(3) Undangan

Adegan satu: Umum

Aku menemukan sebuah undangan pesta pernikahan di atas kasur Mama. Seperti biasa, aku tak kenal siapa pasangan yang menikah.

Tapi, ada satu hal yang menarik perhatianku.

Kubaca lagi bagian depan undangan itu.

Dr. Arnida dan keluarga

Mama masuk ke kamar, sedang bersiap-siap untuk pergi praktek .

"Ma," panggilku.

"Apa?" Mama tidak menoleh, sedang sibuk memakai jilbab.

"Sejak kapan Mama kuliah S3?" Mama akhirnya menengok padaku dengan wajah bingung. Aku memperlihatkan undangan itu. "Doktor Arnida," kataku datar.

Beberapa detik kemudian, kami berdua tertawa.

Aku tahu, di bawah itu pasti ada kalimat "Mohon maaf bila ada kesalahan penulisan Nama / Gelar" dan aku juga sudah berkali-kali bilang, "Ya, ya. Dimaafkan."

Jangan bilang kalau kami jahat! Aku tidak tahu apa selain di keluargaku, anak dokter lain juga menertawakan hal ini. Tapi, menurutku sih, iya.

Aku mengerti itu pasti tidak sengaja, karena huruf awal biasanya otomatis kapital, 'kan? Tapi tetap saja. Silakan bilang aku receh.

***

Adegan dua: Akhirnya!

Hari itu aku baru pulang sekolah, kemudian aku menemukan selembar kertas undangan di atas meja ruang tamu.

Aku sudah terkikik geli sendiri, bersiap-siap tertawa kalau-kalau undangan ini mengganti gelar Mama lagi.

"Eh?" Mataku membulat.

dr. Arnida dan keluarga

"Oh!" Tanganku nyaris bergetar ketika mengangkat undangan itu dengan kedua tangan. Kurasa mataku jadi berbinar-binar. "Akhirnya!"

Setelah itu, aku heboh menunjukkan pada Mama. Dan Mama bilang, yang menikah ternyata dokter juga.

Yah, ada juga sih, undangan yang gelar Mama dibuat benar, meskipun itu jarang sekali! Satu banding lima ratus undangan kayaknya!

Dan ada juga, meskipun yang nikah dokter atau anak dokter, Mama tetap jadi profesor dadakan di undangan.

***

Adegan tiga: Langka

Aku sedang berjalan ke ruang tamu, mau mengambil sesuatu. Lalu aku sadar, ada sesuatu yang diselipkan di bawah pintu.

Ternyata, itu undangan pernikahan.

Mataku membesar ketika membaca kepada siapa undangan ini ditujukan.

Estiyo Budi Soekarno dan keluarga

"Waaah pake nama Papa!" pekikku seketika. Aku segera berlari ke kamar abangku. "Bang! Bang Rafif!"

"Apa? Apa? Kenapa?" Abangku muncul kelihatan panik.

Dengan polos aku menunjukkan undangan itu. "Lihat, Bang. Nama Papa!"

Sama halnya denganku, Bang Rafif juga tampak takjub.

"Hebat! Baru kali ini Abang lihat undangan atas nama Papa!"

"Alma juga!"

Dan yang kuingat, kami bersama-sama memamerkan undangan itu pada Mama. Bahkan, sampai menelepon Papa untuk mengabari itu.

Mungkin terkesan lebay, tapi memang itu yang terjadi. Karena Mama dokter, jadi Mama lebih terkenal, apalagi Papa kerjanya di luar kota.

Membuat makin jarang ada undangan atas nama Papa.

Sekalinya ada, kami terkesan sekali!

Seingatku, begitulah reaksi-reaksi kami (khusunya aku) saat melihat Mama dapat undangan pernikahan.

Sejak aku tahu perbedaan antara gelar "Dr" dan "dr", aku selalu heboh sendiri saat melihat undangan seperti itu.

Malahan pernah sampai ditegur karena yang ngantar undangan masih di luar, ups!

Seperti yang sudah kubilang, jarang sekali ada yang benar membuat gelar Mama. Apalagi lengkap sampai gelar-gelar yang lain.

Pernah ada, di sana tertulis "dr. Hj. Arnida dan keluarga" dan kurasa aku tak pernah seheboh itu sebelumnya saat melihat undangan.

Kalau kalian sendiri bagaimana? Nama siapa yang sering ditulis di undangan kondangan orang tua?

Hola hola!

Kabar baik, semuanya?

10 November 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top