24. Ladybug

Ella berbaring gelisah di atas lantai batu ruang tahanan Kerajaan Avery. Pelipisnya dibanjiri keringat dingin. Napasnya memburu. Tiba-tiba ia berteriak nyaring bersamaan dengan matanya yang membelalak terbuka.

Ia mengedarkan pandangan ke sekitar dan hanya ruang gelap dan nyaris pekat yang menyambut penglihatannya. Aroma lembab dan amis seketika menyergap hidungnya. Bau yang sangat ia kenali. Bau darah.

Ella menggeser tubuhnya dengan panik ke arah jeruji besi berkarat yang terkunci. Ruangan tahanan itu terasa begitu lenggang, tidak seperti biasanya. Tidak ada pula suara obrolan para penjaga yang biasanya bergema di sana.

Tunggu dulu, sepertinya ada yang aneh di sini, batin Ella.

Ella terkesiap, jangan-jangan mimpinya barusan adalah sebuah pertanda. Baru saja ia memimpikan melihat bunga Camelia merah tumbuh di setiap penjuru istana Avery. Bunga Camelia merah yang biasanya hanya tumbuh jika ada peri anggota kerajaan yang wafat.

Apa jangan-jangan ...

Bulu kuduk Ella meremang, membayangkan siapakah gerangan yang akan wafat. Semoga mimpi itu tidak menjadi kenyataan, batin Ella lagi.

"To-tolong! Tolong...!" Tiba-tiba sebuah suara parau terdengar dari kegelapan di luar jeruji besi.

Ella berusaha menajamkan penglihatannya, mencari berkas cahaya yang memungkinkannya untuk melihat sedikit saja. Namun, sia-sia. Kegelapan itu terlalu pekat.

"Tolong!" Suara itu terdengar lagi. Kali ini seperti suara tercekik disertai bunyi napas yang memburu.

Ella mendekatkan telinganya ke sela-sela jeruji besi di hadapannya, memberanikan diri. "Si-siapa?!" tanyanya dengan suara bergetar. Sedikit rasa takut terbit di hatinya.

Suara itu mendadak lenyap. Hening yang janggal mendadak hadir di kegelapan ruang tahanan. Ella tanpa sadar menahan napas dan bergeming di tempatnya. Ia menajamkan pendengarannya dan menegakkan punggung waspada.

Suara geraman perlahan tertangkap telinga Ella. Suara itu semakin lama semakin nyaring dan terdengar mendekat. Ella sontak mundur, menjauhi jeruji besi, seraya memeluk tubuhnya yang menggigil ketakutan.

Tiba-tiba suara hantaman jeruji besi menggema, disusul dengan suara raungan marah.

Ella terhenyak di tempatnya meringkuk. Ia semakin erat memeluk tubuhnya sendiri.

Segaris cahaya dari sela-sela pintu tahanan membentuk siluet mengerikan peri Elf yang meraung marah di depan jeruji besi tahanannya. Makhluk itu masih menggeram marah dan menghantamkan tubuhnya pada jeruji besi tahanan Ella berkali-kali. Ia seolah dapat melihat raut ketakutan Ella dari balik kegelapan dan ingin menyergap Ella.

Tubuh Ella gemetar tak terkendali. Ia membungkam mulutnya dengan telapak tangan agar suara tangisnya teredam.

Bunyi dobrakan pada pintu tiba-tiba terdengar. Pintu berayun terbuka dan menutup kembali, bersamaan dengan langkah kaki lain mendekati ruang tahanan Ella. Makhluk yang meraung di depan jeruji besi itu sontak mengalihkan fokusnya pada sosok si pendatang.

Ella mengangkat wajahnya setelah rasa takut mereda. Ia segera menyadari jika ia tidak sendirian lagi di ruang tahanan bawah tanah itu. Sesosok makhluk serupa peri Elf dengan luka-luka menganga yang mengerikan di sekujur tubuhnya, berdiri tepat di depan jeruji besi. Liur kental berceceran dari sela-sela gigi runcingnya. Sesuatu yang buruk pasti telah terjadi pada peri Elf itu. Sementara, sesosok kesatria Elf, berdiri di depan ambang pintu tahanan menantang makhluk mengerikan itu dengan pedang terhunus canggung dan gemetaran.

Namun, dengan sekali tebas, Claude berhasil menancapkan ujung pedang sihirnya tepat pada jantung mayat hidup yang meraung bringas itu. Seketika, si mayat hidup ambruk dan tergeletak tak bernyawa. Setelahnya, Claude mendekati jeruji besi ruang tahanan Ella.

"Ella?" panggilnya pelan. "Ini aku, Claude."

"Pangeran Claude?" sahut Ella dengan suara bergetar menahan tangis. Ia masih terlalu shock dengan kejadian di hadapannya. "A-apa yang terjadi?" tanya Ella lirih. Suaranya tertelan isak tangis. Peri perempuan itu meraba di dalam kegelapan hingga tangannya mencapai jeruji besi.

Claude mengembuskan napas pelan, bahkan di dalam kegelapan itu, Ella dapat melihat kesedihan pada air mukanya. "Sesuatu yang buruk telah terjadi di Kerajaan Avery," sahutnya lemah. "Monster Hydra menyerang, kemudian napas beracunnya menginfeksi para peri Elf. Napas beracunnya membunuh para peri, kemudian membuat mereka bangkit lagi menjadi mayat hidup."

"Mayat hidup?!" Ella membelalak. "Apakah ada anggota kerajaan Avery yang terluka?!" tanya Ella kalut. Ia kembali teringat akan mimpinya tentang bunga Camellia merah.

"Putra Mahkota..." sahut Claude dengan suara tercekat.

"A-apa maksudmu, Pangeran Claude?!"

"Putra Mahkota Albert dalam bahaya. Seorang kesatria Elf menyampaikan itu padaku, Ella. Maka dari itu, aku menjemputmu kemari... Aku harap kau bisa menyelamatkan Putra Mahkota."

Claude meraba dalam gelap, mencari gembok yang mengunci jeruji Ella. Pedang sihirnya memendarkan cahaya redup yang hilang timbul. Awalnya, ia kesulitan menemukan gembok itu, hingga tangannya menyentuh permukaan besi berkarat nan dingin yang berbentuk setengah lingkaran. Claude mencoba memasukkan anak kunci pada lubang gembok dengan satu tangan, sementara tangan yang lainnya berusaha menerangi dengan pedang sihir. Namun, sepertinya ia sedikit kesulitan.

"Biar kubantu, Pangeran!" Ella menawarkan bantuan seraya meraih pedang sihir dari salah satu sela jeruji besi yang lebih lebar. Ia mengarahkan cahaya pedang sihir itu untuk menerangi Claude yang sedang mencoba anak-anak kunci satu per satu pada gembok.

Klik!

Salah satu anak kunci akhirnya berhasil menancap dengan pas pada gembok jeruji. Claude mengembus napas lega, kemudian mendorong pintu jeruji hingga terbuka. Bunyi derit besi berkarat yang saling beradu seketika bergema dalam ruang tahanan gelap itu.

"Mari, Ella!" seru Claude sembari menuntun salah satu lengan Nyonya Ella keluar dari balik jeruji.

Ella berjalan tergesa di samping Claude. Langkahnya sempat tersandung mayat peri Elf yang tergeletak melintang di depan pintu jeruji. Ia bergidik ngeri, lalu mempercepat langkahnya.

Mata Ella membelalak begitu sampai di luar ruang tahanan bawah tanah Kerajaan Avery. Ia menangkap pemandangan yang lebih mengerikan berupa mayat-mayat mengenaskan tewas bergelimpangan di berbagai penjuru istana. Tidak hanya itu, beberapa sosok mayat hidup yang menyerupai monster berkeliaran menyerang peri Elf yang mereka jumpai. Di salah satu sudut istana, beberapa sosok mayat hidup bahkan tampak sedang berkumpul, menggerogoti sesosok kesatria Elf malang yang sedang berteriak-teriak minta tolong.

Ella menutup mulutnya, tak kuat menyaksikan pemandangan mengerikan itu.

"Kira harus berlari untuk mencapai halaman utama Istana Avery, Nyonya Ella... sebelum mereka menyadari keberadaan kita. Anda bisa berlari, 'kan?" Bisik Claude. Iris mata kelamnya menyorot waspada pada sekumpulan mayat hidup yang tengah mengoyak mangsa.

Ella mengangguk cepat. Raut wajahnya terlihat sangat shock hingga ia tak dapat berkata apa-apa. Jika keadaan di sini saja sekacau ini, bagaimana lagi kekacauan yang menyebabkan Putra Mahkota Albert dalam bahaya. Ella bergidik, tak sanggup membayangkan lebih jauh, Camellia merah di dalam mimpinya kembali terkenang. Ella mulai menerka-nerka lagi, siapakah anggota Kerajaan Avery yang akan meninggal.

Tanpa aba-aba, Claude segera menyeret lengan Ella untuk berlari bersamanya, tanpa peduli bahwa ternyata beberapa sosok mayat hidup mulai berjalan tertatih mengikuti mereka dari belakang.

* * *

Ammara terkesiap mendengar ringkikan Selly yang bernada marah. Selly meringkik seperti itu jika ia bertemu dengan makhluk-makhluk asing atau merasa terganggu. Ammara langsung menghentikan aktivitasnya membuat mahkota bunga. Ia bangkit dari duduknya dan memandang keluar jendela yang tepat berhadapan dengan istal Selly.

Selly meringkik lagi. Mata unicorn itu menyorot pada semak bunga Marigold yang ada di luar halaman rumah cendawan Ella.

Ammara mengikuti arah pandang Selly. Peri perempuan itu memicingkan mata menatap semak bunga Marigold yang bergerak-gerak pelan. Awalnya, Ammara mengira semak bunga Marigold itu bergerak karena embusan angin, tetapi jika diperhatikan lebih seksama, ada beberapa makhluk mungil dengan warna menyala di atas mahkota Marigold.

Ammara menajamkan pendengarannya dan sayup-sayup terdengar suara-suara bisikan dari semak Marigold yang bergerak itu.

Kerajaan Avery dipenuhi Mayat Hidup.

Aku tidak ingin kembali ke sana.

Ya, aku juga! Lebih baik aku tinggal di Hutan Larangan.

Mungkin sementara kita akan aman di sini.

Ya kau benar! Sekalian menunaikan tugas Sang Ratu.

Ammara menutup mulutnya dengan tangan. Pupil matanya membesar. Makhluk-makhluk kecil itu berbicara. Terlebih, Ammara sangat tertarik dengan isi percakapan mereka.

Selly meringkik lagi. Kali ini lebih nyaring.

Ammara berdecak sebal, merasa kegiatan mengupingnya terganggu oleh Selly. Ia melotot ke arah Selly, memperingatkan yang ternyata dibalas juga dengan tatapan yang sama.

Unicorn bersurai putih itu mendengus dan meringkik pelan, menuruti perintah Ammara dengan berat hati. Selly duduk, kemudian kembali mengunyah plumnya dengan malas.

Aku dengar Putra Mahkota di serang mayat hidup!!

Benarkah?!

Ammara kembali menajamkan pendengarannya.

Apa dia meninggal? Ah, dia begitu tampan. Sayang sekali kalau harus mati muda!

Putra Mahkota Albert meninggal?!

Kudengar itu perbuatan sang Ratu!

Huss! Jangan mengada-ngada. Fokus pada tugas kita. Atau kita akan hangus!

Ammara membelalak. Tanpa sadar mulutnya membulat.

Kudengar Putra Mahkota Albert tidak mati! Dia berubah jadi mayat hidup.

Jangan mengada-ada!

Seekor kepik berwarna merah menyala terbang melesat kemudian hinggap pada salah satu puncak mahkota Marigold, sementara di puncak Marigold terlihat bercak kemerahan yang serupa. Ammara menduga, kepik yang baru saja bergabung dengan rekan-rekannya itulah yang membawa berita terbaru mengenai keadaan Istana Avery.

Ammara semakin penasaran. Ia melihat ke arah Selly yang mulai jatuh tertidur dengan salah satu pipi menggembung berisi plum yang belum dikunyah sempurna. Unicorn itu sama sekali tidak memperhatikannya lagi. Lantas Ammara menoleh ke kiri dan ke kanan, mencari sosok Ailfryd atau peri pekerja lainnya. Tidak ada siapa-siapa.

Oke. Aman. Keluar sebentar mungkin tidak apa-apa.

Perlahan, Ammara memanjat bingkai jendela di hadapannya. Bingkai jendela itu memang rendah dan sangat mudah untuk dilewati. Ammara tidak ingin mengambil risiko akan membangunkan Selly jika harus melewati pintu rumah cendawan.

Setelah berhasil melewati jendela, Ammara berjingkat pelan menuju gerbang halaman rumah cendawan. Matanya kini tertuju pada beberapa ekor kepik yang bercahaya di salah satu puncak mahkota Marigold. Namun, langkahnya terhenti tepat di depan tabir transparan pada gerbang pembatas yang pernah dibuat oleh Claude. Ammara teringat akan pesan Claude untuk tidak melewati tabir itu agar 'bau manusia'nya tidak tercium oleh makhluk lain.

Ammara bergeming di depan tabir itu seraya menatap kepik-kepik bercahaya yang semakin riuh berbincang satu sama lain. Ammara membuang napas kasar, bibirnya mengerucut. Betapa ingin ia bergabung dengan makhluk-makhluk kecil itu untuk mengetahui lebih banyak perihal Pangeran Albert, tetapi ia tidak bisa.

Kudengar, hampir seluruh penghuni Kerajaan Avery berubah menjadi mayat hidup.

Ya, para tahanan juga melarikan diri. Aku bertemu dengan Aubrey yang berlari ketakutan menuju Hutan Larangan!

Aubrey si Dwarf malang yang dituduh sebagai penyihir itu?!

'Aubrey', 'tahanan' kata-kata itu sontak membuat gusar Ammara. Peri perempuan itu langsung berpikir tentang ibunya.

"Bagaimana dengan ibu?" gumamnya pelan. Ammara berjalan mondar-mandir di depan tabir penghalang Claude. Matanya sesekali mengerling ke arah Marigold tempat para kepik bertengger. Batinnya sedang bergolak hebat, bertahan di rumah cendawan dengan kekhawatiran di kepalanya atau melewati tabir penghalang Claude dengan risiko 'bau manusia'nya tidak dapat terlindungi.

"Bau manusia?! Yang benar saja! Jelas-jelas secara fisik aku adalah peri Elf!" gumam Ammara seraya mengendus-endus aromanya sendiri. Kedua tangannya menelusuri rambut emasnya yang dikuncir sebagian. Tangan itu turun meraba kedua telinganya. Tunggu dulu, ada yang aneh!Daun telinganya yang runcing memanjang kini mengecil. Ammara terkesiap. "Te-telingaku, ada apa dengan telingaku?!" gumamnya kalut.

"Apa aku benar manusia?" Ammara tertegun. Matanya masih lekat menatap bunga Marigold yang kini bergoyang-goyang lebih kuat. Beberapa ekor kepik terbang berhamburan dari mahkota Marigold. Suara-suara berisik dengan nada melengking menyadarkan Ammara dari lamunannya.

"Hei! kalian mau kemana?!" jerit Ammara refleks berlari mengejar kepik-kepik yang berterbangan. Tanpa sadar ia melewati tabir Claude.

Psst... siapa dia?

Baunya. Bau ini 'kan yang kita cari!

"Hei, kepik kecil. Apa benar Kerajaan Avery diserang monster?" tanya Ammara pada dua ekor kepik yang masih tertinggal di atas mahkota bunga Marigold.

Dua ekor kepik merah dengan bintik kuning menyala itu menatap Ammara membelalak. Mereka bergeming.

Ammara melambaikan tangannya sambil tersenyum lebar. "Jangan takut! Aku tidak akan mengganggu kalian. Aku hanya ingin bertanya? Tanpa sengaja, aku mendengar percakapan kalian tadi."

Apa dia adalah manusia yang dimaksud sang Ratu?

"Eh, apa maksud kalian?" tanya Ammara seraya menaikkan salah satu alisnya. Ia mulai sedikit kesal karena merasa tak diacuhkan oleh makhluk-makhluk kecil itu. "Hello! Aku bicara dengan kalian! Apa kalian tidak mendengarku?!"

Entahlah. Tapi kurasa gadis manusia ini cukup menyebalkan dan suka menguping.

Aku harus segera melaporkan kepada Ratu.

"Hello!" pekik Ammara lagi.

Salah satu kepik menyembunyikan diri di balik kelopak bunga Marigold karena ketakutan mendengar teriakan Ammara, sementara kepik lainnya terbang menjauh menginggalkan Ammara yang gelagapan ingin menangkapnya.

"Dasar kepik kurang ajar!" gerutu Ammara sambil bersedekap.

"A-aku mendengarmu. Ja-jangan berteriak," sahut seekor kepik yang kini tertinggal sendirian. Makhluk kecil itu mengintip dari balik kelopak Marigold. Setelah merasa aman, makhluk kecil itu lantas keluar dari balik kelopak Marigold.

"Maafkan aku," ucap Ammara lembut seraya mengulas senyum. Peri perempuan itu kini berjongkok di depan rerimbunan semak bunga Marigold. "Tolong, ceritakan padaku tentang keadaan Kerajaan Avery? Aku mohon. Ibuku di sana. Aku sangat khawatir."

Kepik kecil itu menatap Ammara lekat-lekat, sebelum akhirnya membuka suara. "Baiklah, aku akan menceritakan apa yang aku dengar. Namun, kau harus berjanji, setelah ini kau harus kembali ke rumahmu dan jangan pernah keluar dari sana. Apa kau bisa berjanji?"

Ammara mengernyit bingung. Namun, akhirnya dia mengangguk pelan seraya mengacungkan jari kelingkingnya. "Aku janji!" ucapnya mantap.

Kepik kecil itu membuka mulutnya, bersiap untuk bercerita. Namun, tiba-tiba sebuah suara membuatnya kembali berlindung di balik kelopak Marigold.

"Ammara! Kembali ke rumah!" teriak Ailfryd yang baru saja kembali dari kebun Plum. Ia sangat terkejut melihat Ammara yang tanpa sepengetahuannya melewati tabir pelindung yang telah dibuat oleh Pangeran Claude.

"Tunggu sebentar Ay--"

"Masuk sekarang!" ucap Ailfryd tegas. Peri laki-laki itu menarik lembut salah satu lengan Ammara dan membawanya masuk.

Dengan berat hati Ammara mengikuti ayahnya kembali ke rumah mereka. Padahal ia sangat ingin mendengar cerita dari si kepik.

Ammara menoleh sebentar ke arah mahkota bunga Marigold tempat si kepik bertengger. Kepik kecil itu membalas tatapan Ammara dengan sorot yang tak dapat Ammara artikan.

Semoga Ibumu baik-baik saja. Jaga dirimu baik-baik, gadis manusia!

* * *

Seekor kepik berwarna merah menyala terbang melintasi jurang menganga menuju Kastil Larangan. Kepik itu akhirnya hinggap di salah satu bingkai jendela menara setelah melalui perjalanan yang panjang dan melelahkan.

Sesosok peri perempuan cantik bersurai hitam mendekati ambang jendela, menyambutnya. Iris mata ungunya menangkap warna menyala dari tubuh si kepik.

"Kau sudah datang rupanya," sapa Minerva dalam suara rendah. Ia tersenyum asimetris menyambut kedatangan makhluk kecil itu seraya mengulurkan salah satu lengannya. "Aku harap kau membawa berita bagus!" ucapnya sambil terkekeh.

Dengan ragu-ragu, kepik kecil itu terbang dan hinggap di salah satu telapak tangan Minerva.

Minerva mendekatkan telapak tangannya ke depan wajah. Iris mata ungunya menatap lekat pada kepik malang yang tubuhnya kini gemetar.

"Katakanlah! Apakah kau sudah menemukan makhluk manusia itu?!" titah Minerva dengan suara tegas.

Kepik kecil itu mulai menceritakan pertemuannya dengan sesosok yang menurutnya adalah manusia. Kepik itu mencium bau kuat yang ia kenali sebagai bau manusia ketika berada di Fairyfarm. Suara melengkingnya yang bernada tinggi menggema memenuhi ruangan menara itu saat ia bercerita.

"Jadi kau bertemu makhluk itu di Fairyfarm?" ulang Minerva ketika kepik kecil itu mengakhiri laporannya.

Si kepik mengangguk cepat.

"Bagus! Sekarang pergilah. Aku akan mencabut kutukanku pada bangsa kalian," tutur Minerva seraya melepas kepergian kepik itu melalui jendela menara.

Salah satu tangan Minerva menjentik ke udara, bersamaan dengan itu cahaya keunguan memercik dari tubuh si kepik, kemudian  menghilang dalam sekejap.

"Lucifer," panggil Minerva dengan suara rendah.

Dari balik keremangan ruangan menara kastel, sesosok peri laki-laki berkulit kehijauan muncul tepat di belakang Minerva. Lucifer mengangguk takzim, meski Minerva membelakanginya. "Hamba di sini, Ratuku."

"Pergilah ke Fairyfarm. Awasi gadis manusia itu. Sampaikan padaku apa pun dan siapa pun yang berhubungan dengannya," titah Minerva. Peri perempuan itu menyeringai. "Ini akan semakin menarik!"

Lucifer mengangguk takzim seraya membungkukkan tubuhnya. Sedetik kemudian tubuhnya mengepul menjadi asap hitam yang pekat. Perlahan, asap itu menipis dan munculah seekor burung rajawali. Burung itu kemudian melesat keluar dari jendela menara menembus keremangan Hutan Larangan.














Haloooo.....  Maaf lamaa bgt baru update...masih sibuk di dunia nyata soalnya hehehe
Kalau udah gak sibuk aku usahakan update seminggu dua kali heuheu, kasih semangat donk 😆😆
Terima kasih semuanyaaa sudah mampir sampai sejauh ini. Semoga suka yaaa❤️
Jangan lupa kasih komentar dan vote nya yaaa supaya semakin semangat dan cepat up nyaaa....
Salam hangat dari Zu 😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top