48. The Last but Not The End

🎧 Ada Apa Dengan Cinta - Melly Goeslaw feat Eric

*

Dia adalah puisi yang selesai, tapi tidak kuselesaikan.
(Arunika)

***


Runi

Kudengar masa-masa SMA itu adalah masa di mana kita bisa bersikap angkuh, paling indah. Tempat persahabatan, jatuh cinta, cita, dan harapan paling muluk sekalipun, masa-masa itu tak akan pernah menyalahi. Tebak? Bisa dibilang benar, bisa dibilang salah. Karena kalau searching di google, pendapat para ahli beda-beda. Tapi para ahli itu seperti tidak pernah muda saja dan anak-anak muda seperti tidak akan menjadi tua saja.

Bagiku, yang paling sering dilupakan, masa itu adalah saat-saatnya segala pemikiran dan pengalaman baru berdatangan. Meskipun kadang-kadang di balik kenangan mabal yang menyenangkan ada seorang ayah yang sedang mengaduk semen menyangka anaknya sedang belajar rajin di sekolah. Karena kadang-kadang dibalik seorang ibu yang tak jarang memakan potongan ikan paling kecil, berharap anaknya tidak kekurangan protein demi keenceran otak. Justru ada anak yang mengentalkan kembali otaknya dengan kenakalannya. Well, kadang-kadang.

Tapi untuk kasusku, sedikit beda dan ada tambahan. Hari itu, seminggu setelah kami dihukum mencuci kaki orangtua, Jo datang menemuiku seorang diri. Dia meminta maaf-meskipun dia benci mengatakannya-untuk semua yang sudah ia rebut tanpa sadar. Dia berjanji tidak akan merundung Tami lagi. Dia juga berjanji akan membawa Papa menemuiku. Kubilang untuk apa? Toh Papa sudah bahagia (meskipun aku benar-benar berharap Papa kembali).

Kami sepakat tidak akan membahas itu untuk waktu yang tak bisa ditentukan sampai kapan. Tapi kami sudah tidak berselisih lagi. Kami saling menganggukkan kepala jika tak sengaja bertemu di jalan. Tapi kami tidak akan bisa berteman. Tidak mudah berteman dengan bekas musuhmu, apalagi jika ia mendadak jadi saudara tiri. Bukan berarti tidak bisa. Tapi tidak mudah. Sebab aku masih ingin Papa, tanpa ada tambahan siapa pun lagi. Dan Mama masih sering menangis diam-diam setiap malam.

Di masa SMA ini juga, aku pernah mencintai seseorang. Aku mencintainya, sampai tidak sanggup membencinya. Dialah yang membuatku semangat datang ke sekolah. Dia membuatku melakukan hal yang belum pernah aku lakukan sebelumnya. Dia membuatku mencari dan membaca semua daftar bacaan yang ia catat di buku maroon-nya. Dia juga satu-satunya orang yang tak memberiku kesempatan. Menyukai dia hanya sebatas pandangan. Aku pernah berusaha menunjukkan perasaanku, tetapi sekali kutunjukkan ia malah membangun tembok dingin, dua kali kutunjukkan ia malah bersikap seolah tak pernah terjadi apa-apa. Tiga kali kutunjukkan, ia dingin dan besoknya kembali bersikap tak ada apa-apa. Dari situ, aku sadar.

Kami hanya bisa dekat dalam jarak tertentu.

Sampai akhirnya aku putuskan untuk tidak menyampaikan sama sekali perasaan itu. Alasannya sederhana. Aku tidak ingin membenci dia. Aku tidak mau jika aku ungkapkan perasaan ini, dan ia kembali bersikap dingin, aku akan marah karena merasa tidak dihargai. Dan dengan itu, cukup untukku bisa membenci dia. Dan aku tidak mau membenci dia ataupun dia menjauh dariku.

Aku ingin menjadi salah satu orang yang ia sapa dengan ceria. Aku ingin menjadi seperti itu. Aku ingin dia bicara denganku seperti dia bicara dengan yang lain. Aku ingin dia juga menyapaku, seperti dia menyapa yang lain. Aku ingin dia membalas senyumku, seperti dia membalas senyum yang lain. Itu saja sudah cukup.

Bagiku, cinta bukan selalu tentang mengatakan. Tetapi juga tentang tidak mengatakan apa-apa.

Bukankah kita semua punya pilihan?

Jadi meskipun kisah ini belum selesai, tapi masa SMA sudah selesai. Kesimpulannya, masa SMA adalah masa-masa kamu menemukan awan perak dan langit berwarna tembaga. Yang kadang-kadang ada mendung, nila dan lembayung dan merah bata. Dan pada suatu ketika, detik berikutnya, langit meleleh seperti cairan tembaga.

Aku tidak bohong.


***

Sebuah lagu Kembali Ke Jakarta-nya Koes Plus diputar oleh Runi.

Hari ini, seperti biasa, kerumunan orang tengah berkumpul di Bandara Sultan Taha. Beberapa anak-anak Classic-yang masih berada di Jambi-ikut mengantar Runi pergi ke Jakarta. Ical yang cempreng suaranya terlihat berkaca-kaca. Damn! Kok jadi dramatis gini?

Di hadapan mereka, seorang cowok berkepala spikey-hair, dengan balutan Grey T-shirt dan masih dengan jaket 'Thank's Rachel Corrie'-nya yang sudah mengelupas labelnya, ia terlihat rapi. Ditambah aksesoris ransel dengan pin bertuliskan 'Jangan ganggu, mau tobat!' menggantung di bahu kanannya dan sebuah koper di tangan kirinya. Tas selempang merek rokoknya sudah ia tanggalkan di kamar.

Runi siap pergi. Ia merangkul bahu teman-temannya.

"Yaah, akhirnya, kau benar-benar bisa balik ke Jakarta." Baron bergumam.

Runi tertawa. "Bandung, Bro, ke Bandung!"

"Samo bae. Kau pulangnya juga ntar ke Jakarta. Dak ke sini."

Runi terkekeh.

"Keluargamu cemmana, Run?"

"Kalau Eskavasinya selesai, atau ... mendadak Mama kangen berat dan berubah pikiran, mereka akan nyusul ke Jakarta."

"Menetap di Jakarta?"

"Sepertinya ... tapi sementara cuma Mama. Rinda kayaknya di sini dulu, nemenin Datuk. Biasalah, Datuk nggak mau ke Jakarta. Dari dulu maunya di sini, kita lagi usaha ngebujuk." Runi memalingkan wajah ke arah jam sembilan tempat keluarganya berdiri-Mama, Rinda adiknya, dan Datuk-yang ikut serta mengantar kepergiannya. "Kalian kabar-kabarin ya kalau ke Jakarta, ok?" Runi berkata lagi.

Semua mengangguk lunglai.

"Kayaknya Cuprums nggak akan tahan untuk nggak ngadain reuni. Kita bener-bener gila. Lebaran nanti kita kumpul ya!"

"Woii jangan Cuprums aja doong! Hargain kita-kita." Aldo yang asbun berceloteh. Disambut seruan setuju dari Ical dan Edi. Meski beda kelas, mereka tetap akrab hingga sekarang.

"Eh, lagian yang namanya reuni itu 10 tahun lagi, Bro! Ketemuan saat udah pada berhasil. Udah pada bengkak body-nya. Kalo pas lebaran atau liburan semester itu nggak seru!" Baron menimpali.

Semua yang tidak setuju balik mendebat Baron.

"Kau sudah bengkak! Mau sebengkak apa lagi, hah?!"

Runi tersenyum menyaksikan teman-temannya berdebat. Tapi kemudian matanya menyapu bandara, berharap seseorang yang ia tunggu akan datang mengejarnya untuk tidak pergi, meskipun dia akan berkata tetap pergi juga.

Runi mengehela napas. Gadis itu tidak pernah menyukainya. Jadi dia tidak akan datang ke sini. Runi tidak akan pernah bernasib sama dengan tokoh-tokoh di film drama.

"Kenapa? Nungguin Alya?" Kaisar menegur.

Runi tersenyum kecil.

"Ini. Aku titip ini."

"Buku puisi? Buat Alya?"

"Ya nggak lah! Itu aku pinjem di perpus Classic, belum kubalikin."

"Jadi?!"

"Tolong kau balikin. Sekalian bayarin dendanya."

"Sompret!"

Runi terbahak. "Oh ya, sekalian. Tadi di jalan aku beli ini ..." Runi merogoh sakunya. "Tolong banget untuk yang ini."

"Apaan nih?" Kaisar memicingkan mata, seplastik bibit bunga matahari kini berada di telapak tangannya.

"Itu bibit. Tolong tanam itu di belakang sekolah."

"Sial. Kau kayak mau mati aja, Run. Nyusahin wasiatnya."

"Tolong, Kai." Runi memanggil nama kesukaan Kaisar, yang artinya ada maunya. "Untuk yang satu ini, tolong. Dia suka tempat apa pun asal ada banyak buku, asal ada bunga mataharinya."

"Ha? Ini Tami ya? Bukan Alya? Eh, gimana sih?"

Runi tersenyum. Bersamaan itu, panggilan keberangkatan terdengar. Marina juga sudah sibuk memanggil. Runi meraih kopernya, menuju kabin pesawat. Anak-anak Classic gegas melangkah dan berbaur dengan orang-orang yang tengah melambai di ruang pelepasan penumpang. Tempat itu dibatasi dengan kaca yang menghadap ke landasan pesawat. Dari jauh, mereka melihat Runi.

Seseorang yang mungkin tak akan mereka temui lagi di kota ini. []

.

.

SELESAI

.
.
.
.

____________________________

A N

Hai, terima kasih sudah mengikuti cerita Faktor J. Iya ini endingnya. Karena sebenarnya "ending" kisah cinta Runi-Tami itu di part GoodBye Sun, Under the Yellow
Rain.

Part-part setelahnya (Sejak Kau Mencintaiku, This is The Last but Not The End) adalah salam perpisahan dari satu sama lain. Sekaligus berisi penjelasan kepada pembaca tentang siapa dan bagaimana Tami dan Runi sebenarnya.


NAH, ADA YANG MAU AKU TANYA NIH DARI KALIAN ... JAWAB YA.

1. KESAN SELAMA BACA FAKTOR J?

2. PART YANG KAMU SUKA? (kalau ada)

3. KRITIK SARAN? (yang membangun dan beradab ya. Hehe)

4. KASIH TESTIMONI DONG UNTUK CERITA INI. BIAR MAKIN BANYAK YANG BACA :)

CONTOH :
Awalnya saya men-judge novel remaja ini akan berakhir klise. Seorang pemuda urakan, bertemu gadis mahabaik dan jadian... Dar! Tapi membaca bab demi bab, saya tahu bahwa dia jauh lebih tinggi dari yang terlihat. Ada renungan, pesan dan wajah baru tentang seperti apa remaja jaman now seharusnya menghadapi ke-puberannya dengan cinta yang masih tak dimengerti definisinya. Harapan saya.. Jika karya ini resmi diterbitkan, pastikan adik/siswa/kerabat anda yang sedang dalam masa menemukan 'cinta pertama' membacanya. Buat mereka tahu, bahwa cinta bukan sekedar menyatakan lalu kemudian pacaran. @Lotusavia

Btw gak mesti panjang kayak gini kok. Dan makasih @Lotusavia
Dia pembaca pertama draft kotor Faktor J. Sungguh testimoni darinya memberi semangat sama karya ini. 😊

BUAT Silent readers, YANG SUDAH BACA FAKTOR J SAMPAI SINI. Artinya kamu suka dong? Karena banyak juga pembaca yang berhenti di tengah jalan sama karya ini. HAHAHA
Jadi, aku minta tolong testimoninya ya...

Aku tau beberapa yang ngikutin FJ. Sekali-kali ayo muncul.. Tolong kasih testimoni/dukungan/pendapatnya untuk cerita ini. Kalau malu, lewat DM AJA GAK PAPA 😊

Jangan lupa vote ya. Bayaran sederhana dari baca gratis di wattpad adalah vote, dan follow authornya. Aku pribadi menganggap vote itu penting (tapi tidak genting). Vote itu indikator penulis terhadap ceritanya. Dari vote kita tau respon pembaca. Dan dari vote author bisa memutuskan apa yang akan dia lakukan pada karyanya.

Ini bukan soal ikhlas gak ikhlas dalam berkarya. Ini soal respect and appreciation. Setiap orang yang berkarya butuh respect orang lain terhadap karyanya. Butuh apresiasi whether comment, vote, dsb.

Dan, kalo vote itu gak perlu. Kenapa harus ada menu vote di aplikasi ini?

.-.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top