BAB XX
.
.
.
.
.
Parkiran yang penuh dengan mobil bukanlah sesuatu yang Win harapkan saat dia tiba di rumah Bright setelah pulang kerja. Lapangan golf sudah sangat sibuk tadi sehingga Win hanya bisa berhenti sekali untuk memberikan para tamu minum di lubang ke 16. Bright pun tidak mengiriminya sms lagi sepanjang hari. Perutnya melilit dengan gelisah tanpa sebab. Ada apa ini? Apakah perasaan manis yang Win rasakan setelah Bright mengambil milik Win memudar begitu cepat? Haha, sudahlah. Dia harus memarkir jauh hingga keluar tepi jalan karena semua telah penuh. Menutup pintu truk, dan mulai berjalan menuju pintu.
.
"Kau takkan ingin ada di dalam sana," suara akrab Frank terdengar di kegelapan. Win melihat sekeliling dan melihat cahaya oranye kecil jatuh ke tanah kemudian ditindih oleh sepatu boot sebelum Frank keluar dari tempat persembunyiannya.
.
"Apakah kau datang ke pesta ini hanya untuk berkeliaran di luar?" tanya Win, ini kedua kalinya semenjak dia tiba di pesta ini menemukan Frank hanya sendirian di luar.
.
"Aku tidak bisa berhenti merokok. Bright mengira aku sudah berhenti. Jadi aku bersembunyi di luar ketika ingin merokok," jelasnya.
.
"Merokok akan membunuhmu," ucap Win padanya, mengingat semua perokok yang Win lihat perlahan sekarat saat dia mengantar ibu ke perawatan kemoterapi.
.
"Itu yang mereka katakan padaku," Frank membalas sambil menghela napas.
.
Win melihat kembali ke rumah dan mendengar suara musik mulai mengalir keluar. "Aku tak tahu bahwa malam ini ada pesta," ucap Win lagi, berharap suara kekecewaannya tak terdengar.
.
Frank tertawa dan menyandarkan pinggulnya di sebuah Volvo. "Bukankan di sini selalu ada pesta?"
.
Tidak, tidak lagi. Setelah semalam Win berpikir Bright akan menelpon atau mengirim pesan teks kepadanya. "Kukira aku hanya tak menyangka akan hal ini."
.
"Kurasa Bright juga begitu. Ini pestanya Prim. Dia menjebaknya. Perempuan itu selalu bisa lolos dari segala aturan yang Bright terapkan. Aku selalu kena imbasnya lebih dari sekali karena aku tidak turut mengatasi jebakan wanita sialan itu."
.
Win melintas untuk ikut bersandar di Volvo disampingnya dan bersedekap. "Jadi kau tumbuh besar bersama Prim juga?" Win butuh sesuatu. Segala jenis penjelasan. Frank menyipitkan matanya ke arah Win. "Ya. Tentu saja. Davika adalah ibunya. Hanya dia orang tua yang kami punya. Well..." Frank menarik diri dari Volvo dan menggelengkan kepalanya. "Tidak. Kau hampir menguasaiku. Aku tak bisa mengatakan apa-apa, Win. Jujur ketika seseorang melakukannya aku tak ingin berada di sekitarnya."
.
Frank berjalan kembali menuju ke dalam rumah. Win masih melihatnya sampai dia masuk ke dalam sebelum Win sempat berjalan menuju ke dalam rumah. Win berharap tidak ada orang di kamarnya. Jika ada, kemungkinan besar dia akan ke dapur. Sungguh, dia sedang tidak ingin meladeni Prim. Atau segala rahasia tentang Prim yang orang lain tahu kecuali dirinya.
.
Win pun yakin dia juga sedang tidak ingin meladeni Bright. Jadi dia membuka pintu dan bersyukur tidak ada orang di sana yang berdiri melihatnya datang. Langsung menuju tangga, Tawa dan suara memenuhi rumah. Win tidak cocok dengan mereka. Tidak ada gunanya berada di sana dan bertindak seperti yang pernah dia lakukan.
.
Win melirik ke pintu yang menuju ke arah tangga kamar Bright dan membiarkan kenangan semalam menyapanya kembali. Win mulai berpikir bahwa itu hanyalah kejadian sekali saja. Dia membuka pintu kamar dan melangkah masuk sebelum sempat menyalakan lampu. Win menutup mulut menahan teriakan kaget yang hampir keluar saat menyadari dia tidak sendiri. Itu Bright. Dia duduk di ranjang Win memandang keluar jendela. Dia berdiri saat Win menutup pintu dan berjalan ke arahnya.
.
"Hai," tegurnya dengan suara lembut.
.
"Hai," balas Win, kurang yakin mengapa Bright ada di kamarnya sementara rumah penuh dengan orang. "Apa yang kau lakukan di sini?"
.
Bright tersenyum geli. "Menunggumu. Kupikir itu sudah jelas."
.
Tersenyum, Win menundukkan kepala. Mata Bright terkadang bisa menghanyutkan. "Aku bisa melihatnya. Tapi kau punya tamu."
.
"Bukan tamuku. Percayalah padaku, aku ingin rumah yang senyap," ucapnya menangkup sisi wajah Win. "Naiklah ke lantai atas denganku. Kumohon."
.
Bright tak perlu meminta. Win bersumpah Bright tidak perlu memintah hal itu sebab dia dengan senang hati akan melakukannya. Win menaruh tas di atas ranjang dan menyelipkan jemarinya di telapak tangan Bright. "Tunjukkan jalannya."
.
Bright menggenggam tangan Win, keduanya berjalan ke atas bersama. Lalu, ketika mereka tiba di tangga teratas Bright menarik Win dalam pelukan, menciumnya dengan keras. Mungkin Win tampak murahan tapi dia tak perduli. Win merindukan Bright hari ini.
.
Tanpa tekanan Win melingkarkan kedua tangannya di leher Bright sembari balas mencium sapuan tegas Bright dengan segala emosi yang berputar di dalam dirinya yang Win sendiri tak cukup paham.
.
Ketika Bright melepaskan ciuman, keduanya terengah-engah memburu napas yang seolah menipis tanpa sebab. "Bicara. Pertama kita akan bicara. Aku ingin melihatmu tertawa dan tersenyum. Aku ingin mengetahui apa siaran TV favoritmu saat kau kecil dan siapa yang membuatmu menangis di sekolah. Kemudian aku ingin kau telanjang lagi di ranjangku."
.
Win Tersenyum pada keanehan Bright, namun menggemaskan, caranya memberitahu bahwa Bright tidak hanya ingin bercinta dengannya, Win berjalan menuju ke sofa kulit besar yang terlihat besar dibanding TV.
.
"Haus?" tanya Bright, berjalan ke arah kulkas baja yang tak sempat Win perhatikan semalam. Sebuah bar kecil terpajang disamping kulkasnya.
.
"Air es sungguh menyenangkan," jawab Win riang. Bright sedang menata minuman dan Win memilih berbalik untuk melihat keluar menuju laut. "Rugrats adalah acara favoritku, Ken membuatku menangis setidaknya seminggu sekali tapi kemudian dia mulai membuat Tine menangis dan aku menjadi marah dan melukainya. Serangan favorit dan terbaikku adalah tendangan cepat kearah kemaluannya."
.
Bright berhenti di samping Win dan menyodorkan segelas air es. Win bisa melihat kebingungan di wajahnya. Dia duduk di samping dengan kerutan yang begitu jelas di dahinya. "Siapa Tine?"
.
Ah, Win menyebutkan nama saudaranya tanpa berpikir. Dia merasa nyaman dengan Bright. Dia ingin Bright tahu tentangnya. Mungkin jika Win membuka rahasianya Bright akan membagi miliknya. Walaupun toh Bright tak ingin membagi rahasia tentang Prim, itu tak mengapa.
.
"Tine adalah saudara kembarku. Dia meninggal dalam kecelakaan mobil 5 tahun yang silam. Ayahku yang mengemudi. Dua minggu kemudian, ayah keluar dari hidup kami dan tak pernah kembali. Ibu mengatakan bahwa kami harus memaafkannya karena dia tidak bisa hidup dengan kenyataan bahwa dia yang mengemudikan mobil yang menyebabkan Tine meninggal. Aku selalu ingin percaya padanya. Walaupun dia tidak datang saat pemakaman Ibu aku sungguh ingin percaya dia tidak bisa mengatasinya. Jadi aku memaafkan dia. Aku tidak membencinya atau membiarkan kegetiran dan kebencian menguasaiku. Tapi aku datang kesini dan ya...kau tahu. Aku rasa Ibuku salah."
.
Bright membungkuk dan menaruh gelasnya di atas meja kayu unik di samping sofa lantas merengkuh Win. "Aku tak tahu kalau kau punya saudara kembar," katanya takjub.
.
"Kami identik. Kau tak bisa membedakan kami. Kami sangat bergembira di sekolah dan juga cukup terkenal. Hanya Luke yang bisa membedakan kami."
.
Bright mulai bermain dengan jemari Win kala duduk di tepi jendela memandang lautan. "Berapa lama orangtuamu saling mengenal sebelum mereka menikah?" tanyanya. Bukan pertanyaan yang Win perkirakan.
.
"Itu adalah cinta pada pandangan pertama. Ibuku menengok temannya di Atlanta. Ayah baru saja putus dengan pacarnya dan dia datang pada satu malam kala Ibuku sedang sendiri di apartemen temannya. Temannya agak sedikit nakal menurut Ibuku. Ayah hanya melihat sekali dan dia terpikat. Aku tak bisa menyalahkannya. Ibuku sangat cantik. Warna rambutnya sama dengan milikku tapi dia punya mata sipit yang indah. matanya mirip berlian dan Ibuku sangat menyenangkan. Kau pasti bisa bahagia hanya berada di dekatnya. Tidak ada yang membuatnya sedih. Dia selalu tersenyum. Aku hanya melihat dia menangis sekali saat dia diberitahu tentang Tine. Dia jatuh ke lantai dan menangis hari itu. Itu sangat menakutkanku jika aku tak merasakan hal yang sama. Seperti separuh jiwaku pergi."
.
Win berhenti. Matanya berkaca-kaca. dia biarkan dirinya terbawa suasana saat bercerita. Win tak pernah terbuka selama ini kepada orang lain.
.
Bright menempelkan dahinya di ubun-ubun Win. "Aku minta maaf, Win. Aku tak tahu."
.
Dan untuk pertama kalinya sejak Tine meninggal Win merasa butuh seseorang untuk berbicara. Dia tak perlu menahan diri. Dia hanya perlu berbalik ke pelukan Bright dan menciumnya. Win hanya butuh kedekatan ini. Meskipun dia teringat luka itu, sekarang dia harus melupakannya.
.
"Aku mencintai mereka. Aku selalu mencintai mereka tapi aku baik-baik saja sekarang. Mereka telah bersama. Mereka saling memiliki," ucap Win pada Bright ketika merasakan keengganan Bright untuk balas menciumnya.
.
"Siapa yang kau miliki?" tanyanya dengan geram.
.
"Aku punya diriku sendiri. Aku tahu selama 3 tahun yang lalu ketika ibuku sakit aku berkeyakinan bahwa selama aku berpegang teguh pada diriku dan tidak melupakan siapa diriku maka aku akan baik-baik saja,"
.
Bright memejamkan matanya dan menarik napas dalam-dalam. Ketika dia membuka matanya wajah putus asanya mengejutkan Win.
.
"Aku butuh dirimu. Sekarang. Izinkan aku bercinta denganmu di sini, kumohon." Win lantas melepas kaus dan kemudian melepas miliknya. Bright mengangkat tangannya kala Win menarik kaus melewati atas kepalanya. Bright pun bergerak cepat melepas celana yang membungkus kaki jenjangnya hingga tak ada sekat apapun sesuatu disana.
.
Bright menyapu jemari kokohnya pada dada Win, jempolnya membelai puncak puting yang tengah mencuat ingin di puaskan. "Kau sungguh sangat menawan, Metawin.." bisiknya.
.
"Meskipun aku tak layak untukmu, aku ingin terkubur di dalam dirimu. Aku tak bisa menunggu. Aku hanya butuh sedekat mungkin denganmu semampuku." Win beringsut darinya dan berdiri. melepas celana dan mendorongnya turun bersama celana dalam kemudian melangkah keluar darinya. Bright duduk di sana melihat Win seakan dia adalah hal paling memukau yang pernah dilihatnya. Itu menguatkan. Perasaan malu yang Win kira akan muncul saat berdiri telanjang di depan Bright hilang sama sekali.
.
"Bright." Win melihat ke arah ereksinya yang menjulang. Win pikir Bright akan tertawa geli akan hal itu tapi ternyata tidak. Dia berdiri, dengan cepat melangkah keluar dari zona nyamannya dan kemudian menghempaskan dirinya bersama Win kembali di sofa.
.
"Naiki aku," perintahnya. Win menuruti kata-katanya. "Sekarang," dia menelan ludah, "turun perlahan ke arahku." Win menunduk dan melihat Bright sedang memegang pangkal kejantanannya. Win berpegang di bahunya dan perlahan menurunkan dirinya saat Bright menangani semuanya.
.
"Perlahan, Metawin. Pelan-pelan. Kau akan nyeri."
.
Win mengangguk dan menggigit bibir bawahnya dalam-dalam saat ujungnya mulai memasuki lubang senggamanya dengan begitu jantan. Bright memindahkan kejantanannya maju mundur di pangkal paha, menggoda Win hingga yang bisa dia lakukan hanya meremas bahu Bright dan terkesiap.
.
Rasanya nikmat. Sangat nikmat.
.
"Ya, begitu. Kau mulai basah. Oh Tuhan, aku ingin merasakannya," geram Bright.
.
Melihat nafsu liar di matanya seakan menyalakan tombol di dalam diri Win secara otomatis. Win ingin Bright mengingatnya. Mengingat ini. Win tahu waktu mereka terbatas dan tahu jika pada akhirnya Win takkan bisa melupakannya. Tapi, dia ingin tahu ketika ini berakhir Bright takkan melupakannya. Win tak ingin menjadi salah satu jalang yang telah diperawaninya.
.
Membungkuk kedepan, Win menunggu hingga Bright menggosok kejantanannya di jalan masuk satu-satunya. Kemudian Win dengan sukarela membenamkan diri dengan keras sambil menjerit keras ketika miliknya memenuhi tubuh Win dengan begitu hangat.
.
"Brengsek," teriak Bright. Win tak mau menunggu Bright untuk khawatir padanya. Win akan menaikinya. Dia mengerti istilahnya sekarang. Win yang memegang kendali. Bright mulai membuka mulutnya dan ingin mengatakan sesuatu namun Win lebih dulu menghentikannya dengan mendesakkan lidah di mulutnya ketika mengangkat pinggul dan meluncur ke arahnya lagi dengan keras. Erangan dan liukan tubuh Bright dibawah meyakinkan Win jika dia telah melakukan sesuatu dengan benar.
.
Win mundur sehingga bisa menjerit keras saat mulai kembali memacunya lebih cepat dan keras. Rasa nyeri dalam dirinya berteriak saat milik Bright masuk memenuhi semua ruang di dalam dirinya, namun itu adalah rasa sakit yang nikmat.
.
"Metawin.. Oh sial Win," geramnya kala Bright menarik pinggul dan membiarkan dirinya bebas dan menikmati pelepasannya yang akan datang tanpa ada penghalang. Tangannya mulai mengambil alih. Bright mengangkat dan menghentak Win kebawah dengan dorongan cepat dan tajam. Setiap umpatan dan erangan keras yang keluar dari bibirnya membuat Bright makin ganas. Win membutuhkan hal ini bersamanya.
.
Orgasme hampir sampai dan Win tahu dengan beberapa tusukan lagi dia akan hancur berantakan di atas Bright. dia juga menginginkan mereka orgasme bersama. Jadi, tanpa komando Win mulai memacu di atas Bright dan membiarkan jeritan keras yang coba dia kendalikan menguar bebas. "Aku hampir sampai," Win mengerang kala sensasinya terbangun.
.
"Terus baby, sungguh nikmat," geramnya dan kemudian mereka berdua sampai di puncak bersama. Tubuh Bright terguncang dibawah Win dan kemudian diam. Nama Win keluar dari bibirnya disaat yang sama Win mencapai klimaks.
.
Ketika getarannya perlahan mereda dan Win bisa bernapas lagi Win melingkarkan tangan di lehernya dan jatuh ke atasnya. Kedua tangan Bright memeluknya erat di kala dia bernapas pelan. Win menyukai percintaan lembut yang mereka alami semalam tapi ada sesuatu yang bisa dikatakan tentang bercinta. Win tersenyum akan pikirannya dan berbalik untuk mencium leher Bright.
.
"Tak pernah. Tak pernah dalam hidupku, " Bright terengah-engah mengelus punggung Win dan menangkup pantatnya dengan remasan lembut. "Itu tadi. Ya Tuhan, Win, aku tak bisa berkata-kata."
.
Tersenyum ke lehernya Win tahu dia telah membuat kesan pada pria yang sempurna, terluka, misterius dan bingung ini.
.
"Aku yakin kata yang kau cari itu adalah luar biasa," Bright tertawa saat Win bersandar sehingga bisa menatapnya. Kelembutan di matanya membuat hati Win agak mencair. "Percintaan paling luar biasa yang pernah dikenal manusia," balasnya dan mengulurkan tangan untuk menyelipkan anak rambut yang mengganggu pandangan ke belakang telinga. "Aku hancur. Kau tahu itu, kan? Kau menghancurkanku."
.
Win menggoyangkan pinggulnya sedikit dan masih bisa merasakannya tegak kembali di dalam. "Hmmm tidak, kupikir milikmu masih berfungsi."
.
"Ya Tuhan, Win...kau akan membuatku keras dan siap lagi. Aku harus membersihkanmu."
.
Win menelusuri bibir bawah Bright dengan ujung jarinya. "Aku takkan berdarah lagi. Aku telah melakukannya sebelumnya."
.
Bright menarik jari Win ke mulut dan menghisapnya dengan lembut sebelum melepaskan. "Aku tidak memakai kondom. Aku juga bersih. Aku selalu memakai kondom dan memeriksakan diri secara teratur."
.
Win sedikit tak yakin bagaimana mengolah informasi ini. Dia tidak berpikir soal kondom. tapi...
.
"Aku minta maaf. Saat kau telanjang aku kehilangan akal sehatku. Aku berjanji padamu kalau aku bersih."
.
Win menggelengkan kepala sembari tersenyum lembut. "Tidak, tidak apa-apa. Aku percaya padamu. Aku juga tak memikirkannya tadi."
.
Bright menarik Win kembali ke arahnya. "Bagus, karena tadi itu sungguh luar biasa. Aku tak pernah merasakannya tanpa memakai kondom. Mengetahui bahwa aku di dalam dirimu dan merasakan ketelanjanganmu membuatku sangat bahagia. Kau sungguh mengagumkan. Segalanya panas dan basah dan sangat ketat."
.
Win kembali meremang. Kalimat kotor Bright yang terngiang di telinganya membangunkan gairah Win, lagi. "Mmm," jawab Win singkat saat merasakan Bright telah kembali siap dan keras di dalam lubang senggama Win.
.
"Apakah kau memakai kontrasepsi?" Win tentu tak punya alasan untuk itu dan menggelengkan kepala. Bright mengerang sembari menggeser pinggul Win sampai miliknya keluar. "Kita tak bisa melakukannya lagi sampai kau memakainya. Tapi kau sudah membuatku keras kembali." Bright meraih kejantanan Win dan membelai lembut ujungnya. "Sangat seksi," gumamnya. Win menengadahkan kepala dan menikmati sentuhan lembutnya.
.
"Win, ayo mandi bersamaku," pintanya dengan suara serak.
.
"Dengan senang hati," ujar Win, menatap ke arahnya. Bright membantunya berdiri dan kemudian menuntun ke kamar mandinya yang besar. "Aku menginginkanmu di pancuran. Apa yang kita lakukan di luar sana adalah hal yang sangat mengagumkan yang pernah kurasakan sepanjang hidupku. Tapi di sini aku akan melakukannya dengan perlahan. Aku akan merawatmu."
.
.
.
.
.
[w/n : sengaja di up malem, karena you know what.. hm, tinggal tujuh bab dan yah... semoga suka, Salam Sayang! Badut]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top