13
Jimin entah keberapa kali mengungkapkan kekesalannya lewat dengusan sebal. Mencoba ingin menguping pembicaraan antara Aeri, sang istri dan Yoongi. Namun, tampaknya nanti Yoongi malah mengejek kalau-kalau nanti ketahuan, mengatakan dirinya terlalu posesif dan pecemburu. Daripada itu, lebih baik ia mandi, sebelum mereka kembali dari taman belakang rumah.
Membuka baju seraya mengalungkan handuk ditengkuknya, ia melewati ponselnya yang berdering di atas nakas. Jimin mengernyit ketika melihat nomor yang tidak dikenal yang menelepon, dirinya menimbang-nimbang dilema; ingin angkat atau tidak. Jelas saja, ia takut jika telepon ini nanti membawa pengaruh buruk.
"Yeoboseyo..."
***
Yoongi mengamati Aeri yang begitu bersemu. Setelah ia mengatakan bahwa sepertinya mengganggu momen mesra mereka, gadis itu mengelak dan berusaha menyembunyikan rona merah yang kentara di pipinya. Yoongi sebenarnya muak, tetapi ia begitu menyayangi Aeri.
"Aeri...."
"Ne?"
Aeri tak sengaja melihat senyum pilu dari seorang Min Yoongi. Pria yang selalu menampilkan wajah datar khasnya, seseorang yang tak peduli dengan perkataan yang keluar dari mulutnya menyakiti orang lain atau tidak, seseorang yang begitu dingin tapi selama ia mengenalnya. Pria itu sebenarnya orang yang perhatian. Walaupun sekarang ia menyembunyikan wajahnya yang terlihat murung, tapi matanya yang hitam legam tak bisa berbohong.
"Istriku kabur dari rumah," celetuk Yoongi tiba-tiba.
"Mwo?!"
Tentu Aeri kaget bukan kepalang. Apakah ini karena gara-gara Yoongi dan istrinya selalu bertengkar kemarin seperti yang diceritakannya? Namun, ia pun tak tahu, harus menanggapinya seperti apa. Selama ini, ketika ia dengan Jimin bertengkar pun masalah mereka pun tak berujung. Pun ia sama sekali tidak berniat untuk pergi. Karena ia merasa rasa cinta itu sudah kembali dari awal pernikahan, tapi ia menutupinya dengan rasa benci.
Melihat Aeri yang diam, Yoongi melanjutkan perkataannya.
"Ingin dengar sesuatu? Mengapa selama ini aku menyembunyikan Sera darimu."
Yoongi mengamati ekspresi Aeri, ada kata segan yang mampu menahan egonya. Namun yang ia lakukan semuanya malah memburuk. Memburuk untuk kehidupan yang ia jalani. Yoongi bahkan sepertinya tidak mempunyai kesempatan untuk memberi penjelasan terhadap sang istri.
"Karena ini semua berhubungan dengan hubunganmu bersama Jimin."
Lalu Aeri pun, mematung stagnan. Memberi tatapan penuh pertanyaan seperti yang Yoongi duga.
***
Jimin tergesa-gesa menaiki tangga darurat. Seperti layaknya dikejar massa, ia berlarian lalu berhenti di depan meja resepsionis dengan napas tersendat. Ini akibat dari perkataan Seungyeon yang meneleponnya tadi, mengatakan bahwa Juhoon mengalami kecelakaan kecil. Ia langsung bertanya dimana ruangan Juhoon dirawat.
"Ruangan nomor 123, Tuan."
Entah tidak memikirkan yang lain, ia bergegas mandi dan tidak sempat menemui Aeri meminta ijin keluar, meninggalkan istrinya bersama sahabatnya itu.
Oh, iya. Bersama sahabat ya? Jimin mengepalkan tangannya kesal. Ia lupa sekelebat gara-gara hal ini. Kenapa ia meninggalkan istrinya dengan pria lain? Apa yang dilakukannya?
"Jimin, akhirnya kau datang."
Seungyeon memeluk Jimin dengan erat ketika ia membuka pintu ruangan dengan pikiran kemana-mana. Jimin bahkan tak menolak ketika wanita itu memeluknya. Ia malah tertegun, melihat sosok kecil yang manis terduduk dengan selang infus di tangannya. Apalagi buntelan kecil itu membuat hatinya bergetar karena kata-katanya.
"Appa?"
Jimin segera melepaskan pelukan Seungyeon, mengabaikannya lalu segera keluar. Ia tidak tahu mengapa ia malah memilih pergi daripada menemui anaknya. Jelas saja ini salah. Tetapi, benarkah sosok kecil itu anaknya?
"Jimin, Jimin-ah!"
Seungyeon pun ikut keluar dan melihat Jimin duduk termenung di kursi tunggu.
"Kau belum terbiasa ya, dipanggil dengan sebutan seperti itu." Seungyeon ikut duduk disamping Jimin juga menatap ke depan.
Jimin melirik Seungyeon sebentar. "Tentu aku belum terbiasa, karena kau bisa saja membohongiku seperti semalam."
Seungyeon tertawa meremehkan. "Kita bercinta semalam, menghabis waktu dengan semangat dan gairah. Kau menikmatinya, bukan?"
Jimin menggelemetukkan gigi. "Kau yang menjebakku, Seungyeon. Bagaimanapun kau ingin mengambil hatiku meskipun melalui Juhoon, aku hanya akan tetap menganggapnya, tapi aku tidak akan kembali padamu. Aku hanya ingin kau tahu itu, Yeon-ah. Semalam itu adalah kesalahan. Semuanya hanya masa lalu. Jangan membuatku berakhir membencimu."
"Ya, masa lalu. Whatever." Netra Seungyeon menggelap, menahan kebencian yang mendalam. "Apa Aeri tahu tentang hal ini? Mengapa kau tak mempertemukan anak kita dengannya?"
***
Mengapa kau tak mempertemukan anak kita dengannya?
Jimin masuk ke dalam rumah dengan lesu. Apa yang dikatakan Seungyeon itu, tentu ia takkan pernah mempertemukan mereka, karena hubungan ia dan Aeri baru saja terjalin kembali, memperbaiki hubungan mereka setelah delapan bulan menikah.
Karena pikirannya yang melayang kemana-mana, melamun dengan langkah gontai, ia tak menyadari ketika masuk ke dalam kamar. Aeri sedang menatapnya dengan tatapan yang tak terbaca, duduk tenang di pinggir ranjang.
"Jimin-ah, sepertinya kau sangat lelah sampai tidak melihatku."
Baru saat itu Jimin mendongakkan kepalanya, melihat Aeri menghampirinya dan membantu melepaskan jas kerja-nya. Astaga, Jimin hampir lupa. Ia sempat-sempatnya mengabaikan keberadaannya dengan melamun terus! Bodoh kau, Park Jimin.
"A-ah, mianhae. Memang terlihat rumit urusan kali ini, maka dari itu aku datang ke kantor cepat-cepat tanpa memberitahumu."
Aeri menatap dalam matanya, sembari melepaskan dasi dari kerah sang suami. Wajah Aeri maju, ingin mencium Jimin, tetapi karena mendadak, Jimin memundurkan wajahnya. Hingga Aeri menatapnya kecewa. Lalu berbalik badan setelah melepaskan dasi.
Bodoh yang kedua kalinya, Park Jimin. Mengapa kau menolak ciuman istrimu sendiri?
Jimin menarik badan Aeri yang ingin menjauh hingga punggung gadis itu menabrak dadanya. Dagunya menumpu pada bahu gadis itu, bibirnya mengecup pundak Aeri yang terbuka karena Aeri memakai piyama dress tali tipis.
"Apakah ini cara tarik ulurmu Tuan Park?"
"Mianhae, aku tak bermaksud menolak. Tadinya aku terkejut karena ternyata istriku juga agresif." Jimin menundukkan badan sang istri menciumi belakang punggungnya dengan lembut.
"Mm, Jimin, kau harus mandi dulu."
Jimin tak menghiraukannya, ia malah meninggalkan bekas keunguan yang begitu kentara di punggung sang istri tercinta. Wajah Aeri berubah memerah, ketika merasakan benda kenyal nan tak bertulang itu menari-nari di punggungnya, sehingga ia mengigit bibir bawahnya, menahan desah.
"Jimin, uhm, kau ... tidak mendengarkanku huh? Ah!" Aeri mendongakkan kepalanya, ketika tangan pria itu meremas gemas dadanya.
"Akan lebih baik jika kau mandi bersamaku."
"Hh, tapi aku sudah mandi Jimin. Eung, jangan lakukan itu!"
Jimin meniup telinga Aeri dan berbisik, tangannya masih bergerilya kemana-mana, "Oh, maaf Nyonya Park."
Lalu Jimin membawa dagu sang istri untuk menghadap ke wajahnya lalu menciumnya dengan lembut dan penuh kasih. Sebanyak perasaan cintanya kepada Aeri, Jimin menyalurkannya melalui ciuman itu.
"Aeri-ya, dalam keadaan apapun, aku ingin kau selalu percaya padaku." Jimin mengucapkannya dalam hati.[]
Ig. Itsyour.scrittlare
Mei 15, 2019.
On revisi
September 20, 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top