BAB XI
.
.
.
Win menghabiskan sandwich selai kacang terakhirnya dan membersihkan remah–remah dari pangkuan. Sepertinya dia harus segera pergi ke toko makanan dan membeli makanan baru. Sandwich selai kacang ini sudah hampir kadaluarsa. Win libur hari ini dan bingung mau mengerjakan apa. Jika dia berbaring di tempat tidur sudah pasti dia hanya akan memikirkan Bright dan betapa bodohnya dia malam itu. Apa yang dilakukan Bright untuk meyakinkan Win kalau ia hanya ingin berteman? Bright mengucapkan itu padanya lebih dari sekali.
.
Namun, Win harus berhenti berupaya agar Bright melihatnya lebih dari sekedar teman. Ya, Dia melakukan itu tadi malam. Atau seharusnya itu tidak dia lakukan. Bright tidak ingin menciumnya. Win bahkan tidak percaya jika dia harus memohon pada Bright untu sebuah ciuman.
.
Win perlahan membuka pintu pantry dan melangkah ke dalam dapur. Wangi dari bacon menyeruak di hidungnya dan jika saja bukan Bright yang sedang berdiri di depan kompor hanya dengan celana piyamanya saja, Win pasti sudah menikmati aroma kelezatan ini. Pemandangan indah dari punggung telanjang Bright sudah mengusir aroma bacon. Lalu, tanpa aba-aba Bright menoleh dari bahunya sambil tersenyum "Selamat pagi. Hari ini pasti hari liburmu."
.
Win hanya mengangguk singkat dan berdiri disana memikirkan apa yang seorang teman seharusnya katakan. Dia berjanji tidak mau mematahkan aturannya lagi. Win akan mengikuti aturannya. Lagi pula Win akan segera pergi dari sini.
.
"Baunya harum," balas Win kemudian.
.
"Keluarkan dua piring. Aku membuat bacon yang paling enak."
.
Sekarang Win berharap dia tidak memakan sandwich selai kacang tadi. "Aku sudah makan, tapi terimakasih sebelumnya."
.
Bright menurunkan garpunya dan berpaling menghadap Win. "Bagaimana bisa kau sudah makan? Kau baru saja bangun."
.
"Aku menyimpan selai kacang dan roti di kamarku. Aku baru saja makan itu sebelum aku kesini."
.
Dahi Bright berkerut mencerna kata-katanya. "Kenapa kau menyimpan selai kacang dan roti di kamarmu?"
.
Karena Win tidak ingin teman-temannya yang banyak itu menghabiskan makanannya. Tapi, tentu saja, tidak mungkin Win mengatakan itu. "Ini bukan dapurku. Aku menyimpan semua barang -barangku di kamarku."
.
Tubuh Bright menegang dan Win berpikir apa yang salah dengan kata-katanya hingga membuat Bright terlihat kesal. "Apa kau memberitahuku bahwa kau hanya makan roti dan selai kacang saat kau berada disini? Begitu? Kau membelinya dan menyimpannya di kamarmu dan hanya itu yang kau makan?"
.
Win mengangguk, tidak yakin kenapa hal ini dipermasalahkan. Bright memukul tangannya ke atas meja dapur dan membalikkan wajahnya ke arah bacon sambil memaki pelan. "Kemasi semua barang-barangmu dan pindah keatas. Ambil kamar mana saja di hall sebelah kiri. Buang selai kacang sialan itu dan makan apapun yang kau ingin makan di dapur ini."
.
Win tidak bergerak. Dia tidak yakin dari mana datangnya reaksi ini.
.
"Win, jika kau ingin tinggal di sini, cepat pindahkan barang-barangmu. Lalu turun ke bawah
sini dan makan sesuatu dari lemari es ku sambil aku lihat."
.
Bright marah. Pada Win?
.
"Kenapa kau ingin aku pindah ke atas?" tanya Win penasaran.
.
Bright menjatuhkan potongan terakhir baconnya ke atas kertas tissue dan mematikan kompor gas sebelum menoleh. "Karena aku ingin kau pindah. Aku benci tidur di atas tempat tidurku di malam hari dan memikirkan mu yang tidur di bawah tangga. Sekarang aku punya bayangan kalau kau memakan sandwich selai kacang sialan itu sendirian di sana dan aku tidak tahan lagi."
.
Okay. Jadi, Bright memang peduli pada Win, dalam kapasitas tertentu. Win tidak membantahnya. Dia kembali ke kamar di bawah tangga dan menarik koper dari bawah tempat tidur. Selai kacang ada di dalamnya. Win membuka tas dan mengeluarkan botol selai yang hampir kosong beserta tas roti berisi empat helai roti yang tersisa. Hm, Win rasa dia akan meninggalkan ini di dapur dan kemudian mencari kamar. Namun, Tiba-tiba saja jantungnya berdegup kencang. Kamar ini telah menjadi tempat aman baginya. Pindah ke atas membuat Win harus keluar dari tempat persembunyian. Dia tidak akan sendiri lagi di atas sana.
.
Sembari melangkah keluar dari pantry Win meletakkan selai kacang dan roti di atas meja dapur. Dia menuju ke hall tanpa melakukan kontak mata dengan Bright. Bright sendiri sedang berdiri di bar sambil memegang ujung meja dengan kencang seakan-akan dia sedang berusaha untuk tidak memukul apapun.
.
"Aku tidak harus pindah ke atas. Aku menyukai kamar itu," Win menjelaskan dan melihatnya semakin mengencangkan pegangannya di meja bar.
.
"Kau berhak tinggal di salah satu kamar di atas. Kau tidak berhak tinggal di bawah tangga. Tidak pernah."
.
Bright ingin Win pindah ke atas namun tetap saja dia hanya tidak mengerti perubahan hati Bright yang tiba-tiba. "Setidaknya bisakah kau memberitahuku kamar mana yang harus kuambil? Aku merasa tidak berhak untuk memilih salah satunya. Ini bukan rumahku."
.
Bright akhirnya melepaskan pegangan mautnya di meja dan berpaling menatap Win. "Kamar-kamar di sebelah kiri semuanya kamar tamu. Ada 3. Aku rasa kau akan menyukai pemandangan dari kamar yang terakhir. Kamar itu langsung menghadap ke arah laut. Kamar yang di tengah bernuansa putih dengan aksen pink pucat. Kamar itu mengingatkan aku akan dirimu. Jadi, terserah padamu. Yang mana yang akan kau pilih. Pilih dan turun kembali ke sini dan makan." Bright kembali ingin Win makan.
.
"Tapi aku tidak lapar. Aku baru saja makan..."
.
"Jika kau berkata kau makan selai kacang sialan itu lagi aku akan melemparkannya ke tembok." Bright berhenti dan mengambil napas panjang. "Tolong, Win. Makanlah sesuatu untuk ku." Seperti setiap manusia di planet ini yang dapat menolak permintaan Bright. Win mengangguk dan menuju ke atas. Dia akan memilih kamar.
.
Kamar pertama tidak terlalu menyenangkan. Kamar itu berwarna gelap dengan pemandangan langsung ke halaman depan. Belum lagi itu adalah kamar terdekat dari tangga dan pasti suara bising dari pesta masih akan terdengar. Melangkah lagi ke kamar berikutnya dan terlihat ranjang ukuran king ditutup sprei renda putih dan bantal-bantal cantik berwarna pink. Lampu gantung berwarna pink tergantung indah dari plafon. Benar-benar cantik. Tidak seperti yang Win harapkan akan dia temui di rumah Bright. Tapi, ibunya tinggal sini untuk waktu yang lama.
.
Win membuka pintu terakhir di hall sebelah kiri. Ada sebuah jendela yang sangat besar memanjang dari lantai sampai ke plafon, dan memperlihatkan pemandangan yang sangat indah dari lautan. Benar-benar menakjubkan. Warna biru pucat dan hijau yang mendominasi kamar dipercantik dengan ranjang ukuran king yang terbuat dari kayu apung. Setidaknya headboard dan footboardnya terlihat seperti itu. Win menyukainya. Tidak. Lupakan itu. Dia jatuh cinta pada kamar ini. Meletakkan tas dan berjalan ke arah pintu yang sepertinya kamar mandi pribadi. Kamar mandinya sangat besar dengan handuk putih dan sabun-sabun mandi yang mahal yang menghiasi meja marmer putih. Ada sedikit warna biru dan hijau tetapi warna utamanya adalah putih. Bak mandinya berbentuk bulat dengan spray jet di dalamnya.
.
Walaupun Win tidak pernah melihat sebelumnya tapi dia tahu kalau ini adalah Jacuzzi. Mungkin Win salah masuk kamar. Tidak mungkin ini adalah kamar tamu. Win pasti menginginkan kamar ini apabila dia tinggal di rumah ini. Akan tetapi, ini adalah kamar terakhir di sebelah kiri hall. Ini pasti kamar yang dimaksud oleh Bright. Win melangkah keluar dari kamar mandi. dia akan menemui Bright dan mengatakan kalau dia memilih kamar ini dan apabila bukan ini maksudnya, Bright pasti akan memberitahunya. Meletakkan tas di dinding di belakang pintu dan kembali turun ke bawah.
.
Bright sedang duduk dimeja pantry dengan sepiring bacon dan telur orak arik saat Win masuk ke dalam dapur. Matanya langsung menatap Win. "Apa kau sudah memilih kamar?" dia bertanya.
.
Win mengangguk dan berjalan memutar untuk berdiri di ujung sebelah meja. "Iya. Aku pikir begitu. Kamar yang kau bilang mempunyai pemandangan indah itu...berwarna hijau dan biru?"
.
Bright tersenyum. "Iya. Benar sekali."
.
"Dan kau setuju kalau aku tinggal di kamar itu? Kamar itu indah sekali. Aku pasti menginginkan kamar itu kalau ini adalah rumahku."
.
Senyum Bright melebar. "Kau belum melihat kamarku."
.
Kamarnya pasti lebih bagus lagi. "Apakah kamarmu ada di lantai yang sama?"
.
Bright mengambil sepotong bacon. "Tidak, kamarku ada di lantai paling atas."
.
"Maksudmu kamar dengan semua jendela-jendela itu? Satu satu nya kamar paling besar?" Lantai paling atas seperti terbuat dari kaca kalau dilihat dari luar. Aku selalu berpikir kalau itu hanya sebuah ilusi atau itu adalah beberapa kamar. Bright menganguk, "Yep."
.
Win ingin sekali melihat kamarnya. Tapi Bright tidak menawarkan sehingga dia tidak berani bertanya.
.
"Apa kau sudah menata barangmu?" Bright bertanya, lalu menggigit potongan baconnya.
.
"Belum, aku ingin bertanya dulu padamu sebelum aku menata nya. Mungkin lebih baik aku tetap menyimpannya di dalam tasku. Akhir minggu depan aku harus siap-siap untuk pindah. Tip yang kudapat dari klub cukup besar dan aku sudah menyimpannya."
.
Bright berhenti mengunyah dan matanya menatap tajam ke arah luar. Win mengikuti pandangannya, tapi tidak menemukan apa-apa kecuali pantai yang kosong.
.
"Kau boleh tinggal selama yang kau mau, Win."
.
Sejak kapan? seingat Win Bright pernah berkata jika dia hanya mempunyai waktu sebulan. Win tidak menjawab, hanya diam menatap Bright tak mengerti.
.
"Duduk di sampingku dan makan bacon ini." Bright menarik kursi di sampingnya dan menyuruhku duduk tanpa membantah. Baconnya tercium sangat lezat dan perutku siap untuk diisi makanan selain selai kacang. Bright meletakkan piring nya tepat di hadapan Win. "Makan."
.
Tanpa berpikir panjang Win mengambil sepotong bacon dan menggigitnya. Renyah dan sedikit berminyak seperti yang dia suka. Win menghabiskannya dan Bright menunjuk ke arah piring lagi. "Makan sepotong lagi."
.
melawan rasa gelinya, Win melihat cara Bright memerintah untuk makan. Apa yang terjadi dengannya? Mengambil sepotong bacon lagi, Win benar-benar menikmati rasanya.
.
"Apa rencanamu hari ini?" Bright bertanya setelah Win menelan makanannya.
.
Ia mengangkat bahu. "Aku belum tahu. Aku pikir aku akan mencari apartemen."
.
Otot leher Bright mengencang dan tubuhnya kembali tegang. "Berhenti bicara tentang pindah dari sini, okay? Aku tidak ingin kau pergi dari sini sebelum orang tua kita datang. Kau perlu bicara dengan ayahmu sebelum kau pergi dan memulai hidupmu sendiri. Itu tidak aman. Kau masih terlalu muda."
.
Saat ini Win benar-benar tertawa. Bright bersikap tidak masuk akal. "Aku tidak terlalu muda. Ada apa denganmu dan usiaku? Usiaku 19 tahun. Aku pemuda dewasa. Aku bisa hidup aman sendirian. Lagi pula, aku bisa membidik objek yang bergerak lebih baik dari polisi kebanyakan. Aku sangat hebat dengan pistol. Jadi, hentikan pembicaraan tentang tidak aman dan umurku yang terlalu muda."
.
Bright menautkan alisnya. "Jadi kau benar-benar mempunyai pistol?"
.
Win mengangguk. "Aku pikir Frank hanya bersikap lucu. Kadang-kadang humornya suka melewati batas."
.
"Tidak. Aku menodongkan pistolku ke arahnya saat dia mengagetkan aku di malam pertama aku tiba di sini." Bright tertawa kecil dan bersandar di kursi nya sambil menyilangkan lengan di dada bidangnya. Dan Win memaksakan diri untuk tetap melihat ke arahnya dan tidak melihat ke bawah.
.
"Aku akan suka sekali menyaksikan itu." Win tidak mengatakan apa-apa. Itu adalah malam yang buruk buatnya. Mengingat itu kembali bukanlah sesuatu yang dia rencanakan untuk hari ini.
.
"Aku tidak ingin kau tinggal di sini hanya karena kau masih muda. Aku percaya kalau kau dapat menjaga dirimu sendiri, atau paling tidak itu seperti yang kau pikirkan. Aku ingin kau di sini karena.. aku suka kau di sini. Jangan pergi. Tunggulah sampai ayahmu datang. Sepertinya kalian berdua sudah lama tidak bertemu. Setelah itu kau bisa memutuskan apa pun yang akan kau lakukan. Untuk saat ini, bagaimana kalau kau naik ke atas dan menyusun barang-barangmu? Pikirkan berapa banyak uang yang dapat kau simpan selama kau di sini. Apabila kau keluar dari sini, kau akan memiliki tabungan yang cukup banyak."
.
Bright menginginkan Win untuk tinggal. Senyum konyol tersungging di bibirnya tidak bisa di tahan. Win akan tinggal dan Bright benar soal dia bisa menghemat uang. Saat ayah datang Win akan bicara dengannya dan setelah itu aku akan pergi dari sini. Tidak ada alasan
untuk pergi kalau Bright ingin Win tinggal disini.
.
"Okay. Jika kau bersungguh-sungguh soal itu, terima kasih sebelumnya."
.
Bright mengangguk dan memajukan tubuhnya ke depan dengan sikunya bertumpu di meja. Pandangan abu-abunya tepat mengarah kepada Win. "Aku bersungguh-sungguh. Tapi hal itu juga berarti pertemanan di antara kita harus tetap berlanjut."
.
Dia benar,tentu saja. Bright dan Win tinggal bersama dan berhubungan yang lebih dari teman tentu akan menyulitkan. Lagi pula, begitu musim panas ini selesai Bright akan pindah ke rumahnya yang lain. Win pun tidak ingin patah hati karena itu. "Setuju," Win menjawabnya. Bahunya tetap tegang dan tubuhnya tidak juga mengendur.
.
"Selain itu, kau juga harus mulai makan makanan di rumah ini saat kau berada di sini." Win menggelengkan kepala. Tidak akan. Win bukan penjilat.
.
"Win, ini bukan sesuatu yang bisa dibantah. Aku serius soal ini. Makan makananku di sini."
.
Dengan tiba-tiba Win mendorong kursi ke belakang dan berdiri. "Tidak. Aku akan membeli makananku sendiri dan memakannya. Aku bukan...Aku tidak seperti ayahku."
.
Bright menggerutu dan dia mendorong kursi nya ke belakang dan berdiri. "Apa kau pikir aku tidak tahu itu? Kau tidur di kamar sempit di bawah tangga tanpa mengeluh. Kau merapikan rumahku. Bahkan kau makan dengan tidak layak. Aku benar-benar sadar kalau kau tidak sama dengan ayahmu. Kau adalah tamu di rumahku dan aku ingin kau makan makanan dari dapurku dan bersikap apa adanya."
.
Ini akan menjadi persoalan besar jika Win tidak memiliki resolusi lain. "Aku akan meletakkan makananku di dapur ini dan memakannya di sini. Apa kau setuju?"
.
"Jika yang kau beli adalah roti dan selai kacang, tidak akan! Aku ingin kau makan dengan layak."
.
Win mulai menggelengkan kepala saat Bright meraih tangannya dan menggenggamnya. "Win, aku akan sangat senang kalau kau makan. Hen berbelanja seminggu sekali dan menyediakan stok makanan di sini beranggapan kalau aku akan menerima banyak tamu. Makanan di sini lebih dari cukup. Tolong. Makan. Makananku."
.
Win menggigit bibir bawahnya, menahan diri untuk tidak tertawa melihat ekspresi wajah Bright yang penuh harap itu. "Apa kau menertawakanku?" Bright bertanya dengan senyuman kecil di bibirnya.
.
"Yeah. Sedikit," Win mengakui.
.
"Apa itu berarti kau akan makan makananku?"
.
Win menghela napas, "hanya jika kau biarkan aku membayarmu per minggu." Bright mulai menggelengkan kepalanya tanda tak setuju dan Win segera menarik tangannya dari genggaman Bright lalu berjalan menjauh.
.
"Kau mau ke mana?" Bright bertanya dari belakang. "Aku sudah selesai berbicara denganmu. Aku akan memakan makananmu jika aku membayarmu sesuai dengan harga makanan itu. Itu kesepakatan yang akan aku setujui. Jadi, terserah kau, setuju atau tidak."
.
Bright menggeram, "Okay, baiklah. Kau boleh bayar."
.
Win menoleh ke arahnya. "Aku akan merapikan barang-barangku. Lalu aku akan mandi di bath tub yang sangat besar itu, lalu.. aku tidak tahu lagi. Aku tidak punya rencana apa-apa sampai nanti malam."
.
Bright terdiam. Lalu dia bertanya, "dengan siapa?"
.
"Gigie," jawab Win singkat.
.
"Gigie? Cartgirl yang berkencan dengan Jirayu?"
.
"Salah. Cartgirl yang dulu pernah berkencan dengan Jirayu. Dia telah berubah lebih dewasa dan dia bisa melewatinya. Malam ini kami akan pergi honky tonky. Dan kami akan memillih pria keren
berkemeja."
.
Win tidak menunggu jawabannya. bergegas naik ke atas sambil berlari menaiki anak-anak tangga. Setelah samapi di kamar, Win menutup pintu, menutup mata dan menghirup napas lega.
.
.
.
.
.
[a/n : hm, apayaaa...selamat membaca aaja deh. Bab selanjutnya bakal menyusul ya. Oke]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top