Tak Banyak Bicara

"There's a message in the way a man treats you. Just listen." - r. h. sin

Kevin Raditya, Pria yang kini singgah di hati Arisa. Sosok yang pendiam dan tak banyak bicara. Namun tegas sekaligus hangat. Apalagi jika dia begitu perhatian pada Arisa. Wanita yang ada di hatinya kini.

Sosok pendiam dan tak banyak bicara seorang Kevin bukan berarti dia tidak perhatian. Bukan juga dia tak menunjukkan bahwa dia cemburu. Sering kali dia tegaskan rasa cemburu nya itu dengan tatapan tajam. Bahkan, sekali pun dia tak banyak bicara, tapi begitu dia marah dan cemburu. Terlontar lah kata-kata yang cukup tegas menjelaskan bahwa dia marah atau cemburu.

Arisa masih ingat dengan kejadian itu. Di saat Kevin mengajaknya bertemu dengan teman-teman gerejanya. Yang kebanyakan pria. Gadis itu langsung akrab dengan mereka. Sosok Arisa memang mudah akrab dengan siapa pun. Siapa yang tidak akan suka pada Arisa? Gadis cantik, supel, murah senyum dan baik hati. Begitulah sedikit tentang seorang Arisa Pramudya. Dan ketika gadis itu begitu akrab dengan teman-teman Kevin, tanpa sadar pria itu tidak menyukai pemandangan yang dia lihat. Langsung saja dia tiba-tiba memegang erat lengan Arisa yang membuat gadis itu menoleh dan menatap mata Kevin. Pria itu tanpa bicara menatap tajam kedua mata gadis itu. Tanpa harus penjelasan, Arisa paham kalau Kevin sedang marah dan cemburu. Gadis itu tersenyum kemudian menjaga jarak dengan teman-teman gereja pria itu.

“Maaf tadi aku cemburu melihat kamu begitu akrab dengan teman-temanku”

Kevin, dia selalu minta maaf setiap kali cemburu pada Arisa dan tak pernah malu mengakui kalau dirinya cemburu. Tegas dan jujur. Itu lah yang di sukai Arisa.

“Enggak apa-apa kok. Aku paham. Justru aku yang seharusnya minta maaf. Terima kasih ya sudah cemburu sama aku.” jawab Arisa tersenyum dan sedikit menggoda Kevin.

“Jadi  kamu sengaja ya buat aku cemburu?”

“Kalau iya emang kenapa? Kamu mau marah sama aku?”

“Arisa! Kamu tahu betul aku tidak bisa marah sama kamu!”

Gadis itu hanya tertawa kecil mendengar perkataan Kevin. Pria itu biar pun misterius, pendiam dan tak banyak bicara. Tapi cukup mudah untuk masuk dalam perangkap seorang Arisa Pramudya.

Pernah juga kejadian saat itu Arisa tidak menghubungi Kevin seharian. Lantaran gadis itu lupa. Dia sedang pergi ke Bandung bersama teman-temannya. Ponselnya ketinggalan. Dan sebelum berangkat Arisa benar-benar lupa untuk mengabari Kevin. Baru setelah dia pulang menuju Jakarta, teringat dia belum mengabari pria itu. Langsung saja gadis itu ke rumah Kevin sesampai nya di Jakarta. Dan tentu saja Kevin marah besar. Namun marah nya seorang Kevin adalah sikap diam yang menyakitkan. Tapi bukan Arisa namanya kalau tidak bisa membuat pria itu berbicara.

“Sayang, aku benar-benar minta maaf ya. Aku beneran lupa kabarin kamu. Aku juga lupa minta izin sama kamu kalau aku mau pergi ke bandung sama teman-teman aku.”

Arisa memulai semua alasannya untuk meminta maaf kepada Kevin. Dan pria itu hanya diam saja. tatapannya datar membuat gadis itu semakin resah.

“Sayang, yauda kalau kamu enggak mau maafin aku. Enggak apa-apa. Aku sadar aku salah,” Arisa mulai sesenggukan menahan tangis. “Kalau memang tidak bisa di maafkan…”

“Arisa…” Kevin tiba-tiba berbicara. Pria itu ternyata tidak tahan melihat Arisa mulai menangis. Dan gadis itu sepertinya sungguh berhasil membuat Kevin bicara.

“Aku tidak akan mengekangmu. Kamu juga tidak perlu minta izinku. Terserah kemana pun kamu pergi. Bersama siapa. Tapi tolong, jangan sampai tidak mengabariku seperti ini lagi. Kamu tahu? Sehari saja aku tidak tahu kabarmu, keadaanmu, keberadaanmu, rasanya seperti aku sedang memohon kepada Tuhan dan DIA tak kunjung membalas doa ku.”

Sekali lagi, Kevin menegaskan dengan caranya. Dan Arisa menjadi semakin jatuh hati pada pria itu. Gadis itu berniat menggodanya, tapi dia urungkan niat itu. Kevin terlihat serius dan terlukis jelas di wajahnya sedang tak ingin digoda oleh siapa pun apalagi Arisa. Akhirnya gadis itu hanya tersenyum dan menatap pria itu. Kevin memang menyenangkan untuk di goda. Tapi jika dia sedang marah, sebaiknya jangan mencoba untuk menggodanya. Arisa paham, jika pria itu sedang emosi “rasa perhatian” lah sesuatu yang bisa meredam api di hatinya. Apalagi jika itu “rasa perhatian” dari dirinya.

♦♦♦♦♦

Hari minggu pagi, Arisa bersiap-siap untuk ke Kathedral menemui Kevin yang akan mengikuti Misa jam 9 pagi. Tadi pria itu sudah mengirimkan pesan kalau dia di suruh datang agak siang.

Arisa berniat menceritakan semuanya pada Kevin hari ini. tentang apa yang dia pikirkan beberapa hari lalu. Kenangan cinta pertamanya pada seseorang yang bernama Jonatan Rafael.

Hati gadis itu agak sedikit resah. Mengingat Jonatan satu gereja dengan Kevin. Pikirannya berkecamuk. Bagaimana kalau ternyata mereka saling kenal? Bagaimana kalau ternyata sebenarnya Kevin sudah tahu tentang Jonatan Rafael? Bagaimana jika tiba-tiba dia dan Kevin tidak sengaja bertemu dengan Jonatan hari ini di gereja? Tapi Arisa mencoba menepis semua pikiran-pikiran itu.
Gadis itu meyakinkan dirinya sendiri, kalau sudah dua tahun berlalu, di antara Kathedral dan Istiqlal, dia tak pernah sekali pun bertemu dengan Jonatan Rafael. “Tenang Arisa, kamu tidak akan bertemu Jonatan hari ini. Jika memang Tuhan ingin mempertemukan kamu sama dia, kenapa tidak selama dua tahun ini kalian di pertemukan?” ujarnya dalam hati.

Arisa pun menuju meja makan untuk sarapan setelah bersiap-siap. Dia melihat bunda nya sedang merapihkan meja makan.

“Selamat pagi bunda sayang.” gadis itu menyapa ibunya dengan lembut dan di akhiri dengan kecupan manis di pipi wanita paruh baya itu.

“Selamat pagi Arisa sayang anaknya bunda.” balas bunda yang di akhiri dengan senyuman manis untuk putri semata wayangnya itu.

“Kamu mau pergi Sa? Ada acara lagi sama Nirma?”

Gadis itu menatap ibunya sejenak. Dia belum memberitahu ibunya soal Kevin. Dan ibunya memang selama ini belum tahu kalau dirinya berpacaran dengan seseorang yang berbeda keyakinan.

“Iya bunda. Aku ada acara lagi sama Nirma.” jawab Arisa berbohong. Jelas ini bukan keinginan gadis itu. Berbohong kepada ibunya sendiri.

Kevin jika mengetahui hal ini, dia pasti akan marah. Yang pria itu tahu selama ini Arisa selalu minta izin pada ibunya untuk menemui dirinya di gereja. Dan pria itu juga tidak mengetahui bahwa gadis itu belum cerita kepada keluarganya tentang dirinya. Ibunya arisa hanya tahu bahwa gadis itu pergi dengan Nirma setiap hari minggu pagi.
Nirma memang sahabat yang terbaik. Dia menutup rapat rahasia Arisa yang sebenarnya adalah sebuah Aib. Nirma paham, tak sebaiknya aib sahabatmu di umbar-umbar. Bukan maksud membiarkan, justru gadis itu tak pernah lupa menasihati Arisa untuk jujur kepada Ibunya juga Kevin.

“Hanya Allah yang berhak atas semua rahasia baik di bumi maupun di langit atau pun alam semesta.”

Sebuah kata-kata yang pernah di ucapkan gadis hijab itu, Nirma. Dan Arisa semakin merasa bersalah mengingatnya.

“Bunda, Arisa sudah selesai sarapannya. Mau berangkat dulu ya!” gadis itu pamitan pada ibunya kemudian mencium punggung tangan dan kedua pipi wanita paruh baya itu.

“Assalamualaikum, bunda.”

“Wa’alaikumussalam, putri bunda tersayang. Hati-hati ya di jalan. Salam buat Nirma.”

“Iya bunda. Arisa pamit dulu ya.”

“Oh iya bilangin Nirma, kapan main ke rumah lagi? Nanti bunda buatin makanan kesukaan dia.”

“Iya bunda iya. Nanti Arisa sampaikan ke Nirma. Yauda aku pergi dulu ya bunda.”

Dan gadis itu pun akhirnya pergi menuju Stasiun Kota hendak ke Stasiun Juanda kemudian ke Kathedral menemui Kevin. Cuaca mulai mendung saat menuju siang hari. Untungnya gadis itu tidak lupa membawa payung.

Di dalam kereta Arisa menelepon Nirma seperti biasa untuk mengingatkan sahabatnya itu kalau dirinya ke gereja menemui Kevin. Berjaga-jaga seandainya bunda menelpon sahabatnya itu.

“Assalamualaikum, Nirma?”

“Wa’alaikumussalam, iya Arisa ini aku Nirma. Ada apa?”

“Enggak. Cuma mau ingetin aku hari ini ke gereja nemuin Kevin.”

“Oh. Iya iya. Kamu masih belum kasih tahu bunda ya?”

“Belum nir, kamu tahu kan situasiku.”

“Iya. Iya. Aku paham. Tapi sebagai sahabat aku enggak akan bosan nasehatin kamu, Arisa. Bahwa ini salah. Kamu harus jujur.”

“Iya Nirma. Aku ngerti. Aku juga tahu ini salah. Tapi…”

“Yauda sayang enggak apa-apa. Aku paham.”

“Nirma… Terima kasih ya.”

“Iya sama-sama Arisa sayang. Yauda aku tutup dulu ya. Assalamualaikum.”

“Wa’alaikumussalam.”

Mereka akhirnya mengakhiri perbincangan di telepon. Dan kereta yang ditumpangi Arisa akhirnya berhenti di Stasiun Juanda. Gadis itu pun turun dan segera menuju Gereja Kathedral melewati Mesjid Istiqlal yang di sebut-sebut sebagai mesjid terbesar di Asia Tenggara.

Waktu menunjukkan jam setengah sebelas siang. Dan gadis itu baru saja memasuki Gereja Kathedral tepat misa di gereja itu selesai. Arisa langsung menuju taman di samping gereja yang terdapat beberapa bangku taman. Dia duduk di situ sambil menunggu Kevin keluar dari gereja.

“Sayang.. uda nunggu dari tadi?” tanya Kevin ketika dia menghampiri gadis itu yang sedang menunggunya di bangku taman.

“Enggak kok. Baru saja sampai.”

“Kamu bilang ada yang mau di bicarakan?”

“Iya. Kita bicarain di sini aja ya? Sekalian aku nunggu shalat dzuhur nanti di Istiqlal.”

“Yauda kita ngobrol di sini aja. Kamu mau bicarain apa?”

“Ini soal beberapa hari yang lalu.”

“Beberapa hari yang lalu? Oh yang kamu belum siap cerita ke aku?”

“Iya. Ini tentang cinta pertama aku, Jonatan Rafael…...”

Dan Arisa pun memulai ceritanya tentang seorang Jonatan, sosok pria yang pertama kali singgah di hatinya, yang membuat dirinya jatuh pada pandangan pertama. Dia yang membuat gadis itu jatuh cinta untuk pertama kalinya. Sebelum kehadiran seorang, Kevin Raditya. Sosok misterius dan pendiam yang kini singgah di hatinya sebagai cinta yang kedua.

Arisa juga menceritakan bagaimana perpisahan dirinya dengan Jonatan yang menyakitkan. Dia mematahkan hati pria itu. Menolak cintanya karena kebohongan dan amarah. Gadis itu memilih ego nya dari pada mendengar kata hatinya. Memilih untuk mengakhiri semuanya dan tak pernah lagi hadir di kehidupan seorang Jonatan Rafael.

Kevin hanya terdiam. Mendengarkan cerita Arisa. Dia tak berkomentar. Tak menatap gadis itu sama sekali. Meski Kevin memang tak banyak bicara tapi situasi seperti ini membuat Arisa cemas. Hatinya selalu mulai resah jika pria itu tak berkomentar apapun dan tak bicara apapun padanya.

“Jonatan Rafael. Sepertinya aku kenal dengan dia.” Kevin akhirnya berbicara. Dan ucapannya membuat Arisa kaget. Ini yang di pikirkan gadis itu tadi pagi.

“Mungkin. Karena kamu satu gereja dengan dia.”

“Bukan hanya mungkin. Tapi memang aku kenal sama dia.”

Arisa menoleh dan menatap pria itu. Tapi tak di balas oleh Kevin tatapan gadis itu.

“Mulai hari ini. kamu tidak perlu menungguku di sini lagi. kamu tidak perlu datang ke Gereja Kathedral jika hanya untuk menemui aku. Karena aku tidak bisa ambil resiko jika kamu bertemu entah tanpa sengaja atau memang sengaja dengan pria itu. Aku tidak bisa membayangkan jika kamu pada akhirnya berpaling dari aku setelah pertemuan kamu dengannya. Karena sekeras apapun kamu menyangkal, seorang Jonatan Rafael masih ada di hati kamu kan? Arisa?”

Pernyataan Kevin benar-benar mengejutkan Arisa. Untuk pertama kalinya pria itu seperti menuntut kepadanya. Gadis itu paham kalau Kevin takut kehilangannya. Karena memang benar, bahwa sebagian hatinya masih menyimpan kenangan dari sosok Jonatan. Tapi yang tak bisa Arisa pahami, bagaimana Kevin melarangnya untuk datang ke Gereja Kathedral? Bangunan yang sangat Arisa kagumi bahkan jauh sebelum dirinya bertemu dengan cinta pertamanya.

“Baiklah…” ucap Arisa singkat dengan nada kecewa.

Kevin menatap gadis itu yang hanya menunduk setelah jawabannya yang singkat. “Kamu harus paham Arisa. Tak peduli siapa pun itu. Kamu adalah milik aku.” ujarnya dalam hati dan menegaskan pada dirinya sendiri.

“Aku… mau ke Istiqlal dulu ya. Sudah jam 11. Aku mau siap-siap shalat dzuhur.” Arisa kemudian berpamitan pada Kevin.

“Iya. Nanti aku di tempat biasa ya? Sekarang aku masih ada urusan di gereja.”

“Iya.”

Sebenarnya masih ada banyak waktu untuk mereka. Tapi karena gerimis dan Arisa yang sedikit kecewa dengan Kevin. Mereka memutuskan mempersingkat pertemuan siang itu.

Gadis itu pun akhirnya meninggalkan Kevin yang masih duduk di bangku taman. Pria itu sepertinya masih mencoba menjernihkan pikirannya atas cerita dan pengakuan cinta pertama Arisa.

Jika orang beranggapan pacaran jarak jauh adalah pacaran beda kota, beda Negara bahkan beda benua di pisahkan oleh samudera dan waktu. Tapi bagi Arisa, mengetahui perasaan cintanya tertinggal di rumah ibadah yang berbeda, sudah cukup membuatnya merasakan pacaran jarak jauh. Melihat bangunan Kathedral dari Istiqlal yang begitu dekat. Namun, perasaannya tertinggal di sana sudah cukup menyakitkan bagi gadis itu. Kali ini, kekasihnya justru menambah jarak di antara keduanya.

Tapi, sekali lagi. Tuhan sepertinya sayang pada gadis itu. Dan Bunda Maria yang menjadi saksi cinta pertama Arisa dengan Jonatan, sepertinya tidak tega padanya. Mereka, Tuhan dan Bunda Maria, seakan ingin menuliskan takdir kembali pada cinta pertama Arisa. Tak ingin gadis itu terluka lebih dalam lagi akan kenangan. Seperti sengaja sudah di gariskan kepadanya, Arisa bertemu kembali pada sosok masa lalu. Tepat di depan pintu Gereja Kathedral. Sosok itu bukan Jonatan. Melainkan Bernadetta!

Seorang gadis, sahabat, yang diam-diam mencintai Jonatan Rafael.

“Arisa?”

“Berna…”

“Lo ngapain di sini? Jangan bilang kalau lo ingin bertemu Jonatan?”

“Enggak. Enggak kok. Gue baru saja menemui seseorang.”

“Siapa? Teman? Atau Pacar?”

Arisa terdiam. Haruskah kali ini dia menambahkan kebohongan? Gadis itu akhirnya memutuskan jujur. Lagipula ini terakhir kalinya dia ke Kathedral. Kalau memang ini benar-benar akan menjadi terakhir kali baginya.

“Gue… menemui pacar.”

Bernadetta tertawa sinis. “Serius pacar? Katolik juga? Gue masih ingat deh alasan lo menolak hatinya Jonatan. Perbedaan keyakinan kan?”

“Berna… Gue…”

“Udah lah Arisa. Seharusnya lo bisa lebih bijak! Jika lo memang menolak karena perbedaan keyakinan, seharusnya lo tidak berpacaran dengan siapapun itu yang keyakinannya sama dengan Jonatan! Bahkan mereka satu gereja!”

“Berna! Bukan maksud gue…..”

“Lo tahu? Bahkan Jonatan belum bisa ngelupain lo, sampai saat ini. Bagaimana kalau tanpa sengaja lo bertemu dengan dia? Di sini? Di tempat di mana cerita cinta pertama kalian dimulai! Lubang di hatinya akan terbuka lagi!”

Arisa hanya terdiam. Apa yang di katakan Bernadetta ada benarnya.

“Ini… terakhir kalinya gue ke Kathedral.” ucap Arisa yang menahan gemuruh di hatinya.

“Terserah! Mau ini yang terakhir buat lo dan gue enggak yakin kalau ini bakal jadi yang terakhir kalinya buat lo. Satu hal yang pasti, gue enggak akan tinggal diam jika Jonatan terluka lagi karena tanpa sengaja dia melihat lo di sini. Catat itu Arisa!”

Bernadetta sedikit mengancam pada Arisa kemudian berlalu pergi.

Arisa terdiam. Membeku. Hatinya bergemuruh menahan tangis yang tanpa dia sadari ada setetes butiran air mata jatuh di pipinya. Bernadetta tidak tahu alasan sebenarnya. Kebohongan Jonatan. Memberikan sekeping luka di hati gadis itu.

Siang itu mendung dan gerimis turun perlahan dari langit menyapa bumi. Kali ini entah kenapa Arisa tak menikmati “aroma darah dewa” yang selalu di ciptakan gerimis dan hujan. Parfum alam yang sangat di sukai Arisa. Sepertinya gadis itu terlalu terluka untuk menikmatinya. Tanpa dia ketahui, dari jauh ada sosok yang menyaksikan pertemuan Arisa dengan Bernadetta. Sosok yang sangat mencintai dan menyayangi gadis itu. “Ini lah alasan lain aku melarang kamu untuk ke sini lagi Arisa. Aku enggak mau kamu terluka, lagi.” ujar Kevin Raditya dalam hatinya.

Arisa bergegas keluar gereja dan menuju ke penyeberangan yang tepat berada di depan gereja itu sambil menunggu tanda lampu berwarna hijau untuk orang yang akan menyeberang, gadis itu membuka payungnya, karena gerimis yang mulai bermetamorfosis menjadi hujan. Dia hendak menuju Istiqlal dan menunggu tepat di trotoar. Sampai akhirnya lampu berubah menjadi warna hijau dan sebuah mobil berhenti tepat di depannya.

Arisa pun menengadahkan kepalanya. Mengangkat sedikit payungnya hingga terlihat jelas wajahnya yang cantik namun sembab.

Tanpa gadis itu ketahui, di dalam mobil yang berhenti di depannya, tepat di belakang kemudi. Seorang pria menatapnya seakan tak percaya.

Tanpa menyadari apapun, Arisa tetap berlalu melewati mobil itu. Dan pria itu, dengan rasa tidak percaya nya menyebut nama gadis itu…

“ARISA…..???”

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top