11
Jimin memutuskan untuk cuti, mengiyakan ajakan Aeri tentang untuk liburan untuk mereka. Ya, sebenarnya untuk honeymoonㅡjika mengingat mereka tidak pernah melakukan hubungan intim selain ciuman dan pelukan untuk saat ini. Entahlah, Jimin hanya saja tidak ingin masa lalu mulai mendatanginya lagi dengan masalah besar seperti yang dikatakan Yoongi.
Wait, Jimin. Apakah kau membenarkan perkataan Yoongi jika masa lalumu mengandung anakmu, huh?
Jimin bahkan tak tahu jika saat diskusi rapat sekaligus makan siang di luar perusahaan dengan klien, dia menemukan sosok Seungyeon. Ia duduk sendiri sambil mengenyam makanan di hadapannya. Namun, wajah cantik itu masih tidak berubah sedikitpun, malahan wanita itu terlihat lebih elegan.
Setelah rapat itu selesai, Jimin berbincang-bincang dengan klien dan sekaligus untuk penutup makan siang. Jimin membungkuk hormat, ketika klien-kliennya pergi, dan mengucapkan terima kasih.
"Bu-sajang, aku harap, kontrak dengan klien-klien tadi, projek kita berjalan dengan lancar. Karena itu aku menyerahkan padamu sepenuhnya."
"Algesseumnida, daepyo-nim." Kang Shinjiㅡsebagai tangan kanan Jimin membungkuk hormat dan berpamitan pergi karena Jimin masih ingin berada disiniㅡtentu menyelidiki wanita yang ia lihat tadi, benar-benar Seungyeon atau bukan. Namun, ketika melihat kembali, meja itu sudah ditempati orang yang berbeda. Apakah tadi ia, sempat berhalusinasi?
"Senang bertemu denganmu kembali, Jimin-ah."
Suara ini, suara yang masih familier dalam pendengarannya. Jelas ia menengok ke arah sumber suara, dan manik teduhnya bertubrukan dengan mata wanita si masa laluㅡsiapa lagi jika bukan Han Seungyeon.
"Mencariku, Jimin?"
***
Kini Aeri sudah jarang menemui sahabat pucatnya, Min Yoongi. Entahlah, pria itu pernah bilang bahwa sempat bertengkar dengan istrinya. Bahkan gadis itu tak tahu, jika Yoongi pernah bertemu dengan suaminya, Jimin.
Ngomong-ngomong tentang Jimin, Jimin sudah memutuskan untuk cuti besok. Dirinya pun sudah liburan setelah ujian. Alangkah senangnya, ia bisa mewujudkan impiannya untuk liburan ke Paris. Ya, Jimin sudah memutuskan untuk mengajaknya ke Paris ketimbang Maldives. Walaupun Maldives tempatnya bagus, alangkah senangnya jika ia mewujudkan impian Aeri dulu. O-oh, manis sekali.
Hari ini, Jimin belum pulang. Jimin sudah berpesan, ia akan pulang lebih awal untuk mengajaknya berkencan, sebelum akhirnya mereka berangkat untuk liburan. Hitung-hitung kencan pertama, untuk sekarang.
Entahlah, Aeri hanya bisa berharap, hubungan mereka lebih membaik kedepannya. Walaupun dirinya juga belum bisa menerima hati Jimin seutuhnya.
Tak lama, ponselnya tiba-tiba berdering.
Husband Park
Chagiya, kencannya lain
kali saja dulu, ya? Kita
bisa berkencan selama
di Paris. Maafkan aku. Ada meeting mendadak dengan klien.
Dengan voice note sebagai pelengkap, "So Sorry, baby."
Aeri hanya mendecak. Kelakuan Jimin memang tak berubah, dari dulu. Pria itu memang suka ingkar janji dan mengganti kencan mereka di lain hari. Dengan perasaan sebal, Aeri menonton drama di tv sebagai pelengkap harinya setelah membersihkan diri.
***
"Bagaimana kabarmu, Tuan Park? Sudah lima tahun lewat tujuh bulan kita tidak bertemu."
Jimin memberi senyum tipis. Wanita didepannya memang tidak berubah, wanita tipe idealnya dulu, tapi sekarang ia hanya mencintai Aeri. Itu sudah cukup.
"Kau menghitungnya dengan bagus, Yeon-ah."
Seungyeon tertawa renyah. "Tentu saja, aku harus mengingat bahwa pria di depanku ini sudah selama itu meninggalkan kami dan tak pernah kembali."
"Apa yang kau maksud? Aku sudah lebih baik sekarang, setelah menikah dengan Aeri." Jimin menekan kalimat akhirnya, dengan raut tenang. Seungyeon, dia pun menanggapinya dengan senyuman lembut.
"Oh, ya? Apa kau pura-pura tidak tahu tentang masa lalu yang pernah kau lakukan bersamaku? Tentu dengan baik kukatakan." Senyum lembut itu berubah menjadi seringaian kecil.
"Kau tidak ingin bertemu anakmu?"
Jimin tertegun. "M-mwo?"
Pria itu tercekat. Pikirannya memutar kembali pembicaraannya dengan Yoongi tempo hari jika Seungyeon mengandung anaknya.
"Tidak ingat?" Seungyeon terkekeh tajam. "Oh, tentu. Kau mabuk berat hingga tak mengingat jika kau meniduriku untuk kedua kalinya."
"Jangan ucapkan omong kosong, Yeon!" Jimin sedikit meninggikan suaranya, begitupun sampai pengunjung yang lain melihat mereka berdua. Ia pun sedikit menetralkan emosi, lalu menarik Seungyeon keluar. Jimin membawa Seungyeon masuk ke dalam mobilnya.
"Jangan membual, katakan yang sebenarnya. Apa maksudmu tentang aku menidurimu? Kau ingin menjebakku lagi, huh?"
Seungyeon menatap marah ke arah Jimin, "Dulu, aku memang berbohong padamu. Dan aku juga memaksamu. Kau, kau menangis tanpa sebab di klub dan mabuk berat! Dan setelah itu ... kau masih tidak ingat?! Kau menghancurkanku dengan bayang-bayang Aeri! Memangnya aku tidak sakit, setelah kau perlakukan aku seperti itu. Kau pergi meninggalkanku tanpa penjelasan dan sekarang ... kau juga tidak percaya padaku?!"
Jimin terdiam sejenak. Ia bahkan tak tahu ia akan percaya pada vokal-vokal yang terlontar dari Seungyeon. Wanita itu terlalu abu-abu untuk dipercaya. "Lalu, dimana ia? Dia bahkan tidak bersamamu."
Seungyeon melunak, matanya sedikit berkaca-kaca. "Dia berada di rumah, Park. Kau tahu, dia sangat tampan, sepertimu."
Benarkah? Hati Jimin terenyuh. Apakah, ia benar-benar mempunyai anak? Bahkan untuk mencerna semua ini saja dirinya masih perlu waktu.
"Jimin, kau tidak percaya?" Tangan Seungyeon terulur, memegang pipi Jimin agar menatap ke arahnya. "Iya, dia anak kita, kau tidak ingin melihatnya?"
"Semuanya terlalu semu untuk kupercayai, Yeon." Jimin tersenyum sendu, pikirnya dilema. Bahkan untuk saat ini, pikiran akan kencan bersama Aeri pun hilang begitu saja entah kemana. Semua pikirannya tersita hanya pada Seungyeon dan ... anak mereka.
"Kau ingin melihatnya? Dia juga mempunyai eyesmile yang cantik sepertimu."
Jimin menatap lurus Seungyeon, "Kalau begituㅡtunjukkan padaku."
***
Jimin mengedarkan pandangannya ke semua sudut apartemen yang ditinggali Seungyeon. Minimalis, dan tampak eleganㅡseperti pemiliknya, jika hanya ditinggali untuk dua orang. Tapi mengapa terlihat sepi?
"Dimana ... anakku, Yeon?" Jimin tak menemukan tanda-tanda anak kecil atau bocah yang berusia kurang lebih lima tahunan di ruangan ini. Apakah Seungyeon berbohong?
"Anak kita, Jimin-ah," ralat Seungyeon, dia membawakan sebuah jus alpukat segar di atas nampan ketika ia keluar dari pantry. "Aku habis menelepon supirku jika dia sedang di rumah adikku."
"Adikmu? Kau tidak bohong kan?"
Seungyeon terkekeh. "Bukankah aku pernah mengatakan padamu jika aku mempunyai adik? Aku menitipkan anakku padanya sewaktu aku bekerja seperti sekarangㅡAku tidak pernah berbohong untuk anak kita, Jimin."
"Kau menitipkan anakku pada adikmu? Mengapa kalian tidak bersama saja jika kalian berdua tinggal di apartemen sendiri?"
Jimin menggelengkan kepala tak habis pikir. Wanita ituㅡ Seungyeon memberikan jus alpukatnya pada Jimin, lalu duduk disamping pria itu, dan tersenyum manis. "Anak kita bernama Juhoon, Jimin. Lagipula adikku sudah menikah, jadi aku berinisiatif tinggal berdua saja."
"Juhoon?" Jimin sembari meminum jus yang diberikan Seungyeon, ia memikirkan nama itu, beberapa kali kerap diucapkan oleh Aeri kalau tidak salah. Mungkin itu hanya pendengarannya yang merasa nama itu begitu familier.
"Iya, lagipula apartemen ini bisa menjadi untuk tempat tinggal kita bertiga."
Jimin meletakkan gelas jus itu yang tinggal setengah ke meja, lalu menghadap ke Seungyeon. "Aku tidak bisa, Yeon-ah. Jika benar Juhoon anakku, aku mungkin bisa mempertimbangkannya dengan membiayai hidupnya tapi tidak untuk tinggal bersama."
Raut wajah Seungyeon berubah masam. Ia terkekeh sinting, "Masih karena AeriㅡAah, apa dia sudah menghasilkan keturunan untukmu? Haha, kuyakin belum."
Jimin merasakan panas dan ingin meledak, apalagi mendengar ujaran Seungyeon tentang Aeri yang belum mengandung anaknya. Well, selama ini mereka tidak bersama karena wanita di hadapannya, namun Jimin pun menghargai keinginan Aeri karena gadis itu masih kuliah.
Bahu Seungyeon terdorong ke ujung sofa, maniknya menyelami manik Jimin yang kelam dan berkabut. Seungyeon tersenyum miring. "Jangan katakan apapun tentang istriku, Yeon-ah!"
"Apa? Kau ingin menerkamku?" masih tersenyum miring. Oh shit, lagi-lagi Jimin terjebak. Ternyata wanita ini meletakkan obat perangsang ke dalam minumannya.
"Aku akan pulang." Jimin merenggangkan dasinya lalu menjauhkan diri dari badan Seungyeon. Ia mengambil kunci mobilnya di meja sebelum keluar.
"Tidak akan bisa, Jim." Seungyeon menghadang Jimin, ia melepaskan cardigan yang menutupi badannya yang hanya terbalut gaun merah terang dengan tali sepaghetti. "Kunci pintu ada padaku."
Lalu wanita itu dengan sintingnya, menjatuhkan kunci ke dalam gaunnya. Tentu di area dadanya yang kini ia perlihatkan pada Jimin yang menatapnya tak percayaㅡdengan sedikit sorotan penuh gairah.
"Kau gila, Yeon."
"Ambil saja jika ingin pulang." Seringaian Seungyeon melebar. Lantas Jimin mendekat, dengan kedua tangannya yang meremas pinggang Seungyeon dengan sensual, Jimin mencium bibir Seungyeon, dan merangkum wanita itu di dinding dengan ciuman gairahnya.[]
---------------------
Apa yang akan terjadi selanjutnya?🙂
"Sok imoet law."ㅡAuthor
"Juhoon-ie, anak siapa sih kok kiyowooo?"ㅡAuthor
"Anak Jiminie appa hehe. Eomma bilang Jimin Appa adalah ayah kandungku. Maka dari itu aku imut, seperti appa."
"Nahloh Jim🌚🌚"
Happy New Year 2019 yha kawannn.🎉🎉 Mianhae telat 3h3
Ig. Its.yourscrittlare
January 02, 2019.
On revision.
Agustus 15, 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top