19. Jalangkung
“Selamat datang ke dunia para lelaki patah hati.” Sambutan Bobby memang paling kurang ajar. Bukan lagi malah, sudah melabeli sambutan ter-brengsek. Teman patah hati bukannya dihibur malah dikata-katain.
Bagaimana lelaki pemilik gigi kelinci itu senang mengambil gambar dan videonya dengan kamera ponsel yang hampir Taeyong banting. Kepalang jengkel dengan sikap sok menyenangkannya itu. Alih-alih menghibur, Bobby juga memberi petuh sok bijak. Jatuhnya bukan sok bijak, sok tahu, iya.
Untung saat ini dia sedang menjelma “sadboi” (mengakuinya agak geli juga, well, kenyataan begitu) coba bukan, ada kemungkinan Bobby terkena dampratan Taeyong. Paling kaki melayang hingga mengenai badan atau tangan menghantam keras bagian kepala Bobby. Niatan menghibur, tapi hati sedang menolak dihibur dalam bentuk apa pun.
Bobby pernah patah hati, tapi tak separah Taeyong. Sebab itu dia senang menghakimi ... oh, bukan, melainkan meledek. Suatu keajaiban seorang Taeyong patah hati, mengingat dulu hobinya senang melihat teman patah hati. Pun lebih senang lagi membuat kaum hawa patah hati.
Jika Bobby senang meledek, maka Sowon kebalikannya. Dia senang dengan keputusan Taeyong memotong rambut. Akhirnya, penderitaan dia sebagai perawat rambut dua lelaki aneh berakhir. Jadi, selamat tinggal titipan belanja hair care.
“Jadi, teman gue ini lagi patah—eits,” gerakan Bobby terbilang cepat menghindar dari serangan samping tangan kanan Taeyong, “dia butuh looks baru gitulah. Biar makin banyak cewek-cewek—” Jeritan melolong berasal dari mulut Bobby. Dia habis kena sikutan maut Sowon. Sang gadis yang berdiri di samping. Bener-benar sebal dengan sikap sok Bobby.
“Pokoknya potong rambut dia pendek, Mbak,” kata Sowon mewakili, karena si pemilik rambut gondrong belakangan ini irit bicara. Lebih sering melamun dengan suasana mendung di sekitar (begitulah iklim orang patah hati), dan jangan lupakan playlist sadboi mengisi kedua indra pendengarnya, ketimbang bersikap konyol seperti biasa.
Nasehat Bobby bahwa potong rambut akan meringankan sedikit ke-patah-hatiannya. Berdasarkan pengalaman patah hatinya juga. Rambut dipotong karena masalah hati yang kerap membuat pening kepala.
So, selamat tinggal gondrong.
...
“Udah?”
“Udah,” jawabnya tersenyum senang. “Cantik!” Dengan tak sabar meletakan kaca ukuran 30x60 di depan gadis tersebut. Agar dia bisa melihat penampilan barunya, sejak lima belas menit diotak-atik olehnya.
Rambut panjangnya bertransformasi ke potongan medium short hair. Cukup potong sebahu, diberi sentuhan volume, dan tambahan poni samping sedikit. Membuat sosoknya tampak lebih dewasa ketimbang sebelumnya.
Warna rambutnya pun berubah dari hitam ke chesnut. Jisoo tidak terlalu suka warna mencolok, untuk itu memilih chesnut, sedikit agak gelap supaya orang-orang tidak menyadari perubahan warna rambutnya. Semua berkat sentuhan tangan Hwasa. Mengubah gadis itu menjadi baik ke makin baik lagi.
Jisoo tersenyum memandang sosok di kaca. Memuji penampilan barunya dan berterima kasih, karena Hwasa telah menyihir dirinya. Benar-benar baru ... agak asing, tapi dia suka.
“Mau ketemu dia kapan?”
“Hm?”
Seolhyun yang berguling di kasur turut memuji penampilan Jisoo. Lebih dari dua kali dia menyebut gadis itu cantik. Membuat pipinya merona malu.
“Cowok itu ... Jaewon bukan?” tanyanya sambil mengingat-ingat nama sang adam.
Bukan karena Jaewon pula dia mengubah penampilan. Mungkin teman-temannya berpikir demikian, tidak untuk Jisoo. Sekadar keinginan pribadi yang ingin mengubah diri.
“Sabtu.”
Seolhyun menghitung dengan kelima jarinya. “Tiga hari lagi.” Gadis yang masih memandang dirinya di depan kaca hanya mengangguk tanpa bersuara.
“Nggak usah gerogi. Lagian cuma ketemu Jaewon kok.”
Bukan ... bukan itu yang terhanyut di pikirannya. Memang sempat gerogi bertemu lelaki yang belum cukup lama dia kenal. Namun, rasa grogi yang dialaminya hanya sesaat. Jisoo baik-baik saja jika Jaewon mengajaknya bertemu. Toh, bertemu untuk menyampaikan enam dari tujuh permintaan maafnya.
“Toilet dulu,” pamitnya, bergegas bangkit dari kursi; berpindah ke kamar mandi yang terletak di bagian kanan kamar, dekat lemari pakaian.
Jisoo mengunci pintu; menyalakan kran wastafel, air berasal dari kran mengalir deras, mengisi suara tanpa sentuhan tangan. Sementara dia terduduk lesu di kloset duduk.
Tiba-tiba air mata mengalir di pipi, tanpa izin dahulu ke pemilik kalenjar apakah dia memberinya akses keluar atau tidak. Sialnya, mereka keluar dengan senang hati. Merusak senyum di wajah yang telah dijaga berhari-hari.
Apa salahnya menangis? Tidak ada. Segitu sedihkah dia sampai menangis? Entahlah. Jisoo prihatin pada diri sendiri, menangisi sesuatu yang salah. Harusnya dia senang terbebaskan, bukannya menangis.
Itukan yang diharapkan dirinya?
“Jis! Jadi ngampus nggak?” Peringatan dari luar seketika menyadarkan tentang dunianya yang baru. Jisoo pura-pura tak mendengar. Dengan susah payah menenangkan diri dan menipis air mata. Cepat-cepat menghapus jejak kesedihan dengan seraup air dingin, dan ia mencoba tersenyum meskipun sukar dilakukan.
Setelah bergelud diri di kamar mandi, keluar dengan wajah cerah dan bersikap “I’m fine”, begitu di kampus, Sowon langsung terhenyak melihat penampilan baru Jisoo.
“Lo potong?” tanyanya terheran-heran. Pikirannya langsung menyambung ke seseorang. “Kok bisa barengan, sih.”
Membuat gadis yang kini berambut pendek mengernyit heran.
“Potong demi Jaewon,” kata Seolhyun, salah besar.
“Oh,” balas Sowon menahan diri untuk tidak berkomentar. Sebenarnya dia tahu siapa Jaewon, tapi tak mau banyak berkomentar soal kedekatan mereka yang terlalu dini.
“Nayeon, Bona mana?” tanya Jisoo mengalihkan obrolan.
“Kelas,” jawab Sowon. “Bona gue gak tahu. Perpus paling.”
“Gue pamit, deh. Urusan dadakan UKM,” ujar Hwasa, mendadak pamit padahal kelas siangnya baru akan dimulai.
“Bolos lagi?” tanya Jisoo.
Hwasa cuma meringis. “Rapat dadakan!” Begitulah anak UKM. Sibuknya hampir menyamai anak orma saja, malah lebih sibuk daripada dosen, saking seringnya ada jadwal rapat acara.
Disamping itu, ada satu hal yang diketahui oleh mahasiswa-mahasiswi kampus. Berita putusnya Jisoo dan Taeyong telah menyebar luas. Entah bagaimana, orang-orang seolah telah menduga hal itu akan cepat terjadi. Malahan banyak yang menjadikan taruhan hubungan kandas mereka.
Dari mana Jisoo tahu hal itu? Tersangka pengajak taruhan merupakan teman sekelasnya. Jelas dia tahu taruhan sinting tersebut. Apa-apaan hubungannya dijadikan bahan taruhan.
Usai mengobrol, mereka memutuskan berpisah. Seolhyun harus segera masuk kelas untuk mengikuti kelas siangnya, Jisoo memilih membolos. Dia mengaku tak mood dengan mata kuliah siang ini. Bersama Sowon, mereka kini duduk di taman kampus tanpa melakukan apa pun. Hanya diam dengan pikiran masing-masing.
“Lo sedih?” Pertanyaan Sowon yang terbilang sok tahu ini cukup mengalihkan pikiran kosong Jisoo.
Ia menoleh dengan ekspresi tak begitu tertarik dengan obrolan yang diajukan oleh Sowon. “Tanya apa, Won?”
“Lo ... sedih?”
Sempat bingung, juga cemas, karena tatapan Sowon sekarang tengah menyelidiknya. Jisoo menyakinkan diri untuk tersenyum dan terlihat ceria. “Ngapain gue sedih? Ada-ada aja.”
“Oh ... kirain,” pikir Sowon masih tetap memandangnya dengan mata menyipit ... yakin. “Cowok itu spesies aneh. Dengan kelakuan yang kerap terlihat bajingan. Asal lo tahu, itu sebatas cover mereka saja.”
Jisoo tak menyahut apalagi membalas tatapannya. Ia berlagak tak mendengar omongan Sowon, pura-pura fokus dengan orang-orang yang berhilir mudik di halaman taman kampus.
Sowon tahu Jisoo mendengar dan sedang mengabaikan. Ia menggulum senyum tipis sambil memandangnya geli. “Suka itu seperti jalangkung, Jis. Datang tak di undang, pergi pun tak diantar,” ucapnya demikian diiringi kekehan.
Sementara Jisoo masih dengan ekspresi tak minat, biarpun isi kepala sedang memperdebatkan pernyataan Sowon.
Apa iya begitu?
Sebenarnya mas wan itu harus muncul di awal-awal banget, cuma berubah 😭 ampun mas wan sepertinya kamu gak begitu penting di sini ketimbang di Girlforent 😭
Btw kuy ramaikan lapak Jaehyun juga hehehe first time bikin AU 🙈
Bisa cek di mulmedku, ya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top