BAB II
Win menghapus air mata dan memaksakan diri untuk mengambil nafas dalam. Ia tidak boleh menyerah sekarang. Ia bahkan tidak menyerah ketika duduk memegang tangan ibunya saat menghembuskan nafas terakhir. Win tidak menyerah saat mereka membaringkannya di tanah yang dingin. Juga tidak menyerah ketika dia memutuskan untuk menjual satu-satunya rumah yang menyimpan berjuta kenangan bersama saang ibu juga Tine. Win tidak akan menyerah sekarang. Win bisa melaluinya.
Nyatanya Win tidak punya cukup uang untuk menyewa kamar hotel tapi dia punya truk. Dia bisa tinggal di truk. Mencari tempat aman untuk memarkirnya di malam hari mungkin akan menjadi satu-satunya masalah. Kota ini kelihatannya cukup aman tapi Win sangat yakin jika truk tua ini di parkir disembarang tempat akan menarik perhatian. Win yakin ia akan melihat polisi mengetuk jendelanya bahkan sebelum ia tidur. Oke, jadi alangkah bijaknya jika dia menggunakan dua puluh dolar terakhir untuk mengisi bensin. Kemudian Win bisa mengemudikan truk ke pusat kota di mana truknya tidak akan ketahuan di tempat parkir.
Mungkin Win bisa memarkirnya di belakang restoran dan mendapat kerja juga di sana. Dia tidak perlu bensin untuk pulang pergi ke tempat kerja. Perut keroncongan mengingatkan Win kalau ia sama sekali belum makan sejak pagi tadi. Win akan menghabiskan beberapa dolar untuk makan. Dan berdoa semoga dia akan mendapatkan kerja esok hari.
Win, dia akan baik baik saja.
Memutar kepala untuk memeriksa di belakang sebelum menghidupkan mesin truk dan mundur. Sepasang mata taajam itu menatap erat dirinya. Sebuah teriakan kecil lolos dari bibir Win sebelum dia tahu kalau itu adalah Bright.
Apa yang dia lakukan berdiri di luar truk? Apakah dia meyakinkan dirinya kalau Win telah meninggalkan rumahnya?
Win benar-benar tidak mau berbicara lagi dengannya. Memilih mengalihkan tatapan untuk keluar dari tempat ini sebelum dia mengangkat alis matanya pada Win. Apa maksudnya? Kau tahu apa? Win benar-benar tidak peduli.Meskipun dia terlihat sangat seksi saat melakukannya. Win mulai menghidupkan truk tapi tiba-tiba mesin meraung, Win mendengar bunyi klik dan senyap. Oh tidak. Jangan sekarang. Tolong jangan sekarang.
Win menggoncangkan kunci dan berdoa kalau dia salah. Win tahu alat pengukur bensinnya rusak tapi Win melihat alat pengukur jarak. Dia seharusnya tidak kehabisan bensin. Win masih punya beberapa mil lagi.
Kesal, Win menghantamkan telapak tangan pada setir dan memanggil truk dengan beberapa pilihan nama tapi tidak terjadi apa-apa. Win terjebak. Apakah Bright akan menelpon polisi? Dia ingin Win keluar dari rumahnya jadi dia keluar untuk memastikan Win sudah pergi. Sekarang Win tidak bisa pergi apakah dia akan membuatnya ditangkap? Atau yang lebih buruk, memanggil mobil derek. Win tidak punya uang untuk mendapatkan kembali truknya jika Bright melakukannya. Atau, paling tidak jika di penjara Win dapat makan dan tempat tidur.
Menelan gumpalan yang tersangkut ditenggorokan, Win membuka pintu truk dan berharap yang terbaik.
"Ada masalah?" tanya Bright.
Win ingin berteriak histeris dalam frustasi. Namun, dia memutuskan untuk mengangguk. "Aku kehabisan bensin." Bright mendesah. Win tidak berbicara. Dia memutuskan untuk menunggu keputusan yang menjadi pilihan terbaik di sini. Win bisa saja memohon dan membela diri setelahnya. tapi─
"Berapa usiamu?"
Apa? Apakah dia benar-benar bertanya usianya?
Win terjebak di jalan masuk rumah Bright, dia ingin Win pergi dan sekarang dia lebih suka membicarakan usia Win daripada pilihannya. Orang yang aneh.
"Sembilan belas," jawab Win.
Bright mengangkat alisnya, "Benarkah?"
Win mencoba keras tidak marah. Win memerlukan kemurahan hati pria ini untuk kelangsungan hidupnya. Menekan komentar sinis di ujung lidah, lalu tersenyum. "Ya. Benar."
Bright menyeringai dan mengangkat bahu."Maaf. Kau terlihat lebih muda." Dia berhenti dan matanya menelusuri tubuh Win dan kembali keatas dengan perlahan. Rasa panas tiba-tiba merayapi pipi Win dengan memalukan. "Aku tarik lagi kata-kataku. Tubuhmu sedikit seperti berusia sembilan belas tahun. Wajahmu kelihatan begitu segar dan muda. Serta cantik?"
Pertanyaan apa itu? Apa yang dia lakukan?
Win ingin tahu dengan segera seperti apa nasibnya kedepan, bukan membicarakan tentang kenyataan bahwa dia memang sedikit terlihat feminim di banding teman-teman seusinya.Selain itu, Luke, mantan pacar dan teman terdekatnya, selalu bilang Win tidak butuh apapun untuk terlihat dewasa. Apapun maksudnya itu.
"Aku kehabisan bensin. Sialnya aku hanya punya dua puluh dolar. Ayahku kabur dan meninggalkanku setelah mengatakan dia akan membantuku untuk bertahan hidup. Percayalah padaku, dia adalah orang terakhir yang ingin kumintai tolong. Tidak, aku tidak keberatan apapun yang barusan kau katakan. Sebab aku punya masalah yang lebih besar daripada terlihat seperti yang lain. Sekarang, apakah kau akan menelpon polisi atau mobil derek? aku lebih menyukai polisi dalam masalah ini jika aku boleh memilih," Win menutup mulut untuk menyudahi kata-kata
Kasar yang barusan dia lontarkan tanpa pertimbangan. Bright, manusia itu telah mendorong Win terlalu jauh hingga tak bisa mengontrol mulut. Sekarang, Win dengan bodohnya memberi Bright ide bodoh tentang mobil derek. Sialan.
Bright mengangkat kepalanya dan mengamati Win. Kesunyian lebih dari yang bisa Win atasi. Dia hanya membagi sedikit informasi pada pria ini. Dia bisa saja membuat hidupnya lebih sulit jika menginginkan.
"Aku tidak suka Ayahmu dan dari nada bicaramu, begitu pula kau," katanya penuh pertimbangan. "Ada satu kamar kosong malam ini. Kosong hingga Ibuku pulang dari liburannya. Aku tidak menyuruh asisten rumah tangga untuk tinggal di sini sementara dia berlibur. Mrs.Jen hanya datang untuk bersih-bersih seminggu sekali saat Ibuku berlibur. Kau bisa menempati kamarnya yang ada di bawah tangga. Kamarnya kecil tapi ada ranjangnya."
Bright menawari Win kamar. Heh, tidak, Win tidak akan menangis. Win bisa melakukannya larut malam nanti. Dia tidak jadi dipenjara. Terima kasih Tuhan.
"Satu-satunya pilihanku adalah truk ini. Aku bisa menjamin apa yang kau tawarkan jauh lebih baik. Terima kasih."
Bright mengerutkan dahi beberapa saat, kemudian segera hilang dan ada senyum tipis di wajahnya. "Di mana kopermu?" tanyanya.
Win menutup pintu truk dan berjalan ke belakang truk untuk mengeluarkannya. Sebelum Win bisa mengambil, sesosok tubuh hangat dengan aroma asing dan lezat meraihnya duluan. Win membeku saat Bright meraih koper dan menariknya keluar.
Berbalik menatapnya. Bright berkedip pada Win. "Aku bisa membawakan tasmu. Aku bukanlah seorang bajingan."
"Terima kasih, sekali lagi," Win tergagap, tidak bisa jauh dari tatapannya. Matanya begitu mengagumkan. Bulu mata hitam tebal yang membingkai hampir terlihat seperti garis mata. Bright memiliki semua yang hal alami di sekeliling matanya. Itu sangat tidak adil. Bulu mata Win juga indah, tapi tetap saja. Mengapa Win tidak bisa mendapat bulu mata sepertinya.
"Ah,bagus, kau menghentikannya. Aku memberimu lima menit dan kemudian keluar untuk memastikan kau tidak kehilangannya." Suara akrab Frank mengagetkan Win dari kebingungan dan dia berbalik untuk berterima kasih atas interupsinya. Win telah menatap Bright seperti orang bodoh. Win terkejut Bright tidak melemparnya dengan tas lagi.
"Dia akan memakai kamar Jen sampai Win bisa menghubungi Ayahnya dan mencari tahu sesuatu." Bright seolah terganggu. Dia berjalan ke samping Win dan memberikan koper pada Frank. "Ini, tolong antarkan dia ke kamarnya. Aku harus kembali." Bright berjalan tanpa menatap ke belakang. Diperlukan seluruh tekad untuk tidak melihatnya pergi. Terutama sejak melihat belakang jeansnya yang sangat menggoda. Dia bukanlah orang yang boleh Win sukai.
"Dia adalah seorang yang pemurung," kata Frank, menggelengkan kepalanya dan menatap pada Win. Win setuju dengannya.
"Kau tidak perlu membawa koperku masuk lagi," Win berkata sambil meraih koper.
Frank menjauhkannya dari jangkauan Win. "Aku bersikap seperti kakak yang baik. Itu artinya aku tidak akan membiarkanmu membawa koper ini saat aku dua kali lebih kuat darimu untuk membawanya."
Win ingin tersenyum jika saja satu kata yang baru saja membuatnya kaget. "Kakak?" Dia mengulangi.
Frank tersenyum tapi senyum itu tidak mencapai matanya. "Kupikir aku lupa bilang kalau aku anak dari suami Davika yang ke dua. Dia menikah dengan ayahku saat aku berusia lima tahun dan Bright empat tahun, mereka menikah hingga aku berusia lima belas. Sejak saat itu Bright dan aku bersaudara. Hanya karena ayahku bercerai dari ibunya tidak mengubah apa pun antara kami. Kami pergi sekolah bersama dan bergabung di perkumpulan yang sama."
Oh. Oke. Win tidak menduganya. "Berapa banyak suami yang dimiliki Davika?"
Frank tertawa pendek kemudian berjalan menuju pintu. "Ayahmu suami nomor empat."
Win mengakui kalau ayahnya adalah orang bodoh. Wanita seperti dia kelihatannya mudah berganti suami seperti dia berganti celana dalam. Berapa lama dia melupakan para lelaki itu dan membuka hati lagi?
Frank berjalan di belakang dan tidak berkata apa-apa pada Win saat keduanya menuju dapur. Dapur itu besar dengan meja batu pualam hitam dan peralatan rumah tangga yang banyak. Mengingatkannya pada sesuatu dari majalah dekorasi rumah. Kemudian Frank membuka pintu yang terlihat seperti jalan lebar di pantry. Bingung, Win melihat sekeliling kemudian mengikutinya masuk ke dalam. Frank berjalan ke belakang ruangan itu dan membuka pintu lain. Dia punya cukup ruang untuk masuk dan meletakkan koper Win di ranjang. Win mengikutinya dan berputar di sekitar ranjang ukuran twin yang hanya meninggalkan jarak beberapa inci antara ranjang dan pintu. Win benar-benar ada di bawah tangga. Sebuah meja kecil ada diantara ranjang dan dinding.Selain itu, tidak ada apa-apa lagi.
"Aku tidak tahu di mana kau akan menyimpan kopermu. Kamar ini kecil. Aku sebenarnya tidak pernah kesini." Frank menggelengkan kepalanya dan kemudian mendesah. "Dengar, jika kau ingin tinggal di apartemenku kau bisa. Paling tidak aku akan memberimu kamar yang bisa membuatmu bergerak di dalamnya."
Ucapan Frank yang manis membuat Win tidak ingin menolak penawarannya. Tapi tidak, Dia tidak membutuhkan tamu tak diundang untuk menempati salah satu kamarnya. Paling tidak disini Win bisa menyembunyikan diri jadi tidak ada seorang pun yang akan melihatnya, dia bisa membersihkan sekitar rumah dan mendapatkan kerja di suatu tempat. Mungkin Bright akan membiarkannya tidur di kamar kecil yang tak terpakai ini sampai Win punya cukup uang untuk pindah. Win tidak merasa seolah dia terpukau ada disini. Yang terpikirka di otaknya hanya dia akan mencari toko bahan makanan besok dan memakai dua puluh dolar tersisa untuk membeli makanan. Selai strawberry dan roti akan menjadi makanannya selama seminggu atau lebih.
"Di sini sempurna. Aku akan baik-baik saja disini.Selain itu,Bright akan menelpon Ayahku besok dan mencari tahu kapan dia akan kembali. Mungkin Ayahku sudah punya rencana. Aku tidak tahu. Terima kasih sekali lagi, aku sangat menghargai tawaranmu."
Frank melihat sekeliling kamar sekali lagi dan merengut. Dia tidak senang pada kamar ini tapi Win menyukainya. Dia sangat perhatian.
"Aku tidak suka meninggalkanmu disini. Rasanya salah." Frank menatap Win sekarang dengan suara memohon.
"Ini hebat. Lebih baik daripada trukku."
Frank mengerutkan dahi,"Truk? Kau berencana tidur di truk?"
"Ya, benar. Kamar ini,bagaimana pun juga,memberikanku sedikit waktu untuk mencari tahu apa yang akan kulakukan selanjutnya."
Frank menjalankan tangannya ke uraian rambutnya. "Maukah kau berjanji sesuatu?" tanyanya.
Win bukan orang yang suka berjanji. Yang Win tahu dari janji adalah mereka mudah dilupakan. Jadi, dia hanya mengangkat bahu. Hal terbaik yang bisa dia lakukan.
"Jika Bright menyuruhmu pergi, telpon aku."
Win akan menyetujui dan tahu jika dia tidak punya nomor telponnya.
"Di mana ponselmu jadi aku bisa memasukkan nomorku?" tanyanya. Hal ini akan membuat Win terdengar makin menyedihkan. "Aku tidak punya."
Frank menganga," Kau tidak punya ponsel? Tak heran kau punya senjata." Frank meraih ke sakunya dan mengeluarkan sesuatu yang mirip kuitansi."Kau punya pulpen?" Win mengeluarkan pulpen dari dompet dan memberikannya.
Frank dengan cepat menuliskan nomor dan memberikan kertas serta pulpen pada Win. "Telpon aku. Aku serius."
Win tidak akan pernah menelpon tapi dia baik sekali dengan tawarannya. Win mengangguk. Dia tidak menjanjikan apa-apa.
"Kuharap kau tidur nyenyak disini." Frank kembali melihat sekeliling kamar kecil itu dengan rasa khawatir di matanya. Win akan tidur dengan nyenyak.
"Tentu," Win menyakinkan.
Mengangguk, Frank keluar dari kamar menutup pintu dibelakangnya. Win menunggu hingga dia mendengar Frank menutup pintu pantry sebelum terduduk di ranjang di samping koper. Ini akan baik-baik saja. Win bisa menjalaninya.
©BADUTBRIGHTWIN
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top