14
Vote dan komennya ya sayang❤
Sebuah hubungan harus dilandasi dengan kepercayaan bukan? Tapi, Jimin begitu takut akan kehilangan Aeri lagi. Ia takut bahwa Aeri takkan percaya dengannya lagi ketika ia memberitahu bahwa ia benar-benar mempunyai anak dengan Han Seungyeon. Setelah memikirkan untuk masuk menjenguk Juhoon atau tidak, akhirnya kemarin Jimin memberanikan diri masuk ke dalam untuk menemui Juhoon pertama kalinya. Seungyeon juga berpamitan untuk membelikan ia makan siang, membiarkan memberikan waktu untuk Jimin mengobrol dengan Juhoon. Padahal wanita itu tidak perlu berbuat seperti itu. Tapi, karena ia memaksa Jimin pun terpaksa mengiyakan. Lagipula ia tak ingin berdebat. Ia ingin segera menemui Juhoon saja.
Ketika menatap anak itu, hatinya bergetar dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan. Bagaimana pandangan Juhoon terhadap Jimin sangat polos dan seperti kagum secara bersamaan? Anak ini tak berdosa sama sekali, tapi Jimin berulangkali masih bertanya dalam benak, benarkah aku ayahnya?
"Oh, Paman. Terima kasih sudah menjenguk saya." Laki-laki kecil itu tersenyum setelah mengucapkannya.
Jimin mengernyitkan keningnya, heran. Padahal pertama kali ia ingin masuk, ia terkejut ketika Juhoon memanggilnya Ayah.
"Maaf, pertama kali bertemu dengan Paman, saya hanya mengira bahwa Paman adalah ayah saya. Karena saya belum pernah bertemu ayah saya. Ketika ibu memeluk paman, saya kira karena Paman adalah ayah saya."
"Maaf, ya Paman. Membuat Paman terkejut seperti tadi."
Jimin mengulum senyum. Juhoon terlihat begitu sopan dan terlihat mandiri. Ia tidak tahu bagaimana cara memperkenalkan diri setelah Juhoon berbicara seperti itu.
"Anni-yo, gwaenchana." Jimin mengelus kepala Juhoon dengan penuh kelembutan. "Paman tidak apa-apa. Jangan meminta maaf karena kau tidak melakukan kesalahan, okay?"
Buntalan berpipi gembul itu hanya mengangguk dan tersenyum lebar. Manis sekali. Anak kecil yang tidak berdosa, bagaimana ia bisa membuat Aeri mengerti tentang Juhoon, jika memang dia adalah anak Jimin?
"Jimin-ah."
Sekejap lamunan pria itu terbuyar ketika mendapati sang istri memeluknya dari belakang. Harum citrus menguar karena gadisnya sepertinya baru saja selesai mandi.
"Aku sangaaat tidak sabar untuk ke Paris besok. Pun aku tidak menyangka jika kau masih ingat waktu itu yang bahkan sudah kulupakan."
Jimin tersenyum, diraihnya tangan kanan Aeri yang tengah memeluknya. kecupan demi kecupan ia daratkan pada punggung tangan sang puan. Manik pun bersemuka saling pandang berkoalisi.
"Aeri." Genggamannya pada Aeri pun tak lepas ketika Jimin membalikkan badan, digesekkannya punggung tangan sang istri di pipinya. "Aku juga tidak sabar memiliki anak denganmu."
Blush...
Meronalah pipi Aeri. Sang puan itu menunduk jengah. Aeri biasanya tidak pernah malu-malu seperti ini untuk hal apapun sekalipun hal yang vulgar yang dibahas, tapi Jimin memang pandai membuatnya merona seperti dulu.
Padahal Yoongi juga sering melakukan afeksi khusus terhadapnya walaupun ia selalu menganggap Yoongi seperti kakaknya sendiri. Pria itu padahal punya istri.
Ngomong-ngomong tentang Yoongi, Aeri jadi teringat pria itu mengatakan bahwa ia selalu menyembunyikan Sera, sang istri karena ada hubungannya ia dengan Jimin. Tapi ia belum dapat penjelasan karena tiba-tiba Yoongi mendadak pergi setelah mendapat telepon dari seseorang. Mungkin ia bisa memberitahu apa yang dipikirkannya ini pada Jimin.
"Jimin, kau tahu Yoongi?"
Raut wajah Jimin berubah masam karena Aeri tiba-tiba menanyakan pria lain. Apalagi itu Yoongi, yang katanya adalah sahabat sang istri.
"Tidak perlu cemburu." Aeri melayangkan cubitan gemas pada kedua pipi Jimin yang memang lumayan berisi. "Kau pasti tidak tahu kan, jika sahabatku itu sudah menikah sejak lama. Jadi kita memang tidak pernah mempunyai hubungan khusus."
Reaksi terkejut Jimin seperti yang diduga Aeri, perempuan itu lalu melanjutkan bicaranya. "Pernikahannya memang secara tertutup, aku bahkan kesal karena aku juga tidak diundang. Tapi masalahnya, aku juga tak pernah tahu bagaimana istri Yoongi. Bahkan ia mengatakan karena itu hubungannya dengan kita."
Pun Jimin terkejut dua kali, mereka terdiam saling memandang hingga embusan angin tiba-tiba menjadi agak besar hingga surai panjang Aeri yang terjuntai melambai-lambai, dan surai Jimin pun ikut terusak karenanya. Suasana di balkon malam itu berlangsung sunyi karena mereka berkelana dalam pikiran masing-masing.
***
"Jimin, kita sudah membawanya semuanya 'kan? Tidak ada yang tertinggal?"
Jimin tersenyum kecil, ia sangat gemas melihat tatapan Aeri yang sangat polos itu. Padahal mereka sudah berada di bandara, dan Aeri masih memusingkan hal sepele seperti ini.
"Jika ada sesuatu yang tertinggal, kita bisa beli disana, Sayang."
Pembicaraan mereka pun terhenti ketika suara announcement terdengar.
"Sekarang, kita akan pergi bulan madu. Tidak perlu pikirkan yang kemarin, aku hanya ingin menikmati waktu bersamamu. Okay?"
Jimin memeluk posesif Aeri lalu berbisik mesra, dan berjalan beriringan. Aeri tersenyum malu tapi juga mengangguk. Astaga ... mereka seperti remaja yang baru menjalin hubungan. Itu membuat Jimin pun merasa gemas, segera saja dikecupnya bibir sang istri tanpa tahu mereka jadi sorotan orang-orang yang berlalu lalang dan menatap iri.
***
Iris mata sang puan menatap tajam si lelaki. Mereka tengah berada di kediaman si wanita, lalu beradu mulut di ruang tamu. Tidak ada suasana yang baik dalam situasi tegang seperti ini.
"Oh, bajingan. Apa yang kau inginkan sampai datang kemari?"
"Atas dasar apa kau menghinaku seperti itu? Kau tahu, kau sama sepertiku, mengapa tidak bercermin dengan dirimu sendiri?" Pria itu sangat tenang membalas sengitan sang wanita.
Ini pertama kalinya mereka bertemu pandang, tetapi si pria sudah seperti mengenal sang wanita bertahun- tahun. Pun si wanita seperti sudah membenci si pria dalam pertemuan pertama kalinya.
"Kau ingin menghancurkanku? Itu tidak akan terjadi. Karena apa, karena aku memiliki sebuah kartu as untuk memilikinya."
"Oh, ya? Apa kau habis melakukan kencan lagi dengan pria itu? Atau malah dengan yang lain?" Si pria tersenyum miring.
Sang wanita terkekeh sinis. "Tentu saja dengan pria yang menikah dengan gadis yang kau lindungi setengah mati. Aku akan mendapatkannya, jangan mencampuri urusanku."
Pria itu masih menyeringai. Dia merogoh saku bajunya dan menunjukkan selembar foto. "Apa kau masih belum tahu? Tidak sayangkah, dengan malaikat kecil di perutnya?"
Deg!
Wanita itu menatap sinis kepada si pria. Sekelumit pikiran tentang seseorang yang ia sayangi, membuat perasaannya berkecamuk.
"Apa yang sebenarnya yang kau inginkan?"
"Bukankah sangat jelas? Aku menginginkan untuk kau berhenti juga mencampuri urusan mereka."
Wanita itu mendengkus sebal. Ia bersidekap di depan dada. "Kau tidak usah munafik. Kau juga menginginkan gadis itu bukan? Jangan halangi aku, maka kau bisa mendapatkannya."
"Wow, kau ingin mengorbankan adikmu sendiri? Sungguh, ia harus tahu bahwa kakaknya terobsesi dengan suami orang hingga ia mengorbankan kebahagiaan adiknya untuk kebahagiaan dirinya sendiri."
Seungyeon menatap nyalang. Lalu tersenyum remeh. "Kau bahkan tak mencintainya. Kau menikahinya karena ingin balas dendam karena sakit hati gadis itu kan? Kau pun sama saja. Cih, sebanyak apapun kau melakukannya karena hal itu, kau tidak akan bisa menghentikanku, Yoongi."
"Kau membuat satu kesalahan. Aku tentu bukan pria remeh seperti caramu melihatku. Camkan itu.
Karena sebanyak apapun kau menghalangiku, berarti kau benar-benar menginginkan nyawa bayi yang dikandung adikmu lenyap, bukan? Atau, dua-duanya?"[]
------------------------------------
Triple up!
Hayo, yang percakapan terakhir itu siapa dan siapa? >.<
Sebenernya, book ini ada dua book. Satu disisi Jimin, satu di sisi Yoongi. Tapi, masih kapan-kapan aku publish karena masih banyak yang on going 🤣🤧
Ig. Its.yourscrittlare
September 20, 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top