(2) Berobat

Adegan satu: Umum

"Ma, Alma kayaknya flu."

"Minumlah Extra Flu."

Aku mengangguk dan mendatangi tempat stok obat di rumah. Tidak sulit menemukan obatnya. Setelah itu, aku langsung meminumnya.

Sesimpel itu sebenarnya kalau kami sakit. Hehe. Kalau kalian membayangkan Mama yang menjadi panik atau apalah, kalian salah!

Mama sesantai itu menanggapinya, malahan nyuruh ambil obat sendiri. Yah, kecuali kami kecelakaan atau sakit keras. Itu mah, semua orang tua pasti panik.

***

Adegan dua: Kurang umum

Pagi itu, aku masih berbaring di atas kasur. Mama sendiri sedang sibuk mengurus entah apa. "Ma, Alma demam."

"Oh ya? Ada ingus, enggak?" tanya Mama menoleh padaku.

Aku menarik napas singkat lalu mengangguk. "Sedikit."

"Ambillah Coparcetin di sana."

"Ngh ... tapi Alma demam," rengekku yang malas bangkit dari kasur.

Mama menatapku malas, kemudian bangkit pergi. Aku bisa dengar Mama mengomel sedikit. Beberapa saat kemudian, Mama kembali dengan segelas air putih dan obat yang bukan hanya satu!

"Mama tambah obatnya. Minumlah."

Aku hanya tersenyum lebar dan langsung meminum obat. "Makasih, Mama. Alma sayang Mama." Aku menyodorkan gelas kosong lalu mulai memberi Mama dengan serangan cinta.

Aku makin merasa geli melihat mama tersenyum masam, seolah bilang:

Hehe, ada juga saat-saat di mana kami mau diberlakukan seperti pasien dan jadi malas ambil obat sendiri. Apalagi, kalau Mama yang ambilin obat, pasti sekalian sama minumnya!

Oke, aku ngaku aku emang males kadang-kadang. Tapi bukannya malas! Hanya menyimpan energi. Hehe.

***

Adegan tiga: Mama enggak di rumah

Hari itu Mama sedang ada dinas luar. Aku sudah batuk berkali-kali sebelum akhirnya menyerah. Demam, pilek, sekarang batuk? Lengkap sudah.

Kudatangi stok obat di rumah, lalu menelepon Mama.

"Ma, Alma jadi batuk," aduku setelah Mama mengangkat.

"Batuk berdahak atau batuk kering?"

"Batuk kering." Aku terbatuk lagi, menunjukkan bukti kepada Mama.

"Cari Elsiron. Dia enggak di tempat biasa, di laci obat. Pergi ke dekat ruang praktek. Laci nomor dua di bagian kiri."

Aku melakukan apa yang Mama suruh, sedikit terpana dengan kemampuan Mama yang hafal letak obat-obat itu.

Dan ternyata obatnya memang ada sesuai arahan Mama! Aku terselamatkan!

Bukankah itu keren? Sudah konsul lewat telepon, obatnya pun diambil dengan cara seperti itu! Mama memang dabest!

Aku yang anaknya saja masih suka kaget, hehe.

***

Adegan empat: Hampir kena marah

Aku terbangun dengan perut yang melilit. Buru-buru ke kamar mandi, ternyata bukan itu arti sakit perutku.

"Ma, perut Alma sakit," aduku dengan suara lemas. Wajahku meringis karena rasanya memang sakit.

"Tuh kan, 'dah Mama bilang jangan telat makan. Kan jadi maag. Makanya--"

"Bukan itu, Ma. Alma dapet." Aku tahu memotong ucapan Mama itu tidak baik, tapi daripada kena omel gratis.

Nah, ini nih. Untuk anak dokter yang cukup sering sakit kayak aku, biasanya kalau ngeluh sakit sedikit bisa kena marah.

Ada suka dan duka saat berobat ke Mama sendiri. Dukanya ya itu, bisa kena marah atau disuruh cari obat sendiri.

Sukanya ya karena GRATIS TIS TIS TIS. Sudah gratis, cepat lagi. Langsung dapat obat. Mehehe.

Berobat ke Mama sendiri itu sesuatu.

Karena Mamaku dokter umum, jadinya aku hampir tidak pernah berobat ke dokter lain, rasanya jadi penasaran juga.

Gimana sih, rasanya berobat ke dokter yang sebenarnya? Aku masih penasaran.

Jadi, boleh dong bagi pengalaman kalian berobat ke dokter?

Hola hola!

Maunya sih, apdet nanti siang. Tapi emang akunya yang gatel pen apdet 😂

7 November 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top