau menyalahkanku Yo?" Ara menunjuk dirinya dengan telunjuk yang terlihat lesu. Wajahnya kusam, mata sembab dan pipi merah sepadam udang rebus. "Tidak Yo, takdirku yang terlalu egois dengan mencatat kehidupan yang burukku menggunakan tinta hitam permanent."
Yoora menggeleng lemah, ia tak tahu harus berbicara apa atas kesalah pahaman yang dibenci oleh Ara. "Ra, kau tak mengerti. Mencobalah mencari tahu dan fokuskan urusan hidupmu."
Walaupun kata-kata itu seindah nirmala, percayalah Ara tetap tak akan terkesima dengan itu. Apakah benar ia akan mencelah perkataan rusuh dan bodoh.
"Hidup itu tak memikirkan kehidupan orang lain, dan pikirkan hidup kita sendiri," Ara menarik sudut bibirnya. "Atau kau yang akan terjebak dalam kehidupan orang itu."
"Ra...," gumam Yoora.
Entah mentari atau bulan, ia tetap mencari cara untuk menetap disudut bumi. Karena, sang lelaki tetaplah membutuhkan seorang perempuan.
Ara benar-benar tak percaya. Jika kehidupan rela melepas kesedihannya, maka sang fana ini bisa melupakannya. Ia kecil, tetapi terasa sakit, dan itu adalah hati yang rapuh. "Kau mengerti sekarang?" Ara menaikkan sebelah alisnya untuk melihat apakah benar temannya satu ini paham. "Aku akan pikirkan dulu ucapanmu yang tadi!"
"Yang mana, Ra?"
Ara menghela nafas kasar, ia capek untuk berbelit panjang lebar. Karena baginya singkat misi yang pertama. Proses sangatlah membosankan dan ditambah lagi jauh untuk mengejar. "Untuk mengajar lagi atau tidak."
"Really? Ara kau yang terbaik." wanita putih itu pun sontak memeluk Ara dengan keras. Yoora tak memikirkan lagi apakah sahabatnya itu akan kesakitan, tetapi yang ia sangat banggakan adalah temannya bisa berpikir panjang lagi.
"Iya dan lepaskan aku sekarang!" bentak Ara tak kalah.
"Kau boleh memarahiku, tapi kau harus tetap menjadi profesimu."
🐣🐣🐣
Dentuman lagu I Miss You (English Ver.) oleh Soyou (Sistar) terdengar keras diruangan nuansa perempuan, dengan cat berwarna putih dan perpaduan merah muda melekat disetiap dinding. Dengan sekat yang menjulang, bisa dikatakan lagu itu tak akan terdengar oleh tetangga sebelahnya.
The tears keep coming when I see you
I don't know why
Dan percayalah cintanya tergenang dilautan kegelapan. Ara tak tahu harus berbuat apa. Apakah ia akan kembali dimana masa dulu yang membuatnya terhunyung dalam kilauan laki-laki yang pergi tanpa arah atau tetap menggelap dititik sudut kamarnya.
Are you coming to me slowly?
The love I can't avoid
I love you love you love you
I call that a connection
And I miss you miss you
The man who is my destiny
Why are you looking at me with sad eyes?
Please don't cry
Didn't you recognize me right away?
What took you so long?
Tak butuh ribuan air mata dan kau akan tetap saja pergi.
I love you love you love you
I felt we have a connection
And I miss you miss you
The man who is my destiny
Even in another life
And even if you tried to hide yourself
I'll find you
Let's not say goodbye ever
Please don't leave me
Don't leave.
Tetesan demi tetesan keluar dari dua netra perempuan ini. Wajahnya tenggelam dalam dekapan kakinya. Ia tak mampu lagi melihat keadaan sekitar, bahkan ia pun tak mampu melihat dirinya sendiri.
Ia sungguh munafik, dan tak pantas dikasihani. Pecundang bodoh yang selalu dalam kegelapan. Ara lelah dengan ini semua, tapi apa daya dia yang terjebak di samudra hitam.
"Ra, kau tak bisa."
"Sungguh kau harus hidup lagi, Ra."
"Melelahkan ya, Ra."
Ara meringis memikirkan nasibnya. Jika surga pun tak mampu ia gapai apalagi segumpal takdir.
🐣🐣🐣
Dua bulan kemudian
Wanita muda dengan wajah yang berseri tengah merapikan baju potong, dengan atas berwarna putih dan rok dibawah lutut berwarna hitam.
Mengikat rambut dengan asal, wanita itu bergegas mencari cara agar sampai di tempat ia bekerja.
Argatha, pengajar di SD Permata harus cepat bergerak kesana. Ia akan cepat kesana dengan mengajar anak-anak muridnya.
Tujuh bulan yang lewat ia harus merangkak kearah dunia baru. Ara bekerja keras untuk mendapatkan panggilannya dulu yang sering disebut anak didiknya 'Ibu Ara'.
Tentu wanita itu masih muda, keanggunan dan kepolosan yang ia miliki pasti membuat laki-laki terpesona. Ara tak terlihat cantik, tetapi Ara enak dipandang.
Jika, dulu lelaki bodoh yang menyepelehkannya. Sekarang lain lagi, ia tak akan lagi terjebak dalam hati lelaki manapun.
"Ibu, aku sudah mengerjakan tugas," ucap anak lelaki dengan menggenggam tangan sebelah kanan Ara.
"Anak pintar," dengan terpaan sekilas senyuman Ara memuji anak didiknya. "Harus seperti ini ya."
Telah lama ia merindukan keramaian di tempat ini. Mungkin sekolah ini telah banyak mengganti guru pengganti dan hasilnya nihil.
Kemarin, Yoora menceritakan bahwa setiap guru yang siap mengajar di kelasmu tak sampai lima jam dan ia langsung pergi. Mereka tak tahan dengan sikap anak-anakmu yang selalu merengek agar kau yang mengajar mereka lagi, dan itu membuat guru-guru pengganti merasa jenuh.
Ia sungguh tertawa mengingat percakapannya dan Yoora. "Rindu itu bagaikan awan yang tak hujan-hujan," bisik Ara pelan.
🐣🐣🐣
Ara jengah, ia telah menunggu satu jam lebih di halte. Jika, mobil trans musi lewat dan itu bukanlah jurusan untuk kearah rumahnya.
Karena, telah sore maka halte di sini akan dipenuhi berbagai macam orang yang akan pulang. Dan sangat sialannya mobil yang ditunggu tak kunjung menampakkan sinarnya. Menjengkelkan bukan!
Bawaan Ara sekarang banyak, tas punggung berisikan laptop dan buku pelajaran. Belum lagi yang ditangannya masih ada lagi buku yang besar-besar.
"Jurusan Plaju silakan berada di depan!" itu ucapan sang instruktur. Dan itu adalah arah yang dia tuju.
Ara bergegas kearah depan halte, tak terlalu depan, tapi ia bisa masih melewati rombong yang ada disini.
Decitan rem mobil trans musi stop di depan halte. Karena pendatang harus turun dari mobil itu dulu. Untung saja Ara sabar, telah habis yang akan turun di halte, dan sekarang giliran rombongannya masuk ke dalam.
Bruk
Sebelum masuk ke mobil tadi Ara memasang earphone terlebih dahulu. Dan bunyian dentuman besar tadi adalah jatuhnya buku Ara yang berjudul 'Sastra Indonesia'.
"Hei, bukumu jatuh," teriak laki-laki di belakangnya.
Ara tak mendengar bukan. Ia tengah fokus berirama di dalam earphone.
Dimas, lelaki rupawan sedang berteriak kencang untuk mengembalikan buku yang ada digenggamanya, dan hasilnya nihil. Karena, wanita itu telah memasuki mobil panjang dan tinggi menjulang itu. "Ah, sial."
🐣🐣🐣
Dimas tak henti-henti membulak balikan buku yang ia temui tadi, dan ia mendapatkan sebuah kartu pelajar yang tipis, dan Dimas menyeritkan dahinya. Sebuah kartu pelajar SMA, dan wanita itu tak mungkin masih SMA dan jelas perempuan itu mungkin telah berumur 20 tahunan. Tetapi, difoto adalah wajahnya.
Dimas hanya berpikir positif, sepertinya ini saat ia masih menginjak menengah atas. "Oke, di sini ada alamatnya. Saatnya menjadi orang baik, Mas," tutur Dimas.
Ditempat yang lain, perempuan dengan rambut yang berantakan tengah berkacak pinggang. Buku sastranya hilang, ia telah mencari di mana-mana dan masih tak terlihat letaknya.
Ara mengacak-acak rambutnya, kesialan untuk hari ini. Tanpa buku itu, ia tak bisa menulis SILABUS. Wanita itu benar-benar sedang kesal. "Sialan!" umpatnya.
Ini telah hampir malam, dan ia harus mencari kemana buku itu. "Apakah di Yoora, ya," gumam Ara. "Handphone mana handphone." Ara mengambil benda persegi itu dan membuka layar kunci.
"Iya Ra?" tanya orang diseberang sana.
"Yo, kau membawa buku sastraku tidak? Di kantor tadi kau kemeja ku kan?"
"Tidak, Aku tadi melihatmu membawanya sampai kita berpisah di halte." ujar Yoora
"Benarkah?"
Yoora menghembuskan nafas. "Ra, apakah mungkin bukumu jatuh saat kau membawanya."
"Tak mungkin Yo, buk-"
Tok
Tok
Tok
"Yo, nanti ku telpon lagi. Ada tamu." tanpa menunggu jawaban dari Yoora, Ara langsung mematikan sambungannya. Urusan terakhir jika Yoora merajuk padanya.
"Sebentar," pekik Ara.
Ara mendorong kebelakang pintu itu. Ara menyipitkan matanya, sungguh ia tak mengenal laki-laki yang dihadapannya ini.
"Mencari siapa?"
Lelaki itu merogoh kantong celananya dan terlihat benda tipis dan itu kartunya saat SMA. "Itu punyaku."
Dimas menggaruk tengkuknya yang tak gatal, tetapi ia tengah gugup sekarang. Entah mengapa, tetapi perempuan ini sungguh mempesona. Kau gila Dimas, dan kau gila karena dia. "Ehh, i-ya tadi aku menemuinya di halte." Dimas berjanji sekarang akan mengejar wanita itu.
"Apa kau menemukan bukuku juga?"
Dimas tersenyum lebar sambil berkata, "Nona, apa kau tak menyuruhku masuk dulu?"
"Apa maksudmu? Aku tak mengenalmu," tungkas Ara dengan sengit. Ara tak habis pikir bahwa lelaki ini benar-benar nekat.
"Argatha Salsabila, nama yang bagus."
"Keluar dari sini sekarang atau aku akan teriak!" bentak perempuan berambut merah-hitam. "Angkat kakimu sekarang."
Jika maumu menerkam, jangan jadi harimau. Karena, dirinya sangatlah rumit dalam perjalanan.
"Tunggu dulu, ini bukumu." Dimas mengambil kertas plastik yang berisikan buku Ara.
"Baiklah, terima kasih."
Dimas mengedikkan bahunya, ia benar-benar sudah gila karena wanita tinggi dihadapannya ini. "Imbalan?"
Ohh, laki-laki gila ini butuh imbalan dan ia mau apa. Mungkin pria ini tak punya akal dan langsung bicara tak jelas. "Apa maumu cepat katakan!"
"ID line dan nomor HPmu."
Ara terbahak setengah mati. Ia benar-benar geli melihat permintaan pria sinting ini. Kalau kau berusaha meminta akan ada hasil, tetapi dengan cara itu kau akan hilang.
"Siapa namamu?" tanya Ara dengan menginjit melihat kedua bola mata milik Dimas.
Jantung Dimas berpacu cepat, ia merasa sedang dalam perlombaan lari maraton. Lebih dan cukup Dimas adalah lelaki yang memiliki rasa dan cinta. "Dimas Arkasa."
"Oke, Arka dengarkan aku baik-baik! Kau lelaki brengsek!" tegas wanita ini dengan hentakan mendorong Dimas keluar.
"Argatha, jika kau membutuhkanku IDku 'dimasarkasa' huruf kecil semua ya," teriak Dimas dibalik pintu. Ia tersenyum tak keruan arah.
Ara langsung mengambil telpon genggam, ia membuka aplikasi line dan mengembalikannya lagi. Oke, mungkin dia ingin menambahkan Arka, tapi masa bodoh. Nuraninya ingin menambahkan lelaki menjadi kontaknya yang diejeknya brengsek.
Ara pun mengetikkan beberapa huruf, ia bersusah payah merujuk egonya agar tak menuruti nuraninya. Tapi apalah daya dia sebuah hati yang ingin lebih mengenal pendekatan.
Ara menyesap tehnya perlahan. Ia baru membuat cairan kecoklatan itu dengan air yang baru diangkatnya dikompor.
Ketika, hati hanya mampu memberi dan luka hanya tersirat. Aku berbahagia kau datang disaat hatiku hampa, ruang kecil yang bisa membuka nama besar untuk keajaiban.
Relungan Ara terganggu saat telpon genggam bergetar.
Line
20.04
Arkasaa Adimas
Kau benar-benar terbaik, Ar
Argatha Sal
(Read) Masa bodoh!
Arkasaa Adimas
Line aku jika kau butuh teman bicara
Argatha Sal
(Read) Iya.
Arkasaa Adimas
Dimana kau bekerja?
Argatha Sal
Tak usah mencari tahu. Untuk (Read) apa memangnya?
Arkasaa Adimas
Agar aku bisa lebih dekat denganmu
Argatha Sal
(Read) Hah?
Arkasaa Adimas
Tidak Ar, jangan salah paham dulu. Hehehehe
Argatha Sal
(Read) Iya
Arkasaa Adimas
Kau terlalu cuek!
Argatha Sal
Jadi aku harus ramah dengan (Read) orang yang baru ku kenal
Arkasaa Adimas
Kita sudah kenalan kan.
Argatha Sal
(Read) Bodoh!
(Read) Tidur dulu.
(Read) selamat malam
Arkasaa Adimas
Mimpi indah, Ar :)
Ara tak percaya saja bahwa lelaki sinting ini sungguh asal bicara. Jika mentari dari pria itu menggemah kesudut awan. Ia akan terbang menjadi hujan.
🐣🐣🐣
Semenjak sang purnama datang kepada rembulan, bulan terasa kesepian. Hingga Yoora, sahabat dekat Ara harus mengalami keteragisan akibat sang kehidupan yang buruk.
Semenjak ia bertemu dengan Arka, hidupnya mencari cara beranjak untuk bangun. Hingga ia tahu lelaki itu telah ditakdirkan untuknya.
Dan sekarang ia lelah mencari cara bahwa lelaki itu tengah pergi pada sang lalu. Dengan mempertanggung jawabkan bahwa lelaki itu telah terbuai oleh hati dulu.
Ara lelah dan ingin pergi dari dunia fana, saat hidup tak lagi memihkanya. Kedua kalinya dan keseterusan lagi ia harus hancur.
Beruntung dia telah belajar, karena hidup tak harus mengikut sertakan kemauan hati.
Arka, lagi dan lagi harus menghancurkan sebuah hati kecil. Bak peri hancur Arka terus menerus menyalahkan kedua orangtuanya yang ingin ia kembali lagi pada masa lalu.
"Kau hadir tanpa kemauan dan kembali karena keinginan," teriak Ara kasar. "Aku yang bodoh menurutimu. Pergilah tak usah lagi menemuiku, bodoh!" Ara benar-benar muak sekarang. Ia benci pria itu hanya diam diterpan udara.
"Ra," desis Arka. "Maafkan aku." entah telah berapa ratusan Kali Arka berucap kata 'maaf', tetapi ia tak muak mengatakan kata itu.
Ara menghempaskan pintunya keras. Sangat keras sampai telinganya pun bisa pecah mendengar derapan langkah pergi.
"Aku akan menurutimu, tapi kuharap kau akan bahagia atas kemauan mu sendiri."
"Dan kutegaskan lagi enyahlah!" dua netra Ara telah habis mengutak air mata bodoh. Matanya sungguh tak bisa diajak kompromi, entah tentang ia merasa tersakiti atau memang sahabatnya telah hancur juga.
Dan dua sejoli itu benar-benar hancur.
Karena, hancur bisa membuat mereka tahu bahwa kesedihan tahu dunia ini berputar dengan takdir-takdir mereka.
Sampai kapan pun mereka tahu bahwa akan hadir dimana suka cinta mereka akan membalabuana.
🐣🐣🐣
Setahun kemudian
Ara dan Yoora berjalan lambat kearah mall disekitar Kota Surabaya. Sebelumnya mereka hanya ingin study tour bersama keluarga sekolah dimana dia mengajar. Tetapi, tanggung mereka telah datang Yoora dan Ara ingin tahu apa yang bagus disekitar mall ini.
Tetapi, Ara menyipitkan matanya saat melihat pria jangkung dengan tegap menunggu disekitar parkiran mobil. Ia telah lama tak bertemu dengan lelaki itu dan ia sungguh telah lupa bahwa lelaki itu juga sudah bahagia.
"Ra, itu kan?" tanya Yoora ragu. "Ra, dia telah..." Yoora tercengan. Dia butuh oksigen sekarang.
"Wah, tak disangka sang masa lalu telah kembali dan membawa berita." Ara tersenyum miris, bahwa mantan kekasih yang telah meninggalkannya membawa wanita yang tengah mengandung besar.
Nanda, mantan kekasih Ara melihat kearah dua wanita anggung yang melihatnya dan calon ibu. "Gatha," desisan dari Nanda mampu didengar wanita hamil itu.
Nanda tanpa sadar berhasil berjalan menuju dua sejoli ini. "Ara...."
"Hai, Nan."
"Ra, maafkan aku." jika sore ini ia bisa menghentikan waktu, pria ini akan langsung memutar balikan fakta bahwa ia telah menyesal menyakiti Ara.
Ara berdehem dengan pernyataan Nanda. Yang ia tahu sekarang bahwa Nanda telah bahagia dan untuk apa memohon lagi padanya.
"Kita bisa berteman Nan." Wanita dengan rambut yang diurainya tersenyum simpul kearah lelaki dengan gaya formal ini.
"Baiklah, dan ini perkenalkan Istriku, Tara Putri."
"Hai, Tar. Argatha namaku."
"Senang berkenalan denganmu, Ar."
🐣🐣🐣
"Ara lihat, itu Arka'kan?" celetuk Yoora tegas. Yoora mengenal lelaki brengsek yang menhampakan sahabatnya ini. Ia tak sehebat berteman seperti kebanyakan orang, tetapi Yoora benar tak menginginkan lagi bahwa temannya akan terbuang.
Ara mengangkat kepalanya yang tadi menunduk dengan alasan lelah. Hingga terasa dirinya seperti tertusuk ribuan jarum tajam. Lelaki itu muncul dengan mengadahkan harapan.
Dimas berjalan lambat dengan melihat layar telpon genggamnya. Dia sibuk dan ditambah lelah, bukankah paduan yang sempurna.
Lelaki itu pun tak sengaja menabrak seseorang dan itu perempuan. Dimas pun mengangkat setengah kepalanya dan dilihat adalah wanita dengan wajah memerah menatapnya tajam, Yoora.
"Ahh, maafkan aku, Nona," ucap Dimas pelan.
"Nona? Kau lupa denganku, Tuan!" mulut Yoora seakan ingin mengoceh sekarang juga. Jika, wanita yang disampingnya ini tak mencubitnya. Ia yakinkan sekarang bahwa Yoora akan mendecihkan pria ini.
"Sudahlah Yo. Ayo kita pergi," Ara berucap pelan, ia tak akan lagi berkeinginan untuk mendapatkannya lagi. Toh! Pasti pria ini telah beristri. Siapa yang tahu'kan? "Jangan membuang waktu kita."
"Tidak Yo, tunggu aku sebentar."
Ara tercengang, lelaki ini hanya menahan temannya dan dia jelas-jelas tadi berbicara. Menakjubkan bahwa pria berkulit coklat ini tak menganggapnya. Ia muak berhadapan lagi dengan Arka, dan sekarang ia menyonsong tubuhnya untuk meninggalkan dua orang manusia itu.
"Ara, tunggu aku!" Yoora berusaha mencekal tangan Ara dan hasilnya nihil.
"Tunggu, kau boleh mengejarnya, tetapi tolong kasih kan ini dengannya." Dimas menjulurkan tangannya memberikan sepucuk kertas surat.
Yoora pun mengambilnya dan langsung pergi mengejar Ara. Merepotkan sekali kisah cintamu, Ra.
"Ara, ini dari Arka."
Ara mengeritkan dahinya, ia bingung apa maksud dari surat ini. Tak tahan lagi, Ara membuka lipatan dari sepucuk surat.
Yang ia lihat isinya adalah; Temui aku besok sore di taman samping Perumahan Permai. Kumohon sekali ini saja. -Arka-
"Apa isinya, Ra?" Yoora pun merebut kertas panjang itu. "Oh, jadi dia mau bertemu, apa kau mau?"
"Entahlah, akan kupikirkan lagi." putus Ara.
🐣🐣🐣
Ara pun merapikan ikat rambutnya, dan benar sore ini ia akan menemui Arka.
Jika, Ara lagi di jalan. Arka telah lama sampai, ia gugup setengah mati bahwa akan bertemu dengan wanita yang ia lupakan dulu.
"Hei." pegang Ara dipundak lelaki itu.
"Ah, duduklah, Ar," suruh Dimas dengan ragu. Ia pun menepuk tempat di sampingnya.
Ara pun tahu maksud instruktur Arka, dan dia langsung meletakkan punggungnya disandaran kursi. "Ada apa?" tutur Ara dengan mengahadapkan dirinya.
"Maafkan aku yang dulu," Dimas meringis kesakitan mengingat masa silam dulu. "Aku sungguh-sungguh meminta maaf, Ra."
Ara menganggukkan dengan pernyataan Arka tadi, dan ia sungguh benci melihat orang yang merengek apa lagi laki-laki. "Iya, kau telah kumaafkan."
Setelah percakapan yang tak tentu arah. Mereka mengobrol seperti bisa, dan masih ada rasa canggung.
"Kau masih sendiri?" ralat Arka.
Ara pun terkejut dalam batin, ia bertanya-tanya dalam otaknya apa maksud dari itu?
"Tidak, maksudku jika kau sendiri...," Arka
"Mari kita berkencan." ungkap Arka dengan gugup,
Entah jin apa yang merasuki Ara, tetapi ia benar-benar ingin menjadi perinya Arka lagi. Ara pun mengangguk meniyakan cinta itu.
Karena, hatiku berkata iya dan ego pun menuntunnya. Jadi, ku mohon jangan kau pergi dari sisiku lagi. Karena, aku ingin kau disini, dihatiku.
.
.
.
.
-Selesai-
Huwaa.. Ih beneran gaje ya oneshoot ini. Otakku lagi gila bener karena tugas yang numpuk banyak banget.
So, nikmatin aja ya:v
Dan ini tugas dari grup yang Member dan Adminnya super bener, termasuk diriku:v hahaha LenteraLiterasi lovlov untuk grup kepunulisan satu ini💙
Jika, pengen baca versi Yoora silahkan baca diakun darkangleo makku yangcantik.
Jangan lupa voment♥
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top