39. Rescue the Mundane

Aku nulis sambil mendengarkan multi media di atas. Coba deh. Siapa tahu kalian mau membaca sambil mendengarkan alunan instrumentalnya juga. Selamat menikmati!

Hawa panas menerpa wajah Archibald hingga peri laki-laki itu terlonjak kaget dari tidurnya. Wajah besar sang naga putih telah terpampang di hadapan sang pangeran peri begitu ia membuka mata. Lubang hidung naga putih yang besar bergerak kembang-kempis seolah mengejeknya. Sekali lagi, hawa panas napas sang naga lolos dari sepasang lubang hidung itu dan langsung menerpa wajah rupawan sang peri.

"CUKUP!"

Archibald berteriak. Ia menyeret tubuhnya mundur dari wajah sang naga putih mengambil jarak agar hawa napas itu tak menerpa wajahnya yang sudah memerah. Peri laki-laki itu mengusap wajahnya gusar saat suara kekehan seketika tertangkap pendengarannya.

"Ka-kau? Sejak kapan kau ada di sini?!" tanya Archibald sengit. Netranya membelalak begitu mendapati sosok Albert yang berdiri di ambang pintu kandang naga putih. Albert tengah tertawa seraya memegangi perutnya. Jadi peri laki-laki itu menertawainya sepagi ini?

Archibald berdiri lalu menepis jerami yang menempel pada jubah dan celananya. Ia masih melempar tatapan sengit pada Albert ketika hawa panas kembali menerpa tengkuknya."Naga putih, hentikan!" sungutnya.

Pangeran peri itu mundur beberapa langkah lagi menjauhi kedua makhluk yang menjadikannya bahan tertawaan di pagi yang membeku. Wajahnya tertekuk, sementara kedua tangannya sibuk menepis sisa-sisa jerami yang masih menempel. Setelah pertemuannya dengan sang ibu lewat tengah malam tadi, ia memutuskan untuk menuju kandang naga putih. Makhluk besar dengan kulit putih mengilap itu ternyata tengah tertidur pulas. Berbagai cara ia gunakan untuk membangunkan makhluk itu, tetapi sang naga tetap mendengkur keras. Akhirnya, entah bagaimana caranya, pangeran peri itu ikut tertidur di samping sang naga. Timbunan jerami di lantai kandang menghangatkannya sepanjang malam.

"Apa yang kau rencanakan, Archibald?" tanya Albert yang masih berdiri di depan pintu kandang dengan tangan menyilang di dada. Tawa sang pangeran peri itu telah mereda sepenuhnya.

Archibald mengerling sekilas. Ia mengambil sepatu kulitnya yang tergeletak di atas salah satu gundukan jerami pada salah satu sudut kandang lalu mengikat tali-tali sepatunya cepat. "Aku akan menyelamatkan gadis manusia itu," ucapnya nyaris tak terdengar.

Albert mengerutkan kening. "Ammara? Kau akan pergi ke Kastel Larangan sendiri?" Nada suara sang pangeran peri tanpa sadar meninggi.

Archibald mengendikkan bahunya. "Aku bersama naga putih," sahut peri laki-laki itu sekenanya.

"Apa kau sudah gila, Archibald? Pergi ke sarang musuh seorang diri?" Albert menggeleng pelan, tak habis pikir dengan keputusan saudaranya. Menyelamatkan gadis manusia yang bahkan bukan bangsa peri di saat Kerajaan mereka sedang menghadapi perang dengan para makhluk kegelapan, benar-benar logika yang sulit diterima.

"Aku sudah mempertimbangkannya. Mereka akan menyerang Avery. Hal ini berarti penjagaan Kastel Larangan akan berkurang. Peluangku untuk menyelamatkan gadis itu jauh lebih besar. Lagi pula, aku tidak ingin gadis manusia itu kelak dijadikan alat untuk memaksaku melakukan apa yang tidak ingin kulakukan," jawabnya mantap.

Albert tercenung mendengar jawaban sang pangeran peri. Ia tak menyangka jika Archibald berpikir sampai ke sana. Namun, ia ingin menyakinkan satu hal. "Apa maksudmu ... Ammara dijadikan alat untuk memaksamu melakukan apa yang tidak ingin kau lakukan?" Sebelah matanya memicing tanpa sadar.

Archibald mengembuskan napas panjang seolah sedang menepis beban yang menggelayut di pundaknya. "Ammara adalah Chiara. Gadis manusia yang pernah kutemui saat pelarian di dunia manusia," sahutnya lirih.

Kini kedua netra Albert membulat sempurna. "A-apa?" Tanpa sadar peri laki-laki itu menggeleng pelan. Sesuatu di balik rongga dadanya terasa tidak nyaman. Jika memang demikian, berarti Ammara adalah cinta pertama saudaranya.

Archibald tak memedulikan Albert yang bergeming dengan pikiran berkecamuk di kepalanya. Pangeran peri bersurai keemasan itu telah melompat naik ke atas punggung naga putihnya. Menepuk punggung makhluk besar itu sekilas hingga sang naga putih mulai bergerak seraya menunduk punggung melewati ambang pintu.

"Aku ikut!" teriak Albert setelah tersadar dari lamunannya. Peri laki-laki itu mengejar naga putih yang telah melewatinya.

Archibald menoleh seraya memberi tanda agar tunggangannya berhenti sejenak. Senyum asimetris tersungging di bibirnya. "Apa kau yakin? Gerakanmu sangat lambat dan permainan pedangmu juga masih canggung. Apa yang bisa kau tawarkan agar aku mengajakmu untuk ikut?" Peri laki-laki itu menaikkan salah satu alisnya.

"Aku pernah ditawan di Kastel Larangan. Aku tahu tempat itu. Kita akan lebih mudah untuk menemukan Ammara jika memiliki pemandu sepertiku. Lagi pula, aku telah berlatih pedang selama di Aethelwyne!" sahut Albert cepat, sedikit membanggakan diri.

Archibald berpura-pura berpikir sejenak. "Boleh juga," sahutnya sambil terkekeh. Ia memiringkan kepalanya. "Naiklah!"

Senyum terkembang di wajah Albert. Dengan sigap peri laki-laki itu melompat ke atas punggung naga putih.

HISSS.

Sang naga putih mendengus pelan, lalu mulai mengepakkan sayap putihnya yang besar. Sang naga mengangkat tubuhnya lalu terbang membelah langit pucat Aethelwyne, melawan butiran salju yang perlahan mulai turun pagi itu.

* * *

Ammara berjinjit dengan kedua tangan berpegangan erat pada bagian bawah kusen jendela kecil dalam sebuah ruangan batu di Kastel Larangan. Sepasang netra hijaunya menyorot makhluk-makhluk kegelapan dan para naga yang baru saja terbang menjauh keluar dari kastel. Bunyi kepakan sayap makhluk-makhluk itu perlahan-lahan menjauh.

Dengan putus asa, gadis bersurai sewarna emas itu akhirnya menurunkan tumit dan melepaskan pegangannya pada kusen jendela. Bagaimanapun ia berusaha, ia tak jua dapat melihat pemandangan di luar kastel dengan leluasa melalui jendela kecil yang terlalu tinggi itu. 

Tiba-tiba telinganya menangkap bunyi daun pintu yang ditekan perlahan. Bunyi derit kemudian menyusul terdengar bersamaan dengan pintu yang terbuka.

Ammara memundurkan langkah memasuki bayang-bayang gelap di sudut ruangan. Tubuhnya menempel rapat pada dinding batu ketika melihat sosok asli Lucifer yang melongok dari balik pintu. Sebelah tangan makhluk buruk rupa itu memegang semangkok makanan yang mengepul dan menguarkan bau harum samar-samar. Namun, tentu saja, seenak apa pun bau makanan itu tak akan pernah menerbitkan selera gadis manusia yang telah terlampau ketakutan akan sosok asli Lucifer. Terlebih kini ingatan manusianya telah kembali. Segala hal, termasuk Lucifer terasa sangat asing dan mengerikan baginya.

"Makanlah, Manusia." Lucifer meletakan mangkuk dengan uap putih yang masih mengepul ke atas satu-satunya meja kayu di ruangan itu. Bibir makhluk berkulit hijau itu tersenyum lebar hingga menampakkan taring-taring panjang yang berwarna kehitaman.

Chiara menggeleng cepat. Wajahnya pucat seolah menahan muntah. "Aku ingin pulang," sahut gadis itu lirih.

Lucifer memiringkan kepalanya memasang raut penuh tanda tanya. "Pulang?" tanyanya dengan suara serak yang dapat membuat siapa pun bergidik ngeri.

"Aku ingin pulang. Nenek pasti sangat khawatir." Gadis manusia itu meremas gaunnya gusar. Ia menatap Lucifer nanar seolah berharap belas kasihan.

"Nenek?!" Mata makhluk hijau dengan permukaan kulit berkutil itu memicing. Makhluk itu tanpa sadar merangsek maju beberapa langkah mendekati Ammara yang tubuhnya menggigil ngeri. 

Gadis itu sontak menggeser tubuhnya panik. "Jangan mendekat!" jeritnya tertahan.

Tiba-tiba suara kepak sayap sesosok makhluk besar terdengar mendekat dari balik jendela kecil pada bilik batu tersebut. Lucifer dan Ammara seketika mengalihkan pandangan pada sepotong langit yang mengintip dari balik jendela. Sekelebat bayangan makhluk besar bersayap putih melintas.

Lucifer membelalak. Ia segera berlari keluar dari bilik tempat Ammara ditawan untuk menyongsong tamu tak di undang itu. Makhluk buruk rupa itu seakan melupakan keberadaan gadis manusia yang diam-diam mengekor langkahnya.

Lucifer menyusuri lorong menuju balkon yang terletak di lantai bawah bilik batu tadi. Di tangannya sebilah tombak sihir mendadak muncul dengan ujung puncak yang bersinar ungu. Peri berkulit hijau itu menjentikkan jari-jemarinya yang berkuku panjang ke udara dua kali. Seketika terdengar langkah-langkah tiga sosok makhluk kegelapan yang datang dari arah berlawanan. Mereka telah siap dengan pedang terhunus di tangan masing-masing.

Setelah menuruni anak tangga terakhir lantai tertinggi di Kastel Larangan, makhluk-makhluk kegelapan itu segera menuju pintu balkon yang terbuka lebar. Balkon panjang yang mengelilingi Kastel Larangan itu memiliki pagar batu sebatas pinggang peri Elf.

Seekor naga putih dengan dua penunggang yang bertengger di atasnya terbang berputar mengelilingi Kastel. Lucifer dan tiga sosok makhluk kegelapan dengan wajah menyeramkan dan tubuh besar menyorot makhluk besar itu dengan bengis.

Ammara yang baru saja menjejak lantai balkon mengintip ragu dari balik pintu yang terbuka lebar. Netra hijaunya membulat sempurna kala ia mengenali sosok yang menunggangi naga putih itu, refleks ia berteriak.

"Archibald!"

Demi mendengar teriakan gadis manusia yang ternyata mengikutinya sampai ke balkon, Lucifer langsung menghampirinya. Peri buruk rupa itu meraih pergelangan tangan Ammara dengan sekali sentakan kasar hingga tubuh sang gadis tertarik ke arahnya. Dengan sigap ia menghunuskan ujung tombaknya yang berpendar keunguan ke arah Ammara.

Gadis itu menjerit ketika ujung tombak bercahaya ungu yang runcing itu menyentuh lehernya. Permukaan kulitnya terasa bagai tersengat sesuatu dan terbakar di saat bersamaan.

"Kalian ingin menyelamatkan gadis ini?" teriaknya menantang para penunggang naga. Sepertinya ia telah dapat mengenali dua sosok berjubah gelap yang duduk di atas punggung naga.

Naga putih terbang mendekati balkon hingga sosok kedua pangeran peri di atas punggung naga terlihat jelas. Sedetik lamanya Ammara dan para makhluk kegelapan terkesiap begitu melihat sosok Albert yang ternyata merupakan salah satu dari penunggang naga.

Pangeran peri bersurai keemasan itu tersenyum miring menyorot Lucifer. "Kau merindukanku?" tanyanya sarkas.

Lucifer membelalak tak percaya. "Serang!" teriaknya parau.

Ketiga sosok makhluk kegelapan di sisi Lucifer sontak mengeluarkan sayap hitam serupa sayap naga dari punggung masing-masing. Setelahnya, makhluk-makhluk itu melesat cepat memburu naga putih dengan pedang-pedang terhunus di genggaman.

Archibald dan Albert menangkis serangan yang datang dengan pedang sihir. Sementara sang naga putih meliukkan tubuhnya gesit untuk menyesuaikan diri dengan permainan pedang kedua penunggangnya. Suara denting pedang yang beradu seketika memenuhi langit kelabu Hutan Larangan.

Lucifer meraih Ammara ke balik punggungnya, kemudian dalam sekejap mata sosok aslinya berubah menjadi sesosok naga hitam besar dengan mata merah menyala. Ia mengangkat tubuh dari pagar balkon perlahan lalu terbang menyusul naga putih dan makhluk-makhluk kegelapan yang sedang bertarung di atas permukaan jurang.

Ammara menjerit di atas punggung naga Lucifer saat makhluk itu melesat kencang dan dengan sengaja menghantam tubuh naga putih. Gadis itu melingkarkan tangannya erat-erat pada punggung naga hitam agar dirinya tak terlempar ke dalam jurang seraya memejamkan mata.

Di saat bersamaan, terdengar jeritan serupa dari kedua pangeran peri yang hampir saja jatuh dari punggung naga putih. Ternyata hantaman naga hitam barusan berhasil membuat keseimbangan naga yang ditunggangi Archibald dan Albert terganggu. Beruntung kedua pangeran peri itu tak terlempar ke dalam jurang menganga yang berada tepat di bawah mereka.

Baru beberapa saat setelah naga putih mulai terbang stabil, tiga sosok makhluk kegelapan kembali mendekatinya. Mereka serempak mengayunkan pedang ke arah para pangeran peri.

Kepala sang naga putih menyundul salah satu dari tiga sosok makhluk kegelapan itu hingga tubuhnya terpental menghantam dinding batu kastel larangan. Terdengar bunyi retakan samar sayap-sayap yang patah. Makhluk itu berteriak parau saat tubuhnya seketika limbung dan jatuh ke dalam jurang hitam.

"Bagus, naga putih!" piji Albert diiringi siulan. Pengalaman mati satu kali ternyata membuat nyalinya jadi sedikit lebih besar. Tak ada ketakutan dan kegusaran yang menyelimuti wajahnya seperti saat pertama kali menunggangi naga putih Archibald.

Saat senyumnya masih mengembang, tiba-tiba sebilah pedang nyaris memutus lengannya jika saja naga putih tak mengelak. Sesosok makhluk kegelapan lain terlihat sedang mengincarnya. Pedang mereka beradu untuk beberapa saat, sebelum akhirnya Archibald menyela dengan tusukan yang tepat menancap di perut makhluk kegelapan nahas itu. Makhluk malang itu seketika jatuh dan melayang ke dalam jurang.

Demi melihat dua makhluk kegelapan telah binasa, Lucifer berbelok lalu kembali melesat kencang menuju naga putih yang kini sedang berhadapan dengan satu-satunya makhluk kegelapan yang tersisa. Ammara yang telah membuka matanya seketika menyadari bahaya yang mengancam naga putih beserta dua penunggangnya. Tanpa pikir panjang, gadis manusia itu berusaha berdiri di atas punggung Lucifer dengan bertumpu pada lengan yang mengalung erat di leher sang naga.

Lucifer yang merasakan tanda bahaya dari perilaku gadis manusia itu mulai kehilangan fokus. Beban di lehernya seketika bertambah kala gadis manusia itu mulai memanjat pada leher jenjangnya. Naga hitam menggeram marah sehingga ia refleks mengibas-ibaskan lehernya ke kiri dan ke kanan seraya terbang berputar tak tentu arah.

Sebagai akibatnya, pegangan lengan Ammara pada leher sang naga terlepas dan gadis manusia itu seketika terjatuh dari ketinggian. "Arrrkh tolong!"

"Chiara, bertahanlah!" seru Archibald. Ia menuntun naga putihnya untuk melesat cepat menjemput tubuh gadis manusia itu. Sementara, naga hitam berbelok tajam lalu memburu ke arah yang sama.

Dengan gesit, naga putih akhirnya berhasil mendapatkan gadis manusia itu lebih dulu sebelum tubuhnya masuk sepenuhnya ke dalam jurang. Albert dan Archibald dengan gesit menangkap tubuh Ammara lalu mendudukkannya di antara mereka. Gadis manusia itu terkulai tak sadarkan diri di punggung Archibald.

Naga hitam meraung marah. Makhluk itu menyemburkan napas apinya. Napas api itu nyaris mengenai salah satu sayap naga putih. Beruntung, makhluk itu dapat menghindar cepat. Dalam selimut angin yang terbentuk dari kepak sayapnya, naga putih terbang menjauhi Kastel Larangan. Namun, tanpa ia sadari sesosok makhluk kegelapan terbang dari arah berlawanan menghalaunya.

"Sial!" decak Albert. Peri laki-laki itu mengayunkan pedangnya menangkis serangan makhluk kegelapan bermata merah yang nyaris menebas kepala Archibald. Dentingan pedang kembali beradu di udara yang membeku. Salju turun kian deras hingga butirannya yang putih mulai menutupi permukaan rambut para peri yang menunggangi naga putih.

Naga hitam yang tadi sempat tertinggal jauh di belakang naga putih kini dapat menyusul. Naga Lucifer itu kembali menyemburkan napas apinya.

"Awas!" Albert berteriak di sela-sela adu pedangnya. Archibald dengan sigap mengendalikan sang naga menghindari napas api Lucifer. Alih-alih mengenai naga putih, napas api berwarna merah itu justru menyambar makhluk kegelapan yang telat menghindar. Raungan naga hitam terdengar marah saat tubuh satu-satunya makhluk kegelapan yang tersisa seketika hangus lalu jatuh melayang menuju dasar jurang.

Naga hitam yang sedang berang itu memburu naga putih seraya terus menyemburkan napas panasnya.

"Lebih baik kita kembali ke Aethelwyne," seru Albert seraya terus menoleh was-was pada naga Lucifer dengan mata merah menyala yang terlihat marah itu.

"Tidak, Albert. Aku akan menghadapinya. Kita harus menyelesaikan ini," sahut Archibald. Naga putih berbelok tajam kembali menuju Kastel Larangan saat sang naga hitam nyaris menyergapnya. Ia memacu naga putihnya hingga mendarat pada balkon Kastel Larangan. 

Archibald segera melompat turun dari tunggangannya. Pangeran peri itu mengacungkan pedang sihirnya pada naga hitam yang datang mendekat. 

Naga hitam Lucifer yang telah mencapai balkon Kastel Larangan segera mengubah wujudnya kembali menjadi peri firr darrig. Peri buruk rupa itu lantas mengacungkan tongkat sihirnya ke arah Archibald dengan mulut berkomat-kamit tanpa suara. Dari ujung mata tombaknya memancarkan garis-garis cahaya ungu yang seketika menyambar ke arah pangeran peri itu, tetapi luput mengenai sang pangeran yang berhasil menghindar.

Lucifer tak menyerah. Makhluk itu terus mengarahkan sinar ungunya pada Archibald yang dengan gesit terus menghindari serangan tersebut. Sementara, Albert telah membawa Ammara turun dari naga putih untuk bersembunyi di balik tubuh sang naga. 

Demi melihat tuannya terdesak, naga putih menggeram marah lalu menyemburkan napas panasnya ke arah Lucifer. Panasnya napas biru sang naga membakar lantai dan dinding batu balkon Kastel Larangan, sementara serangan itu membuat Lucifer terpental dari posisinya. Bau hangus seketika menguar di udara. Di saat bersamaan, tubuh makhluk buruk rupa itu juga  mengepulkan asap putih. Makhluk bertubuh hijau itu mengerang seraya memegangi dadanya.

Archibald tak ingin menyiakan kesempatan di hadapannya. Pangeran peri itu merangsek maju lalu mengayunkan pedang sihirnya ke arah Lucifer yang belum sempat bangkit. Sebuah sabetan panjang mengenai dada makhluk itu. Cairan kehijauan kental keluar dari lukanya yang menganga. Makhluk itu menjerit pilu.

Pangeran peri itu sekali lagi mengangkat pedangnya yang sempat ditangkis cepat oleh Lucifer dengan tombak sihir. Untuk beberapa saat lamanya mereka saling mengadu kekuatan. Rahang Archibald mengeras sementara urat-urat di sekitar lehernya tersembul menandakan betapa besar tenaga yang ia keluarkan.

Lucifer berteriak parau. Makhluk buruk rupa itu akhirnya mengerang dengan nada tinggi ketika tombak di tangannya mulai bergetar. Tekanan pedang sihir Archibald tampaknya mulai berhasil membuatnya terdesak. Dengan sisa-sisa kekuatan yang di milikinya, ia menendang perut sang pangeran peri hingga terpental menghantam tembok batu di belakangnya.

Lucifer bangkit dari keterpurukannya sekuat tenaga, meski harus menahan perih lukanya yang menganga. Kedua netra kelamnya menyala dipecut semangat untuk bertahan hidup sampai titik darah penghabisan. Tombak sihirnya kembali menyorotkan sinar ungu ke arah Archibald.

Pangeran peri itu berhasil menghindar, tetapi di luar perkiraannya, garis-garis cahaya itu mengenai naga putih. Makhluk malang itu seketika meraung dengan tubuh bergetar lalu tergeletak tak sadarkan diri.

"Naga putih!" jerit Albert dan Archibald nyaris bersamaan.

Lucifer menyeringai. Ia kembali mengangkat tongkatnya untuk menyerang sang pangeran peri. Namun, di luar dugaan makhluk itu, Archibald lebih dahulu memancarkan garis-garis cahaya putih dari pedang sihirnya hingga tombak peri itu terlempar dari genggaman. Belum sempat Lucifer meraih tongkat itu, Archibald telah lebih dahulu mendekatinya, kemudian menusukkan pedangnya tepat di dada makhluk buruk rupa itu.

Suara lenguhan parau terdengar sebelum sosok itu ambruk bersimbah darah.

Archibald menarik pedang sihirnya dengan napas terengah-engah. Percikan darah Firr darrig mengotori wajah rupawannya. "Mari kita pulang," ucapnya lirih kehabisan tenaga.

Belum sempat Albert menyahut ucapan saudaranya, derap langkah kaki terdengar mendekati mereka dari dalam Kastel Larangan. Dalam sekejap mata, belasan kesatria peri lengkap dengan baju zirah, tombak serta tameng telah hadir mengepung mereka di balkon Kastel Larangan. Tombak mereka teracung pada Archibald yang tengah duduk berlutut di depan mayat Lucifer.

Albert yang bersembunyi di balik naga putih yang tak sadarkan diri, tanpa sadar bergumam, "Demi leluhur para peri! Lindungi kami hari ini!" 










Hai hai senang akhirnya aku bisa update setelah berjibaku dengan minggu yang sangat hectic di dunia nyata huhuhu semoga para pembaca bisa merasakan feel saat membaca ini. Silahkan dengarkan mulmed yang menurutku benar-benar menginspirasi untuk part ini. Awalnya aku ingin melewatkan jadwal update hari ini tapi sedapat mungkin aku berusaha untuk tetap menulis. Akhirnya selesai juga. Terima kasih banyak yang sudah mampir ke sini, kritik dan saran sangat diterima dengan tangan terbuka. Jangan lupa vote-nya yaa para pembaca yang budiman. Vote adalah pemompa semangat menulis bagiku.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top