35. The Winter is Coming

Sebagian besar wilayah Fairyverse telah memutih saat matahari lengser dari singgasananya di ufuk barat. Salju turun semakin lebat disertai embusan angin dingin yang membekukan makhluk apa pun yang berani menantangnya. Tanaman-tanaman serta bunga-bunga yang selalu terlihat merona dan mulai bercahaya kala senja, kini sepenuhnya membeku. Maka, malam-malam selanjutnya di Fairyverse tak akan segemerlap biasanya.

Ella merangkul Ammara seraya sesekali mengusap punggung gadis itu. Sementara empunya punggung menangis sesenggukan dengan kedua telapak tangan menutupi wajahnya. Bahunya bergetar. Tangis tertahan Ammara terdengar sayup-sayup.

Di sampingnya, Ailfryd mengembuskan napas panjang. Wajahnya ditekuk dengan kening berkerut. Apa yang mereka takutkan pada akhirnya benar-benar terjadi. Putri manusia yang mati-matian mereka lindungi, telah terlibat dengan perkara yang sangat berbahaya, menjadi pion para makhluk kegelapan.

Di ambang pintu rumah cendawan, Claude berdiri mematung. Sorot matanya yang kosong bertumpu pada sosok Ammara di hadapannya. Tak sepatah kata pun terucap dari bibir tipisnya. Namun, raut wajah rupawan itu telah menerangkan segalanya.

"Maafkan, aku!" ucap Ammara lirih. Gadis itu menurunkan telapak tangannya seraya menyedot ingus. Wajahnya memerah akibat tangis yang tak kunjung reda.

"Ini bukan salahmu, Nak. Semua ini sudah takdir. Takdir yang tidak bisa kita hindari sama sekali," bujuk Ella pelan. Raut wajah peri perempuan itu sebenarnya tak kalah kalut dengan raut wajah Ailfryd. Ia merasakan awan gelap seketika menaungi keluarga yang mati-matian ia lindungi.

"Kita harus pergi dari sini," celetuk Claude tiba-tiba.

Ailfryd, Ella dan Ammara sontak menatap Claude tak percaya.

Ailfryd menggeleng cepat. "Jangan. Itu terlalu berbahaya, Pangeran. Kami tidak ingin Anda berada dalam masalah," kilahnya.

"Tapi itu satu-satunya cara, Tuan Ailfryd. Kalian harus pergi dan bersembunyi. Jangan lupa berikan serbuk sihir pada Ammara. Aku akan tetap di sini, seandainya pasukan Istana Avery datang kemari, aku akan menyiapkan alibi," teranv Claude.

"A-apa?!"

"Tidak. Jangan, Pangeran. Anda juga akan berada dalam bahaya!" Ella menggeleng cepat. Ia melanjutkan. "Kalaupun kami harus pergi, kami tidak ingin pergi tanpa Anda, Pangeran." Keteguhan hati terpancar jelas dari matanya.

Claude bungkam. Peri laki-laki itu membalikan tubuhnya. Ia menatap langit Fairyfarm yang kelabu dengan butiran salju besar yang turun semakin lebat. Pangeran peri bersurai kelam itu mengembuskan napas berat. "Aku tidak bisa meninggalkan saudara-saudaraku dalam keadaan seperti ini," ucapnya getir.

"Pangeran Claude ... Terima kasih karena telah membantu kami, melindungi Ammara. Maafkan jika kami tidak dapat membalas kebaikan Anda, Pangeran. Namun, kami pun tak akan sanggup meninggalkan Anda sendiri di sini dan menanggung semua kesalahan kami," sahut Ailfryd dengan suara bergetar.

"Aku hanya--

Tiba-tiba kegaduhan terdengar dari halaman rumah cendawan. Suara ringkikkan unicorn pun ikut menambah kegaduhan dari istal yang terletak di samping rumah cendawan Ailfryd.

Ailfryd, Ella, Ammara dan Claude saling bertukar pandang was-was.

Dengan langkah sigap, Claude dan Ailfryd berlari menuju halaman rumah cendawan. Mereka masing-masing menghunuskan sebilah pedang sihir. Ella dan Ammara mengekor panik di belakang mereka.

Sepasukan kesatria Elf lengkap dengan baju zirah telah berdiri di depan pintu gerbang rumah cendawan Ailfryd. Lima sosok kesatria Elf yang menunggang unicorn berada di posisi paling depan. Sebuah kereta dengan jeruji kayu yang ditarik enam ekor unicorn berada di posisi paling belakang. Sementara puluhan kesatria Elf berbaju zirah dengan tameng dan pedang berdiri menyebar di sekitar penunggang unicorn. Mereka semua mengepung rumah cendawan dengan senjata terhunus.

Salah satu peri Elf penunggang unicorn maju ke depan beberapa langkah setelah melompat turun dari tunggangannya. Kesatria Elf itu membungkuk sekilas, memberi salam pada Ailfryd dan Claude dengan formal. Ia mengeluarkan segulung perkamen dengan cap lambang kerajaan Avery. "Atas titah Yang Mulia Raja Brian, Saya kemari untuk menyampaikan perintah penangkapan manusia bernama Ammara, peri Elf bernama Ailfryd dan Ella dari Fairyfarm, serta siapa saja yang terlibat dan terlihat melindungi penangkapan ini. Sekian. Saya mohon kerja samanya," papar utusan Raja itu dengan suara lantang. Setelahnya, ia lantas menyimpan perkamen itu kembali ke dalam tas kulit yang tersampir di sisi tunggangannya.

Beberapa sosok kesatria Elf dengan tameng dan pedang serta-merta merangsek maju, mengepung Ailfryd dan Claude. Mereka menghunuskan pedang dan tombak mereka ke arah kedua peri tersebut.

Ailfryd dan Claude terkesiap. Sementara Ella dan Ammara yang berdiri di belakang mereka gemetaran dengan tangan yang saling bertaut.

"Saya harap Pangeran Claude dan Tuan Ailfryd bersikap kooperatif dalam hal ini. Bagaimanapun ini adalah titah raja yang harus dipatuhi seluruh rakyat di bawah kuasanya, jika tidak ingin dicap sebagai pemberontak!" ucap kesatria Elf itu dengan tegas dan bernada formal.

"Cih! Kalian ingin datang dengan damai, tapi menghunuskan pedang pada kami?!" tampik Ailfryd dengan nada tinggi.

Ailfryd mengeratkan genggamannya pada gagang pedang. Giginya gemeretak. Bola matanya berkilat oleh amarah.

"Tenang, Tuan Ailfryd. Tidak akan ada pertumpahan darah jika kalian patuh. Mari ikut kami!" serunya tegas.

Di luar dugaan, Ailfryd yang telah tersulut emosi, mengayunkan pedangnya melukai salah satu kesatria Elf. "Tidak akan!" raungnya berang.

Kesatria Elf nahas itu terjengkang. Luka menganga terlihat pada salah satu lengannya. Dalam sekejap, salju putih di atas permukaan tanah berubah menjadi merah saat tubuh itu menghantamnya.

Claude terkesiap. Namun, dengan sigap langsung ikut mengayunkan pedangnya ke arah para kesatria Elf. Tindakan Ailfryd barusan baginya merupakan semacam kode untuk menentukan sikap. Apa pun yang terjadi, ia akan membela Ammara dan keluarga Ailfryd.

Suasana mendadak ricuh. Para kesatria Elf yang merasa tertantang dengan sikap Ailfryd dan Elwood, menyerang tanpa ragu. Bunyi denting pedang beradu di udara yang mulai membeku.

Dua peri melawan puluhan kesatria Elf benar-benar jumlah yang tidak imbang. Terlebih, Claude tidak begitu mahir dalam permainan pedang. Entah mengapa Ailfryd malah dengan berani memicu perseteruan yang tidak imbang ini. Sementara, Ella dan Ammara menjadikan apa pun yang mereka temukan sebagai senjata untuk melindungi diri agar para kesatria Elf itu tidak dapat menangkap mereka.

Sebuah sabetan pedang tiba-tiba mengenai salah satu lengan Claude yang menggenggam gagang pedang. Pedangnya terpental ke tempat yang agak jauh dari jangkauan. Pangeran peri itu meringis menahan perih dan mulai terserang panik, kala tiga orang kesatria Elf merangsek maju untuk meringkusnya.

"Hei lepaskan, Pangeran Claude!" teriak Ammara. Gadis itu mengayunkan sebilah potongan kayu yang ia temukan di salah satu sudut halaman rumah cendawan ke arah kepala peri Elf yang menahan lengan Claude.

"Arrrrgggghh!" Kesatria Elf itu berteriak kesakitan seraya memegang kepalanya. Ia terhuyung sesaat, tetapi serangan itu tak menyurutkan tekadnya untuk menangkap Claude.

Pada saat yang hampir bersamaan, beberapa kesatria Elf bergerak mendekati Ammara, memblokade gerakannya. Gadis itu mundur beberapa langkah, tetapi gerakan cepat para kesatria Elf telah lebih dulu menangkap pergelangan tangannya. Peri perempuan itu meronta-ronta, menendangkan kakinya ke segala arah berharap bisa membebaskan diri. Namun, semua yang ia lakukan sia-sia.

"Tidak!" teriak Claude dan Ailfryd nyaris bersamaan.

Sang pangeran peri hendak maju menolong Ammara, tetapi beberapa sosok kesatria Elf secepat kilat mengetatkan rengkuhan mereka pada tubuh Claude.

Di sisi lain, Ailfryd sedang terpojok saat beberapa sosok kesatria Elf menyerangnya dengan brutal. Salah satu kesatria Elf bahkan berhasil menjatuhkan pedang dari genggamannya. Sementara, dari arah belakang kesatria Elf lain telah mengunci gerakannya dengan memuntir salah satu lengannya. Ailfryd berteriak kesakitan. Namun, ekor matanya lekat mengiringi Ammara yang diseret semakin menjauh dari jangkauan.

* * *

Ella yang panik berusaha mengingat-ingat sihir penyerangan yang pernah ia pelajari. Bukan perkara mudah memang, saat kemampuan itu telah terkubur selama puluhan bahkan ratusan tahun. Namun, terkadang keterdesakan mampu memunculkan kekuatan yang terpendam.

Peri perempuan itu berkali-kali mengatur napas, mengenyahkan panik yang mulai menguasai jiwanya. Sihir yang baik harus dilakukan dengan tenang oleh penggunanya. Dalam sepersekian detik, Ella akhirnya mulai tenang. Ia menjentikkan salah satu tangannya pada udara kosong. Sebilah tongkat sihir berwarna putih lantas muncul dalam genggaman.

Mantra mengalun lembut dari bibir tipisnya yang mulai berkomat-kamit. Peri perempuan itu mengarahkan tongkat sihirnya pada kesatria Elf yang mengekang kedua lengan Ammara.

Kilatan cahaya putih keluar dari ujung tongkat sihir yang serupa bola kristal bening. Kilat itu menyambar mengenai dada targetnya. Bagaikan terkena tendangan tak kasat mats, tubuh kesatria Elf itu terjengkang menghantam tanah bersalju.

Senyum Ella mengembang. Hatinya merasa senang karena berhasil menggunakan sihir yang telah lama tak ia gunakan. Senyum itu meredup kala ia kembali menyadari Ailfryd dan Claude yang masih terkekang.

Peri perempuan itu kembali mengarahkan tongkat sihirnya pada peri Elf lain di samping Ammara. Kilatan cahaya kembali melesat keluar, menyambar sasarannya dengan cepat hingga peri nahas itu terdorong menghantam pagar rumah cendawan. Ammara serta-merta terbebas.

"Cepat pergi!" teriak Ella seraya menggeleng cepat. Netranya menyorot tajam pada gadis manusia yang hendak datang mendekatinya.

Ammara hendak membantah, tetapi ia urung melakukannya. Gadis itu berlari secepat yang ia bisa, mengikuti perintah sang ibu. Di belakangnya, beberapa sosok kesatria Elf dan sesosok penunggang unicorn mulai memburunya.

Di luar dugaan Ella, sebuah busur panah melesat ke arahnya dan sontak mengenai tongkat sihir dalam genggamannya hingga tongkat itu terlepas dan jatuh menggelinding.

Peri perempuan itu terkesiap. Ia hendak berlari mencari tongkat putih yang berada di suatu tempat di atas permukaan salju. Namun, beberapa sosok kesatria Elf merengkuhnya dari belakang. Ella menggerak-gerakan tubuhnya gusar ke segala arah dengan sia-sia. Tenaga para kesatria Elf jauh lebih besar dari tenaganya.

"Lari Ammara. Jangan menoleh ke sini lagi!"

* * *

Ammara berlari dengan berurai air mata. Sesekali ia menoleh ke belakang melihat Ailfryd, Ella dan Claude yang telah tertangkap dan digiring masuk ke dalam sebuah kereta dengan jeruji kayu berwarna cokelat tua. Gadis itu ingin sekali kembali jika saja ia tak ingat akan pesan sang ibu. Lagi pula, di belakangnya, beberapa sosok peri Elf sedang memburunya.

Tungkainya terasa mulai melemah. Lambat-laun larinya melamban, terlebih tumpukan salju yang mulai menebal membuat kakinya sempat tersandung beberapa kali. Ammara nyaris kehabisan napas akibat kelelahan.

"Menyerahlah, Manusia!" teriak peri Elf penunggang unicorn yang baru saja datang menyusul. Ia memacu unicornnya dengan kencang untuk menyusul gadis manusia sang buronan Avery.

Jantung Ammara nyaris melompat. Suara menggelegar peri berbadan kekar itu membuatnya terkejut, hingga tanpa sadar kakinya tersangkut gundukan akar pohon yang terlindung tumpukan salju. Gadis itu jatuh terguling, tanpa sempat menyeimbangkan diri lagi.

"Sudah kubilang, menyerah dan patuhlah!" hardik peri laki-laki itu seraya melompat turun dari unicornya. Ia berlari menghampiri Ammara yang meringkuk kesakitan karena lututnya yang terluka.

Beberapa sosok peri Elf berkumpul, mengepung Ammara seraya menodongkan pedang maupun tombak yang mereka miliki.

Ammara mendongakkan wajahnya dan terkejut mendapati bilah pedang dan mata tombak yang menuding ke arahnya. Tubuh gadis manusia itu seketika gemetar. Wajahnya memucat dan tubuhnya terasa lemas. Ia memejamkan matanya, nyaris menyerah pada keadaan.

Tiba-tiba suara kepakan sayap makhluk raksasa terdengar mendekat, diiringi embusan angin kencang. Suara lolongan yang menyeramkan juga terdengar bersahut-sahutan.

Para kesatria Elf yang mengepung Ammara sontak mendongak menatap langit kelabu Fairyverse. Iris mata mereka membulat saat menangkap sosok lima ekor naga hitam serta rombongan peri Elf bersayap hitam berdatangan. Satu per satu mereka mendarat mantap di Fairyfarm.

Dalam sepersekian detik, dua ekor naga hitam yang mendarat terlebih dahulu langsung menyerang kesatria Elf yang mengepung Ammara dengan napas api mereka. Dua kesatria Elf dengan sigap menangkis serangan napas api itu dengan mengangkat tameng mereka. Sementara, kesatria Elf lainnya berhadapan dengan para naga hitam lain dan peri Elf bersayap hitam dengan masing-masing senjata yang mereka miliki.

Demi melihat kekacauan itu, Ammara beringsut mundur perlahan. Gadis manusia itu berniat untuk lari menuju kereta tempat Ella, Ailfryd dan Claude ditahan. Ia memanfaatkan situasi saat para kesatria Elf sedang sibuk melawan para makhluk kegelapan untuk menyelamatkan keluarganya dan sang pangeran. Baru saja ia hendak bangkit dan berdiri saat kepalanya membentur sesuatu yang cukup keras.

"Aww!" Ammara mengaduh pelan seraya menggosok kepalanya. Ia merasakan embusan udara hangat membelai pipinya. Udara hangat yang tak biasa di antara cuaca yang nyaris membeku. Jantung Ammara seketika berdetak lebih kencang. Perlahan ia menolehkan wajahnya pada sesuatu yang baru saja membentur kepalanya.

Mata Ammara membelalak. Jantungnya seolah hendak melompat begitu melihat wajah besar sang naga hitam dalam posisi yang sangat dekat dengan wajahnya. Sepasang mata merah sang naga memerangkapnya dalam ketakutan.

"Ikut denganku, Manusia!" seru sang naga hitam dalam suara rendah yang parau. Hembusan napas dari sepasang lubang hidung sang naga kembali menerpa wajah Ammara.

"AAAAAAAAAKKKKKKKKKKKHHHHHH!"

Ammara menjerit nyaring, kemudian tanpa aba-aba berlari menjauhi naga hitam itu. Sialnya, gadis manusia itu kalah cepat. Dalam sekali libasan saja, sang naga hitam berhasil merengkuh tubuh Ammara.

Sesosok peri Elf bersayap membantu sang naga mengikat tubuh manusia itu dengan sigap.  Ia menepatkan dirinya dan Ammara di atas punggung sang naga. Setelahnya, sang naga terbang melesat meninggalkan Fairyfarm.

Pertaruangan pun sontak terhenti saat seluruh makhluk kegelapan ikut pergi mengikuti naga hitam yang membawa Ammara. Sementara, pasukan para kesatria Elf memandang kepergian mereka dengan penuh tanda tanya.

"Bagaimana ini, Panglima? Apakah kita harus mengejar mereka?" tanya salah satu sosok peri Elf berwajah tirus.

"Kita kembali ke Avery dulu dan melaporkan semua ini pada Raja. Kita tunggu perintah selanjutnya!" sahut peri Elf bertubuh atletis. Matanya memicing mengiringi kepergian rombongan makhluk kegelapan yang membawa serta buronan Avery.







Halooooo maaf kalo update terlalu malam 😁
Terima kasih sudah selalu setia mampir kemari. I love you to the moon and back ♥️😭😭
Jangan lupa vote dan komentarnya yaaa zeyenk...
Please tandai hole, typo dan kaliman rancu...
Albert sayang kalian😘😘😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top