(6) Tangisan Bayi

Adegan satu: Bangun tidur

Aku berguling malas satu kali ke samping, hanya untuk menyadari bahwa aku sudah sendirian di atas kasur dengan selimut berantakan. Namun, aku belum sepenuhnya bangun. Malahan, aku menarik selimut dan berniat menutup mata lagi.

"Waaaaa!"

Mataku terbuka lebar,  perlahan aku bangkit duduk. Itu suara tangisan bayi. Keras dan jujur mengagetkanku. Suara itu disusul oleh suara orang dewasa yang coba menenangkan bayi itu, lalu suara Mama.

Aku melirik ke arah jam.

Jam setengah enam. Serius?

Tanpa pikir panjang, aku langsung berdiri dan pergi ke kamar mandi.

Kejadian itu sudah lama, paling sering pas aku masih SD. Bukan suara kokok ayam yang membangunkanku, tapi suara TANGISAN BAYI.


Jadi, jujur saja, aku cukup akrab dengan suara tangisan bayi. Kecuali, aku mendengarnya saat Mama tidak praktik, soalnya aku kan anak bungsu.


Adegan dua: Makan pagi

Masih di pagi hari, aku sedang menikmati sarapan sambil menonton TV. Hanya ada aku dan abangku, karena Mama sedang memeriksa pasien.

Ini sudah biasa, kalau bukan karena waktu masuk sekolah yang cepat, tentu saja aku memilih untuk menunggu Mama agar sarapan bersama.

"Huwaaaaaaa! Aaaaa!"

Aku tersentak sedikit. Kenapa rasanya suara itu sudah menjadi back sound saja?

"Mamaaaa!"

Aku meringis. "Kasihan banget ...," gumamku penuh simpati.

"Apa? Siapa?" tanya Bang Rafif melihat padaku.

"Itu, anak bayinya. Keras banget nangisnya. Enggak serak apa suaranya nanti."

Bang Rafif hanya mendengkus geli, sebelum melanjutkan makannya.

Ehem, kami ini masih punya hati, jadi wajar aja dong bisa bersimpati. Bagaimana tidak, kita mendengar suara anak bayi yang menangis keras. Mungkin awalnya akan sebal, tapi lama-lama kan kasihan juga.

Adegan tiga: Tebakan

Saat kecil, di rumahku ada ART. Setiap ada ART, tentu saja tugas seperti membuka pintu pasien ditangani olehnya.

Jadi, aku suka menebak-nebak siapa gerangan pasien Mama. Orang tua atau anak-anak. Biasanya, aku akan bertanya pada Mama setelah Mama selesai.

"Ma, siapa pasien Mama tadi?"

"Bapak-bapak, enggak kenal Alma mungkin."

Ya, seperti itulah. Aku biasanya menguping siapa yang berbicara untuk menebak berapa umur pasien, tapi tetap saja tidak begitu akurat.

Dan setiap aku mendengar suara tangisan, aku pasti tersenyum puas, karena aku bisa menebak dengan benar.

Hanya saja, aku heran. Kenapa sih bayi menangis? Aku yakin Mama sudah tersenyum manis sekali pada mereka. Apa yang membuat mereka takut?

Oke, aku ngerti. Banyak hal yang bisa membuat bayi menangis, bahkan bayi bisa menangis tanpa alasan. Jadi, masalah selesai.

Hanya saja, aku yakin saat pertama kali diperiksa dokter, aku sama sekali tidak menangis. Hehe. Aku malah suka.

Oke, kembali ke topik tangisan bayi.

Kebayang enggak sih, pas kalian lagi enak-enak tidur dan dengar suara bayi? Syukur-syukur enggak kebawa mimpi lagi di rumah sakit berhantu.

Atau pas kalian sedang enak-enak makan dan nonton adegan lucu, bukannya ketawa malah meringis. Suara tangisan bayi yang memilukan bahkan membuat hampir patah selera.


Mungkin, bagi yang punya adik kecil hal ini tidak jadi soal. Yah, bagi kami ini juga bukan soal. Udah terbiasa soalnya.

Terkadang, aku menemukan tangisan bayi itu lucu dan akan tertawa kecil. Jangan salahkan aku karena berpikiran seperti itu.

Kalian sendiri bagaimana? Sering dengar tangisan bayi, enggak?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top