13. The Orc
Archibald menggenggam beberapa buah Apel merah, kemudian mengarahkan lemparan pada seekor unicorn putih yang sedang terdiam lesu di sudut taman istana Avery. Unicorn itu sepertinya tidak tertarik sedikit pun dengan apel ranum di hadapannya.
Archibald mendengus kesal seraya melempar apel itu ke sembarang arah. Ia sudah menawarkan unicorn itu beberapa jenis buah yang ada di istana Avery, tetapi tampaknya unicorn itu tak tertarik sama sekali. Padahal unicorn berwarna putih itu telah berdiam di sana untuk beberapa hari tanpa makan.
"Apa maumu, hah?!" desis Archibald sambil memelototkan matanya ke arah unicorn malang di hadapannya. Unicorn putih itu meringkik pelan. Sebuah ringkikan yang bernada sedih.
"Sayang sekali sepertinya unicorn itu tidak dapat berbicara," ucap sebuah suara lembut yang datang mendekati Archibald. Sesosok peri cantik bersurai panjang berwarna perak telah berdiri tepat di sampingnya.
Archibald menoleh sekilas, kemudian kembali fokus menatap unicorn putih di hadapannya. "Kau sudah sembuh?" tanyanya datar.
"Aku sudah merasa jauh lebih baik," sahut Tatianna. "Aku dengar kau akan pergi ke Hutan Larangan dengan para pangeran lainnya?"
"Iya," sahut Archibald tanpa minat.
"Kalian rela menantang bahaya demi peri dari Fairyfarm itu? Begitu istimewakah peri itu bagi kalian?"
Pertanyaan Tatianna itu membuat Archibald tertegun. Ia menatap iris cokelat peri cantik itu sejenak. "Dia tidak bersalah. Aku merasa harus menolongnya. Yang lain juga merasa seperti itu."
"Kalau aku yang ada di posisi peri Fairyfarm itu, apakah kau akan menolongku?"
"Putra Mahkota Albert tidak akan membiarkan itu terjadi," sahut Archibald singkat.
Entah mengapa Tatianna merasa sedikit kecewa dengan jawaban itu. Satu bagian di dalam dadanya terasa sakit.
"A-aku hanya ingin memberikan ini padamu." Tatianna menyerahkan sebuah gelang perak dengan mata berbentuk daun Semanggi berdaun empat. "Ini untuk keberuntungan dan cinta. Para leluhur kita membawa ini ketika berhadapan dengan peri jahat," tuturnya pelan.
Archibald menatap gelang perak yang diulurkan Tatianna padanya. Kemudian, tatapannya beralih pada peri perempuan itu. Archibald menggeleng seraya menyunggingkan seulas senyum miring. "Kau berikan saja pada kakakmu. Aku tidak memerlukan benda seperti itu."
Archibald hendak beranjak pergi meninggalkan Tatianna, tetapi langkahnya terhenti. Ia teringat sesuatu. "Boleh aku meminta tolong?"
Tatianna mengangkat wajah muramnya dengan sorot mata berbinar antusias. "Tentu saja. Apa yang bisa kubantu?"
"Tolong, sediakan buah plum yang banyak untuk unicorn itu. Sepertinya ia hanya menginginkan buah plum," ucap Archibald datar. Kemudian, peri tampan itu berlalu dari hadapan Tatianna. Ia bergabung bersama Claude dan Elwood yang telah datang dengan menuntun unicorn masing-masing.
Tatianna masih bergeming. Sesuatu terasa sangat sakit dan menyesakkan di dalam dadanya. Peri perempuan itu meremas gelang peraknya kuat-kuat, menahan kesedihan dan amarah yang nyaris terbit menjadi air mata di pelupuk matanya.
"Untuk siapa itu? Apa itu untuk Archibald?" sapa Elijah yang tiba-tiba sudah berdiri di sampingnya.
Tatianna terkejut. Wajah cantiknya memerah karena merasa tertangkap basah oleh Elijah. "Bukan urusanmu!" desis Tatianna mengalihkan rasa malunya.
Elijah terkekeh."Aku merasa iri dengan saudaraku itu. Bahkan, Adik putra mahkota pun menaruh hati padanya."
Tatianna memandang Elijah dengan tatapan tidak suka. "Jangan berpikir yang tidak-tidak!" katanya ketus.
Elijah masih terkekeh melihat tingkah Tatianna yang berusaha menyembunyikan perasaannya. Ia hendak menyambung ucapannya lagi, tetapi urung karena Albert tiba-tiba datang dan berdiri di dekatnya.
"Kau sudah siap, Elijah?" sapa Albert seraya menepuk pundak Elijah sekilas.
"Siap, Putra Mahkota!"
"Bagus, mari kita berangkat. Jangan buang-buang waktu lagi. Tampaknya Archibald, Elwood dan Claude juga sudah siap," ucap Albert. Ia mengulas senyum seraya melambaikan tangan pada para pangeran yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Para pangeran itu sedang mempersiapkan unicorn mereka.
"Kakak!" panggil Tatianna.
Albert menghentikan langkahnya yang hendak menyusul para pangeran dan menoleh ke arah Tatianna. Ia tersenyum melihat adiknya. "Ada apa?"
"Ini untukmu," bisik Tatianna seraya menyerahkan gelang perak bermata daun Semanggi yang tadi hendak diberikamnya kepada Archibald.
Elijah yang berada di sisi Albert sontak menutupi mulutnya dengan tangan, menahan tawa sekuatnya. Sementara, Tatianna sekilas mendelik tidak suka pada Elijah.
"Terima kasih, adikku. Kau perhatian sekali!" pujinya senang. Wajah rupawan Albert semringah begitu menerima gelang peruntungan dari adiknya.
Tawa Elijah akhirnya pecah, tak dapat dibendung lagi. Tatianna mendengkus sebal seraya melemparkan tatapan sengit ke arah sang pangeran peri.
Albert, Elwood dan Claude memandang ke arah mereka dengan bingung. Sementara Archibald hanya melirik sekilas pada Tatianna dan Elijah, kemudian bersiap-siap menunggang unicornnya.
* * *
Lima ekor unicorn terbang membelah langit Fairyhill. Sayap besar mereka mengepak perlahan begitu mendekati perbatasan Hutan Larangan. Para unicorn menukik pelan, nyaris serentak, sebelum mendarat perlahan pada sebuah padang rumput yang berbatasan tepat dengan Hutan Larangan.
Putra Mahkota Albert dan para pangeran turun satu per satu dari unicorn tunggangan mereka, kemudian menyorot sekeliling tempat itu dengan heran dan waspada.
"Ada yang tidak beres dengan tempat ini." Archibald membuka suara.
"Kau benar, Fairyhill tidak biasanya setenang ini." Elwood menimpali. Ia mengarahkan pandangan pada deretan pohon besar yang letaknya agak jauh memasuki hutan Fairyhill. Biasanya para peri pohon akan menampakan diri jika ada peri lain yang mendekati perbatasan Hutan Larangan. Namun, kali ini, para dryad tak menampakan diri satu pun.
Padang rumput tempat mereka berhenti pun sangat hening. Biasanya sepagi itu para peri Pixie akan terbang hilir mudik dengan riuh di atas permukaan rerumputan. Namun, Kali ini tempat itu kelewat sepi.
"Bagaimana menurutmu, Claude?" tanya Putra Mahkota Albert. Ia meminta Albert untuk membaca situasi dengan mata batinnya. Alih-alih menanggapi ucapannya, Claude rupanya telah menggunakan kemampuannya tersebut dalam diam.
Peri tampan bersurai hitam itu bergeming. Ia sedang berkonsentrasi melihat tempat itu dengan mata batinnya. Iris mata hitamnya menghilang menyisakan bola mata yang memutih.
Tiba-tiba tubuh Claude terpental jauh dari posisinya berdiri tanpa ada apa pun yang menyerangnya. Ia meringis kesakitan dan terbatuk karena merasakan nyeri di dada. Sebuah kekuatan tak terlihat seolah menendang tubuh Claude dengan keras. Sontak para pangeran memasang posisi siaga, menghunus senjata mereka masing-masing.
"Claude?!" teriak Elwood seraya berlari menghampiri Claude. Ia membantu Claude bangun dari posisinya.
"Apa yang kau lihat?" tanya Elijah tegang. Ia menoleh ke arah Claude sekilas. Tangan kanannya memegang erat gagang sebilah pedang panjang. Posisinya siaga, siap menebas apa saja yang datang menyerang.
Belum sempat Claude menjawab, tiba-tiba beberapa sosok orc muncul di hadapan mereka dari ketiadaan. Para orc berwajah monster itu menyeringai menampakkan gigi-gigi mereka yang tajam. Liur kental menetes dari mulut-mulut mereka yang menyeringai. Seketika suara raungan para orc memecah keheningan Fairyhill.
Salah satu makhluk mengerikan itu merangsek maju ke arah Putra Mahkota Albert. Orc itu mengayunkan sebuah palu godam yang terbuat dari besi hitam berkarat ke arah Albert. Albert menangkis serangan tersebut dengan sebilah pedang sihir yang ia genggam. Pedang yang sekilas tampak kecil itu bercahaya kebiruan, mengeluarkan kekuatannya menghalau serangan orc sehingga Palu godam itu gagal mengenai kepala Albert. Peri elf itu mendorong pedang peraknya sekuat tenaga, hingga orc dengan Palu Godam itu mundur beberapa langkah.
Orc lainnya melesat maju mengayunkan sebilah pedang pada Albert, tanpa memberi jeda baginya untuk mengumpulkan tenaga. Albert menangkis sigap. Namun, orc itu menyerang lagi dengan gesit. Beruntung, Albert masih bisa menangkis. Napasnya tersengal dan ia mulai merasa kelelahan.
Salah satu Orc hendak mengayunkan kapaknya pada Albert dari arah belakang di luar sepengetahuan Albert. Namun, dengan sigap Archibald mengangkis kapak itu dengan pedangnya. Sementara orc dengan palu godam kembali mengayunkan senjatanya ke arah Albert, kali ini Elijah ikut menangkis dan membalikan posisi palu Godam itu ke empunya senjata. Orc nahas itu terpental sambil berteriak meraung.
Archibald dan Elijah bersiaga melindungi Albert saat menyadari jika para Orc ternyata menyerang sang putra mahkota.
Akan tetapi, tak berapa lama orc yang terluka itu bangkit dan menggandakan diri. Mereka langsung menyerang Albert secara bersaam.
Archibald dan Elijah dengan sigap memainkan pedang mereka, menangkis setiap serangan yang mencoba melukai Albert. Beruntung, mereka adalah ahli pedang terbaik di kerajaan Avery. Sementara, Claude dan Elwood yang tidak terlalu mahir bertarung mencoba membantu lewat sihir yang mereka miliki.
"Mereka mengincar Putra Mahkota Albert!" teriak Elwood.
"Aku tahu," sahut Archibald di antara desing senjata yang beradu. Ia berada di belakang Albert, menangkis tiap serangan yang mengarah pada Albert dari arah itu dengan sigap.
Lima orc muncul lagi entah dari mana. Mereka berlari menuju Albert dari berbagai penjuru. Demi melihat itu, Claude yang telah merasa sedikit baikan mulai mengeluarkan tongkat sihirnya. Ia mengibas-ngibaskan tongkat tersebut seraya merapal sebuah mantra. Serbuk-serbuk peri berwarna putih keluar dari ujung tongkatnya dan memercik ke arah lima orc yang baru muncul. Begitu serbuk peri mengenai tubuh orc, monster-monster itu terpental sejauh beberapa meter.
Namun, lagi-lagi para orc bertambah banyak. Lima orc yang terluka, kemudian memunculkan sepuluh orc baru.
"Apa ini?! Mereka sangat kuat dan jumlah mereka terus bertambah!" gumam Claude panik.
Di sisi lain, salah satu orc dengan sebilah tombak bermata runcing mendekati Claude yang lengah. Orc itu hendak menancapkan tongkatnya di dada Claude. Elwood yang menyaksikan itu serta merta menahan tongkat orc. Orc bermata merah itu mendelik marah seraya mendorong tongkatnya kuat ke arah Elwood yang setengah mati menahannya. Ujung tombak yang runcing tersebut hanya berjarak satu jari dari dada Elwood.
Elwood memejamkan mata. Tubuhnya bergetar ketakutan. Napasnya memburu dan jantungnya berdetak di luar kendali. Ia merasa nyaris menyerah. Namun, tiba-tiba, Claude berbalik dan menendang kepala orc itu hingga membuat tombak yang dipegangnya jatuh terpental. Makhluk itu meringis, memegangi kepalanya yang kesakitan. Pada detik berikutnya, orc itu menggandakan dirinya.
Kini jumlah orc telah tiga kali lipat dari jumlah awal kedatangan mereka. Claude dan Elwood telah bergabung bersama Archibald, Albert dan Elijah. Mereka terperangkap. Para orc yang brutal dan beringas itu telah mengepung mereka dalam lingkaran.
"Makhluk apa mereka?!" tanya Archibald setengah berteriak. Tangannya menangkis serangan palu godam yang mencoba menghantamnya.
"Seorang unsheelie telah menciptakan pasukan monster. Lagi pula, Fairyhill ini sudah tersegel oleh kekuatan sihir hitam. Kita telah dijebak!" jawab Claude seraya meringis menahan sakit di pergelangan tangannya akibat tinjuan orc. Tongkat sihirnya terlepas dari genggaman hingga terlempar beberapa meter jauh dari jangkauan. Claude merasa putus asa karena tongkat sihir adalah kekuatan satu-satunya yang ia miliki untuk melawan para monster ini.
Kabut tebal tiba-tiba muncul dari arah perbatasan Hutan Larangan. Perlahan-lahan, kabut yang awalnya hanya sebuah kepulan asap tipis itu lambat-laun menebal dan meluas, menutupi hampir seluruh wilayah Fairyhill. Para pangeran terjebak di dalam kabut.
Raungan para orc mendadak hilang tertelan kabut. Para monster yang mengepung para pangeran menghilang ditelan kabut yang semakin pekat.
Archibald berusaha menajamkan pandangannya di dalam kabut, tetapi rasanya sia-sia. Matanya perih. Dadanya juga terasa terbakar. Ia terbatuk beberapa kali. Archibald tidak menyerah, ia kembali menajamkan penglihatan, mencari celah di antara kabut untuk mengetahui posisinya. Tak jauh dari tempatnya berdiri, Claude dan Elwood tampak terkapar tak sadarkan diri. Para orc tidak terlihat lagi.
"Archibald!" sapa sebuah suara lirih dari balik kabut.
Archibald mencari-cari keberadaan suara tersebut, hingga menemukan Elijah yang jatuh tersungkur sambil memegangi dadanya. Peri laki-laki itu terlihat sangat kepayahan.
"Elijah!" Archibald mendekati peri laki-laki itu, berusaha membantunya berdiri.
"Putra Mahkota Albert menghilang!" ucap Elijah parau di sela-sela batuknya. Setelahnya Elijah terbatuk hebat, sebelum akhirnya hilang kesadaran.
"Tidak! Elijah!" Archibald mengguncang tubuh saudaranya, berusaha menyadarkan. Namun, semua itu sia-sia belaka. Sang pangeran peri terus bergerak laksana sosok buta guna mencari saudaranya yang lain.
Setelah beberapa saat yang terasa sangat lama, perlahan-lahan kabut tebal mulai menipis. Kabut itu seakan tersedot ke arah perbatasan Hutan Larangan, menyisakan Archibald yang bergeming frustrasi karena mendapati ketiga pangeran yang tergeletak tak sadarkan diri dan Putra Mahkota yang menghilang.
Halo! sedikit action di bagian terakhir part ini.... semoga terhibur yaaa!
Jangan Lupa vote dan komennya. Terima kasih sudah mampir yaa....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top