8. Titip Salam Buat Swastamita
Semakin hari Runi semakin tidak bisa menahan diri untuk tidak mencuri pandang pada Tami. Setiap berpapasan dengan Tami, jantungnya berdebar. Berkali-kali Runi mengeja nama itu dalam pantomim dan volume rendah suaranya. T-a-m-i
Ia menyerah pada kediamannya setelah melewati minggu-minggu berada di ruang yang sama dengan Tami, mereka bahkan menghirup udara yang sama terlebih ketika Baron diam-diam kentut dan menebarkan baunya ke penjuru kelas (lalu memohon pada Runi untuk tidak buka suara). Mereka telah menjalani secara wajar—selayaknya teman sekelas— bersama. Dan hubungan yang tumbuh dari kebiasaan itu ada, sekalipun gadis itu masih terasa jauh.
Cewek batu itu sepertinya tak sadar kalau Runi melakukan berbagai cara untuk dilihat, seperti duduk di bangku nomor dua misalnya— itu sudah cukup menyiksa (jangan pernah duduk di bangku pertama), dan mencuri pandang, dan kalau Tami menoleh ke kanan untuk mengobrol, mata mereka akan bertemu. Sayangnya, Tami bersikap seperti aristokrat yang layak dirudung kalau saja dua teman barunya tidak mengelilinginya. Ia memberikan tatapan terdatar ketika mereka bertemu pandang. Dan reaksi terlampau hati-hati pada semua orang yang mencoba mengajaknya mengobrol.
Pada beberapa kesempatan, Runi berhasil duduk di belakang Tami, dan melihat apa saja yang dilakukan gadis itu. Kadang ia tersenyum saat melihat Tami sedang membaca buku dan menuliskan kata-kata yang ia sukai di buku merah maroon miliknya. Kadang ia tertegun saat melihat tingkah aneh Tami saat sedang membaca atlas kecil miliknya. Kadang perutnya langsung melilit saat melihat Tami sedang belajar bahkan saat jam pelajaran kosong.
Cih! Beda sekali dengan anak-anak di sampingnya, yang selalu suka jika duduk di barisan belakang. Kini mereka sedang mengangkat tiga tema obrolan; pertama, apakah Ical positif terserang virus H1N1 alias flu babi? Karena sudah dua minggu ini pilek Ical tak kunjung sembuh. Kedua, apakah Pamela Anderson itu benar-benar Pamela Anderson? Dan terakhir, benarkah kematian Michael Jackson tidak wajar? Perihal ini, Kaisar paling semangat. Ia sangat suka membahas konspirasi, illuminati dan sejenisnya. Sementara Baron suka bercerita soal artis-artis broadway, musik terbaru dan games terkini. Sedikit banyak, Runi mendengar teman-temannya. Tapi benar-benar mendengar hanya sampai saat Kaisar mengatai sikap Baron yang kebarat-baratan itu telah melawan arus utara alias sumatera utara di dalam aliran darahnya. Baron positif terserang westernisasi.
Runi tidak memerhatikan teman-temannya. Seluruh perhatiannya terhisap besar-besaran pada Tami. Tidak jelas bagaimana awalnya, tidak sama sekali. Toh siapa yang bisa menjelaskan dengan pasti sejak kapan dia jatuh cinta pada seseorang. Adakah seseorang yang bisa menguraikan detik ke berapa ia jatuh cinta? Sementara cinta sudah memiliki dirinya sendiri. Bahwa cinta sudah bertumbuh semisterius ini.
"Kau yakin, Run?"
Runi mengangguk sambil tersenyum. "Yakin."
"Kalau dia marah gimana?"
"Udah coba saja..."
"Dia tuh seram.."
Runi mendelik. Cepat-cepat Kaisar memberi isyarat OK dengan jari-jarinya.
Runi menghembuskan napas dalam-dalam. Sebentar lagi ada hal yang paling nekat dan impulsif yang akan mereka lakukan. Sudah dua minggu ini Runi melakukan observasi lapangan. ia akhirnya menemukan fakta bahwa Tami adalah orang paling rajin datang pagi ke sekolah tapi juga paling 'malas' untuk pulang sekolah. Tami seringkali yang paling terakhir merapikan buku-buku dan alat tulis serta memasukkan peralatannya ke dalam ransel hitamnya. Dan, kemalasan itulah yang akan Runi manfaatkan. Hari ini juga. Tak bisa besok.
Jadi ketika bel pulang sekolah berbunyi. Dan semua siswa keluar berhamburan seperti ayam-ayam lapar. Suara-suara bersahutan tentang janjian, tugas kelompok, PR yang bertumpuk dan kerja bakti. Semua obrolan khas dunia sekolah menghiasi atmosfer Classic.
Suasana kelas sudah sepi. Tami sudah mulai beranjak dari bangkunya ketika sebuah suara dari arah belakang menyapanya.
"Tami,"
Ia menoleh dan menghentikan langkah. Kaisar?
Pandangannya yang dingin bertemu dengan mata Kaisar. Ada seorang lagi, yang bahkan Tami tak begitu ingat namanya sedang duduk menatapnya. Tersenyum dengan kegugupan yang entah karena apa.
Di ambang pintu, dalam pandangan gelisah Runi, Kaisar–yang jadi ikut gelisah–mendekati Tami dan berkata–yang bersamaan dengan itu jantung Runi jumpalitan.
"Tam, Runi salam. Dia suka kamu."
Tami terkesiap.
Angin mendung Cirus berhembus menembus ambang pintu menuju kelas itu. Membawa suasana kelam yang pekat. Sekilas ekor mata Tami mengikuti arah telunjuk Kaisar yang mengarah pada cowok yang sedang duduk menunggu dengan gugup tapi tetap memaksakan diri untuk tetap tersenyum itu. Kedua mata mereka bertemu.
Tami tak mengucapkan sepatah katapun. Ia masih dengan pandangan dinginnya, kemudian, sedetik, dua detik berlalu, ia pergi meninggalkan dua cowok itu dengan wajah pucat dan tatapan seolah sedang berkata 'enyah saja kau!'
Sayup-sayup Tami masih bisa mendengar Kaisar berkata,
"Tuhkan, dia marah..."
***
AN. Maaf begitu singkat. Sesingkat sikap Tami pada Runi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top