37. Nightmare
Ratu Serenity menggeram marah setelah mendengar penjelasan panglima kesatria elf yang memimpin pasukan khusus untuk menangkap Ammara dan peri-peri yang melindunginya. Manusia itu gagal ditangkap dan sekarang berada di tangan para unsheelie. Entah apa yang direncanakan oleh sang ratu kegelapan. Namun, apa pun itu, Ratu Serenity semakin panik karena salah satu rencananya telah gagal. Netra peraknya menyorot Ella, Ailfryd dan Claude bergantian.
"Apa yang dilakukan Pangeran Claude di Fairyfarm?" Mata sang ratu kini menghujam tajam pada Claude yang tertunduk lesu di samping Ailfryd. Kedua lengan sang pangeran peri terikat ke belakang.
"Ampun, Yang Mulia Ratu Serenity. Claude berusaha menghalang-halangi penangkapan Ammara. Oleh karena itu, kami menangkapnya," jawab panglima bersuara lantang seraya maju kehadapan ratu.
Wajah Ratu Serenity berubah dingin. "Sudah kuduga!" decaknya sinis.
"Panglima, bawa para pengkhianat raja ini ke penjara bawah tanah. Jangan beri makanan dan penghangat ruangan. Kalau perlu biarkan mereka mati kedinginan!" seru sang ratu berang. Peri perempuan itu melipat tangannya di dada. Sorot mata sinisnya tak lepas dari ketiga peri pesakitan yang kini dipaksa berdiri dengan kasar oleh panglima pasukan khusus.
Tiba-tiba pintu Balairung terbuka tanpa peringatan. Raja Brian diiringi oleh Maurelle melangkah laju menuju singgasana. Derap langkah kaki mereka yang bergema di dalam Balairung sontak membuat para menteri dan beberapa anggota Dewan Peri berdiri lalu membungkuk dengan hormat.
Ratu Serenity membelalak. Ia lantas menggeser tubuhnya dari singgasana dan membiarkan Raja Brian duduk di tempatnya. Susah payah peri perempuan itu menyembunyikan wajah kesalnya di hadapan sang raja.
"Raja Brian, Anda sudah sehat?" tanya Ratu Serenity dengan senyum yang dibuat-buat. Ia duduk di singgasananya di samping raja dengan enggan.
Sang raja melirik sekilas kepada ratunya lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling Balairung dengan kening mengerut. "Ada apa ini?" Pandangannya berhenti pada Claude yang tertunduk lesu. "Mengapa putraku ada di sana?!" tanya Raja Brian dengan suara meninggi. Pandangannya beralih pada Ratu Serenity menuntut penjelasan.
Sang ratu membelalak pura-pura terkejut, tetapi segera mengubah ekspresinya menjadi datar sedetik kemudian. "Hamba hanya menjalankan titah Yang Mulia Raja untuk menangkap manusia dan makhluk-makhluk yang menghalangi penangkapan tersebut," sahutnya dingin.
"Ratu, jangan sembarangan menuduh. Bagaimanapun para pangeran memiliki hak istimewa. Siapa pun tidak berhak untuk menangkap dan memenjarakannya sebelum ada keputusan resmi dari Dewan Peri!" Raja Brian menyorot tajam pada panglima pemimpin pasukan khusus. "Bebaskan Pangeran Claude dan Pangeran Elwood atas perintah Raja Brian!" titahnya.
Sang Panglima sontak mengangguk tegas lalu membungkuk sekilas untuk melaksanakan titah Raja Brian. Salah satu kesatria Elf membantu panglimanya melepaskan ikatan tangan sang pangeran dengan cepat.
"Raja, Pangeran Claude jelas-jelas menghalangi proses penangkapan manusia bernama Ammara. Itu adalah tindakan pengkhianatan?!" Ratu Serenity meninggikan suaranya. Keningnya mengerut serta rahangnya mengetat menahan marah.
Raja Brian berdiri dari singgasananya dan menyorot sang ratu dengan tajam. "Jadi kau juga akan membantah perkataanku, Ratu Serenity?!" bentaknya berang. Sang raja mendengkus kasar. "Bukankah perbuatanmu ini juga sama saja dengan pengkhianatan?! Apakah kau mau aku langsung menyeretmu dan menjebloskanmu ke penjara bawah tanah?! Lagi pula, kau telah gagal menjalankan titahku, Ratu Serenity. Kau gagal menangkap manusia itu!"
Ratu Serenity membelalak. Kepalanya menggeleng cepat, tak percaya dengan sikap yang baru saja ditunjukan sang suami. Seumur hidupnya menjadi ratu, sang raja tidak pernah membentaknya di depan umum. "A-apa maksudmu, Yang Mulia---
Raja Brian mengibaskan salah satu tangannya dengan kasar. Ia tak mau mendengar apa-apa lagi dari sang istri. "Istirahatlah ke kamar, Ratu! Aku sudah terlalu banyak meminta bantuanmu untuk mengurusi Avery selama aku sakit!" titahnya tegas.
Sang Ratu tersentak lalu menggeleng pelan. Kata-kata sang raja terdengar bagai sindiran halus. Ia masih tak percaya dengan perubahan sikap suaminya yang begitu drastis, tetapi ia juga tak sanggup membantah. Ada apa gerangan ....
Akhirnya dengan berat hati Ratu Serenity berlalu meninggalkan balairung. Selanjutnya Panglima pemimpin pasukan khusus juga meninggalkan balairung seraya menuntun Ailfryd dan Ella menuju ruang tahanan bawah tanah. Ia juga menjalankan titah sang raja untuk membebaskan Elwood.
"Raja Brian, terima kasih atas kemurahan hati Anda!" Claude membungkuk takzim lalu kembali melanjutkan kata-katanya. "Hamba hanya ingin menyampaikan satu hal, Yang Mulia Raja. Kesehatan Yang Mulia Raja sama sekali tidak ada hubungannya dengan keberadaan manusia di Fairyverse. Hamba sudah lama ingin menyampaikan ini, tapi ... tidak mendapat kesempatan untuk mengatakannya. Hamba harap Yang Mulia dapat mempertimbangkan lagi mengenai keputusan penangkapan ini. Hamba juga meminta pertimbangan dari Yang Mulia untuk mengembalikan manusia itu ke asalnya. Dan, untuk Ailfryd dan Ella, hamba juga mengharapkan kebijaksanaan dari Yang Mulia Raja karena kedua peri itu sudah memberikan banyak jasa bagi Kerajaan Avery," papar Claude hati-hati. Netra kelamnya memperhatikan perubahan air muka sang raja.
Raja Brian mengembuskan napas panjang. "Soal itu, aku sudah tahu Pangeran Claude! Aku sudah tahu penyebab kondisiku yang terus menurun."
Raut wajah sang raja seketika menjadi sendu. Matanya berkaca-kaca seolah ada air mata yang hendak melesak keluar dari pelupuknya. Sang raja menghela napas berat bagaikan menanggung beban tak kasat mata di pundaknya. "Aku memerintahkan untuk menangkap manusia itu karena ia telah membuka segel Hutan Larangan hingga membuat kekacauan di Fairyverse. Bagaimanapun gadis manusia itu harus diadili. Ia dan peri yang melindungi keberadaannya selama ini harus mendapat ganjaran setimpal atas perbuatan mereka," tuturnya tegas.
Claude bergeming. Apa yang dikatakan Raja Brian memang ada benarnya, Ammara bersalah. Namun, entah mengapa jauh di dalam lubuk hatinya, pangeran peri itu tidak rela jika Ammara harus berhadapan dan dihakimi oleh Dewan Peri.
Raja Brian menghela napas berat. "Ada hal lebih penting yang ingin aku sampaikan pada seluruh menteri dan Dewan Peri di sini. Ini sangat mendesak. Harusnya besok kita telah menggelar pengadilan Dewan Peri untuk manusia serta kedua walinya Ailfryd dan Ella. Namun, hal itu sepertinya tidak memungkinkan. Mata-mata Maurelle menyampaikan jika besok para peri unsheelie akan menyerang Kerajaan Avery!" Teror dan kengerian tersirat jelas di wajah sang raja.
"A-APA?!"
"Penyerangan?!"
"Apakah para unsheelie akan melakukan kudeta? Siapa yang memimpinnya?!"
Balairung mendadak riuh oleh gumaman para menteri dan Dewan Peri. Setiap peri mengemukakan pendapatnya masing-masing pada peri di sebelahnya, sementara peri lain akan berkomentar menanggapi. Keterkejutan dan ketakutan mulai menulari mereka.
Demi melihat keadaan yang mulai tak terkendali, Maurelle mengangkat kedua tangannya memberi kode agar para peri di balairung memelankan suara mereka.
Keriuhan seketika mereda. Perhatian para menteri dan Dewan Peri kembali menyorot pada Raja Brian.
"Kita tidak punya banyak waktu untuk bersiap, mengingat Kerajaan Avery baru saja mengalami kedukaan mendalam lalu tiba-tiba kita dihadapkan pada kenyataan mengenai Ramalan Maurelle, ketidakseimbangan Fairyverse, terbebasnya Unsheelie dari segel setelah ratusan tahun dan perpecahan di dalam Kerajaan Avery sendiri!" Raja Brian menghirup napas panjang memenuhi paru-parunya dengan udara sebelum kembali melanjutkan.
Para menteri dan Dewan Peri kembali berbisik seraya saling menuding satu sama lain.
Maurelle kembali mengangkat tangannya menenangkan. Balairung hening lagi seketika.
Tatapan sang raja menerawang ke langit-langit Balairung sekilas, sebelum akhirnya menyapu seisi Balairung. "Untuk menghadapi situasi genting ini, aku berharap kita semua dapat bersatu, bahu-membahu untuk menangkal serangan para unsheelie. Apakah kalian bersedia?" tanya Raja Brian lantang. Peri laki-laki itu bangkit dari singgasananya seraya menyorot pada setiap menteri dan Dewan Peri.
"Bersedia, Yang Mulia Raja Brian!" sahut para penghuni Balairung hampir serempak.
Raja Brian mengangguk cepat. Nyala harapan seketika terbit di bola matanya. "Baiklah, setelah ini Maurelle akan mengatur dan menjelaskan persiapan-persiapan apa saja yang dibutuhkan untuk memperkuat pertahanan Avery. Sementara aku akan mengadakan rapat khusus dengan menteri pertahanan kerajaan Avery."
Raja Brian dan beberapa menteri Kerajaan Avery meninggalkan Balairung dan masuk sebuah ruangan pertemuan yang lebih kecil, tak jauh dari Balairung. Sementara Maurelle melanjutkan pertemuan di Balairung bersama para menteri yang tersisa dan Dewan Peri.
* * *
Malam menjejak Fairyverse jauh lebih cepat dari hari-hari biasanya. Langit gelap dengan awan-gemawan hitam berarak menutupi langit. Tak ada bintang dan tanpa bulan. Tak ada mahkota menyala karena seluruh mahkota bunga di Fairyverse tertutup lapisan es.
Udara seolah membeku. Serangga malam yang bercahaya pun enggan keluar menantang musim dingin yang mendadak hadir di Fairyverse. Alhasil dunia peri itu menjadi gelap gulita. Satu-satunya sumber cahaya hanyalah dari lampu-lampu buatan berupa api sihir yang diperangkap di dalam bejana gelas transparan di dalam rumah-rumah cendawan maupun kastel-kastel.
Di antara kegelapan dan kebekuan, tiba-tiba berpasang-pasang mata merah mengintip dari balik kegelapan malam di sekeliling Istana Avery. Sosok-sosok hitam bermata merah yang satu per satu keluar dari kegelapan itu terbang melayang mengitari istana selama beberapa saat. Suara jeritan dan tawa makhluk-makhluk kegelapan itu menggema memekakkan telinga makhluk-makhluk lain yang masih terjaga.
Para kesatria Elf yang bersiaga di bagian depan dan di atas benteng Istana Avery mulai resah.
"Makhluk apa itu?!"
"Unsheelie? Mereka Unsheelie!"
"Tembakan panah!"
Panah-panah dengan mata perak melesat ke arah makhluk-makhluk kegelapan. Panah itu dilepaskan dari busur-busur para kesatria Elf di sekitar benteng istana. Salah satu panah menembus tubuh kelam salah satu makhluk bermata merah. Tubuh asap hitam itu seolah terkoyak, tetapi dalam sekali kedipan mata kembali bersatu. Tawa mengejek menggema saat anak panah itu akhirnya jatuh dengan sia-sia menghantam tanah.
"Sial! Panah perak tidak mempan!" decak salah satu kesatria Elf kesal.
"Tenanglah. Coba perhatikan. Mereka sama sekali tidak menyerang kita. Mereka hanya ... Berputar-putar di atas sana!" timpal kesatria Elf lain yang mulai menurunkan busurnya.
Para kesatria Elf pemanah lainnya sontak menahan anak-anak panah mereka. Para peri itu hanya mengamati dengan busur dan anak panah yang siaga di genggaman masing-masing.
Makhluk-makhluk kegelapan itu semakin bertambah banyak. Mereka tetap tak menyerang hanya terbang berputar-putar rendah di sekeliling Avery sambil menjerit dan tertawa bersamaan.
Pendar cahaya berwarna keunguan mendadak muncul dari sela-sela putaran para makhluk-makhluk kegelapan. Garis-garis cahaya keunguan itu menerobos melewati celah ataupun jendela terbuka di Istana Avery, tanpa bisa dihalau oleh para kesatria Elf.
"Apa itu?!" Salah satu kesatria Elf menunjuk langit gelap di atas kepalanya. Salah satu lengannya yang menggenggam pedang sihir mengayun ke atas, menyabet pendar cahaya yang kebetulan melewati beberapa jengkal di atas kepalanya dengan sia-sia. Pendar cahaya itu seolah menghindar dan bergeser pada udara kosong di sebelahnya. Pendar itu akhirnya menerobos masuk melewati celah terbuka Istana Avery.
"Beri kabar pada kesatria Elf yang berjaga di dalam!" teriak kesatria Elf lain dengan panik.
Beberapa saat kemudian salju kembali turun dari langit kelam Fairyverse. Makhluk-makhluk kegelapan yang terbang mengambang di langit gelap itu satu per satu akhirnya menghilang. Langit di atas Kerajaan Avery kembali hening. Namun, sebagai gantinya, sayup-sayup dari balik benteng istana, suara jerit tangis dan lolongan sedih mulai terdengar memecah kesunyian Fairyverse.
* * *
"Ella ... Tidak. Ella!" Ailfryd bergerak gusar di atas lantai dengan timbunan jerami di ruang tahanan bawah tanah. Kelopak matanya tertutup rapat, tetapi suara racauan terdengar jelas dari mulutnya. Saat itu suhu udara berada pada titik terendah karena salju yang kembali turun,tetapi pelipis peri laki-laki itu dibanjiri keringat.
"Ailfryd, kau tak apa, sayang?" tanya Ella dengan nada khawatir.
Peri perempuan itu mendekatkan tubuhnya pada jeruji besi yang membatasi ruang tahanannya dan ruang tahanan Ailfryd. Sebuah koridor kosong sepanjang dua lengan peri Elf lelaki dewasa memberi jarak pada ruangan tahanan mereka yang terletak saling berhadapan. Sebuah bola api di dalam wadah gelas transparan menempel pada dinding batu di antara ruang tahanan mereka.
"Ailfryd!" panggilnya lagi.
Tak ada jawaban, sementara Ailfryd masih merintih dan mengigau dalam tidurnya.
Ella memukul jeruji besi di hadapannya dengan frustrasi. Firasatnya yang tajam mengatakan jika ada sesuatu yang tidak beres pada Ailfryd. Ada sesuatu yang tidak beres di tempat itu.
Peri perempuan itu mengedarkan pandangannya pada langit-langit ruang tahanan lalu beralih pada dinding-dindingnya dengan gusar. Peri penyembuh itu sangat ingin melakukan sesuatu, tetapi ia seolah tak berdaya.
"Ailfryd!" lirihnya lagi.
Tetap tak ada jawaban dari sang suami.
Di saat dadanya mulai terasa sesak dan bulir air mata nyaris lolos dari pelupuk mata Ella, bunyi gemerincing kunci jeruji besi ruang tahanan terdengar mendekat, disertai gema telapak kaki yang melangkah dengan tergesa di seluruh penjuru ruangan.
Ella terkesiap. Peri perempuan itu tanpa sadar menahan napasnya sesaat. Bunyi kunci dan anak kunci yang sedang beradu seketika menerbitkan pengharapan di hati Ella. Ia melongok ke arah pintu ruang tahanan yang terbuat dari baja.
Bunyi derit pintu besi berkarat terdengar bersamaan dengan masuknya sedikit cahaya saat sesosok peri Elf dengan jubah lebar membuka pintu ruang tahanan bawah tanah. "Ella, kami butuh pertolonganmu," ucap sosok berjubah itu dengan nada memohon.
Dalam temaram ruangan tahanan itu, Ella mengernyit. "Si-siapa kau?"
Sosok itu membuka tudung jubahnya. "Aku Maurelle," sahutnya cepat. Dengan sigap peri cenayang Kerajaan itu membuka jeruji besi ruang tahanan Ella.
"Ada apa?" tanya Ella kalut. Maurelle tidak akan mungkin menemui dan mengeluarkannya dari ruangan tahanan jika tidak dalam situasi terdesak.
"Para unsheelie itu mengirim sihir ...."
"A-apa?!" Ella membelalak. Begitu jeruji besinya terbuka, peri perempuan itu langsung mendekati jeruji besi Ailfryd.
"Ella cepatlah. Sebelum kita kehilangan mereka semua!" desak Maurelle tak sabar.
"Aku harus memeriksa Ailfryd terlebih dahulu," kilahnya.
Maurelle ikut mendekat ke sisi Ella yang sedang mengamati Ailfryd. Peri laki-laki itu menggeleng pelan. "Ailfryd juga terkena sihir itu Ella," ucapnya gusar.
"A-apa? Tidak mungkin!"
"Cepat Ella, kita harus menyelamatkan para peri yang tertidur, termasuk Ailfryd. Jika kita terlambat, mereka tidak akan pernah bangun lagi!"
Hai hai hai ... Perasaanku campur aduk saat menulis part ini huhuhu mana lg marathon writing juga 😭😭 semoga feel-nya tetep dapet yaa... Kalaupun gak dapet mohon kritik, saran, masukan dan kali ada plot hole tolong kasih tahu yaaaa. Dan ... Yang terpenting jangan lupa untuk vote dan komentarnya supaya aku semakin semangatt buat nulis.
Terima kasih banyak atas dukungannya 😘😘😘♥️♥️♥️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top