12
Jimin mengerang frustrasi di dalam mobil. Pikirannya melayang entah kemana, seakan sisi gelapnya datang kembali, air matanya turun tanpa perintah. Alih-alih mengebut, justru ia mengendarai mobilnya pelan sekali karena matanya memburam oleh genangan air mata yang menumpuk di pelupuk.
Wanita sialan!
Jimin mengumpat pelan, ia memegang stir-nya dengan kencang, lalu membelokkan mobilnya dan masuk ke dalam basement apartemennya ketika ia sampai. Kekacauan yang terjadi hari ini, ia harap adalah terakhir kalinya. Jimin tahu, kesalahannya sudah terlanjur terjadi. Bahkan untuk menatap wajah Aeri rasanya ia tidak sanggup, ia masih termenung di dalam mobil, kendati mesin mobil sudah ia matikan.
Menarik napas dalam-dalam, lalu ia menghembuskannya dengan perlahan. Begitulah yang dilakukan Jimin saat ini. Mungkin jika kalian mengetahui apa yang Jimin lakukan bersama Seungyeon, kalian akan mengutuk mereka. Terlebih-lebih dengan kebodohan Jimin yang terlalu percaya dengan si licik Seungyeon yang memang tak akan ada habisnya untuk mendapatkan Jimin bagaimanapun caranya. Apalagi mempunyai Juhoon sebagai senjata yang ampuh untuk meluluhkan pria itu.
Bukankah Jimin terlalu bodoh, untuk mempercayai Seungyeon sebanyak yang ia lakukan seperti sebelumnya?
Jimin mengembuskan napas lelah, setelah memikirkan lamunan panjang sampai akhirnya ia berada di depan pintu apartemen, ia dengan ragu memencet password yang merupakan tanggal lahirnya.
Keadaan hening dan temaram yang ia dapatkan setelah masuk, membuatnya mengembuskan napas lelahnya, lagi. Kau, suami yang buruk, Jimin, makinya dalam hati.
Padahal, lusa mereka akan terbang ke Paris untuk berlibur. Tapi, Jimin menghancurkan kencan pertama mereka setelah sekian lama menikah. Aeri memberinya kesempatan, tapi akankah gadis itu akan memaafkannya untuk kesekian kalinya?
Jimin mendekap Aeri, yang sedang tidur membelakanginya. Di balik selimutnya, Jimin menyingkirkannya, lalu mencium tengkuk sang istri; merapalkan beribu-ribu maaf walaupun ia yakin gadis itu tak akan mendengarnya.
Sekali lagi, pun sudah berulang kali.
"Maafkan aku, Aeri."
***
Pagi itu pasutriㅡJimin dan Aeri, sedikit berubah, sedikit lebih berwarna. Yang biasanya, Jimin yang setiap bangun hanya disuguhi benda mati bernama guling, sekarang adalah badan sang istri yang menghangatkan. Tentu saja, semalam Jimin tertidur dengan memeluk Aeri karena rasa penyesalannya.
Hari adalah weekend. Biasanya hari weekend, Aeri menyiapkan sarapan, membersihkan rumah, lalu pergi, dan Jimin akan pergi ke kantor sekedar mengecek pekerjaan bawahan padahal ia libur. Namun sekarang, mereka masih terlalu nyenyak untuk sekedar bangun. Berpelukan seakan tidak ingin saling meninggalkan.
Sejujurnya, Aeri sudah terbangun daritadi. Ia tidak tahu, jika malam kemarin Jimin sudah pulang dan malah tidur disini. Ia tersenyum diam-diam. Padahal, tadinya ia ingin bangun pagi dan beranjak ke dapur seperti biasa, namun Jimin memeluknya terlalu erat. Jadi ia tidak ingin membangunkannya. Ia suka momen seperti ini. Karena mereka sudah berbaikan, Aeri akan membuka hatinya kendati masih membatasi diri agar tidak jatuh lagi untuk kedua kalinya.
Karena dipeluk erat, Aeri jadi bisa merasakan bisep kokoh dan perut kotak Jimin yang sudah terbentuk sudah lama. Ia mencoba menyelinapkan tangannya ke dalam kaos Jimin, mengusapnya dengan pelan. Ia meneguk ludahnya susah payah, apakah ini rasanya menyentuhnya? Sudah lama Aeri hanya memandang tanpa menyentuh ketika pria itu membuka baju.
"Apa yang kau lakukan Aeri?" Suara raspy milik Jimin membuyarkan lamunan Aeri. Aeri tak tahu jika ia tak sadar terus mengusap bongkahan cokelat yang selalu dikagumi banyak wanita dan bahkan banyak yang ingin menyentuhnya. Termasuk Han Seungyeon tentunyaㅡwanita itu pasti sudah pernah melakukannya. Sialan.
"Membangunkan tidurmu?" Aeri memandang netra Jimin yang menatapnya sayu.
Jimin mendeham berat. "Bukan tidurku saja, Aeri. Tapi juga little Park."
Aeri bersemu merona, tapi tangannya masih berada didalam kaos Jimin, tapi ia sudah menghentikan aktifitasnya tadi. "Oh ya?" Ia lalu dengan naluri hati, memasukkan tangannya ke dalam celana Jimin.
"Argh!" Jimin membelalakkan matanya, menatap Aeri yang kini tersenyum tanpa dosa;meremas pelan benda pusaka berharganya. "Aeri...,"
"Ups, tidak sengaja."
Aeri masih mempertahankan senyum tak berdosanya. Ia sendiri sebenarnya masih takut, tapi ia benar-benar ingin menghapus apa yang dulu pernah membekas pada tubuh suaminya. Pasti wanita itu pernah merasakan keseksian suaminya ini. Rasa tak terima itu tentu saja masih ada.
"Aeri-ya." Aeri sudah melepaskan tangannya dari sana, karena ia saja sudah merasakan pipinya memanas. Jimin pandangannya berkabut, memandangnya penuh makna. Aeri tentu saja tahu, kebutuhan biologis Jimin sudah tidak pernah tersentuhㅡmungkin, ketika mereka sudah menikah. Dan yang ia duga pun terjadi ketika ia ingin beranjak tapi Jimin sudah membantingnya pelan, ke ranjang. Jimin merangkak, setengah menindihinya, "Mau melarikan diri? Setelah apa yang kau lakukan padaku hm?"
Aeri menyusuri dada Jimin yang terbalut piyama dengan jari telunjuknya. "Hanya ... ingin tahu, seberapa besar milikmu." Lalu tersenyum jahil.
Jimin menggeram, ia jadi ingin merasakan bagaimana ekspresi Aeri ketika berada di bawah kukungannya. Apakah Aeri agresif atau tidak. Pikiran itu jadi melalang buana ke arah yang kotor. "Ingin ... merasakannya?"
Mata mereka saling bersirobok, berisyarat tanpa mengeluarkan isi kepala mereka dengan gamblang. Yang memang tak harus, karena sekarang Jimin sudah memagut bibir sang terkasih penuh damba. Memberi gigitan-gigitan kecil pada bibir bawah gadis itu, dan mengulumnya pelan. Tubuh Aeri meremang tatkala jemari mungil Jimin menelusuri paha dalamnya. Apalagi suara raspy Jimin membisik halus dan mengalun seksi di telinganya. "Ayo, kita mulai."
***
Nafas Aeri masih terengah, ketika Jimin menarik keluar gaun tidurnya melalui kepala, menyisakan satu-satunya kain tipis yang menutupi pusat tubuhnya. Dan Aeri tak tahu betapa semenggairahkan ini Jimin ketika melepas pakaiannya, menyisakan piyama bawah-nya.
Jimin kembali menindihi Aeri, mengecup bibirnya dengan lumatan yang lembut. Jimin tahu ia sangat brengsek, persetan dengan apa yang dilakukannya semalam, selamanya apapun yang ada pada dirinya hanya milik Aeri.
Telapak tangannya perlahan menuju dada Aeri, yang terasa lebih besar dari genggamannya. Meremasnya dengan pelan, membuat Aeri melepas pagutan mereka dan melenguh. Tangannya meremas bahu Jimin sebagai pelampiasan. Jimin mengecup belakang telinga Aeri lalu merunduk membawa bibirnya menyesap leher Aeri dengan lembut, memulai penandaan. Kecupan dan hisapan Jimin membuat tubuh Aeri semakin bergetar dan nyaris hilang akal.
"Engh, Jim..."
Jimin menggerakan kembali tangannya, meraba-raba kepunyaan Aeri yang masih terbalut kain tipis. Aeri terus melenguh tatkala rahangnya dihisap kuat oleh Jimin, begitu sampai perpotongan dagu dan menuju tulang selangka. Ia meremas surai Jimin dengan gemas dan tak terkendali ketika bibir mencapai puncak dadanya, mengulumnya penuh.
Hingga pada saat itu nyaris mereka melakukan seperti yang mereka inginkan, tapi bunyi bel seakan menjadi tersangka, kekesalan Jimin tentu begitu kentara.
"Aku akan mengutuk siapapun yang menganggu kita pagi ini."[]
Apa-apaan ini kok cuman setengah?☺🤣 Ya jelas, tidak semudah itu ferguso 🌚🌚🌚
Ig.its.yourscrittlare
Maret 5, 2019.
Revisi,
September 20, 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top